Nadia
Putri adalah seorang anak yang tinggal bersama ibunya, dan bapaknya telah lama
meningalkan Nadia sejak Nadia masih berumur 4 tahun. Nadia merupakan anak semata
wayang dari keluarga sederhana itu. Ibunya merupakan seorang buruh pabrik di
bidang menjahit yang bekerja semata-mata untuk membiayai hidup mereka berdua,
tak ayal karena kesibukan ibunya yang selalu pulang malam membuat
ketidakharmonisan keluarga Nadia karena jarangnya berkumpul. Suatu hari Nadia
pernah menanyakan dimana keberadaan bapaknya sekarang, karena Nadia ingin
sekali berjumpa dengan bapaknya.
“bu, bapak sekarang tinggal dimana
sih? Kira-kira dia masih ingat gak ya sama kita?” tanya Nadia saat dia masih
duduk dibangku SMA kelas 2.
“sudahlah, kamu jarang mikirin
bapakmu itu. Yang jelas dia sudah bahagia dengan keluarganya yang baru. Mending
kamu urusin sekolah kamu biar bisa lulus cepet trus bantu ibu buat cari uang.”
Kilah ibunya yang saat itu sedang bersiap-siap untuk berangkat bekerja.
“yaudah aku berangkat dulu ya bu..
assalamualaikum”
Sejak hari itu, rasa penasaran Nadia
akan bapaknya itu pun bertambah setingkat. Dia mulai mencari tahu mengenai
bapaknya itu dengan mencari berkas-berkas yang mungkin bisa membantu dia untuk
mencari tahu keadaan bapaknya sekarang. Karena sejak ditinggal oleh bapaknya,
ibunya sudah tidak pernah membahas sedikitpun tentang bapaknya Nadia.
***
Hari ini Nadia sedang libur sekolah
dan ibunya masih sibuk dengan pekerjaannya menjadi buruh pabrik. Pencarian
Nadia mengenai berkas tentang bapaknyapun dimulai. Dia mencari tas yang berisi
surat-surat penting yang berada di kamar ibunya. Bukan bermaksud lancang,
tetapi karena dia ingin sekali membuat hubungan antara bapak dan ibunya kembali
terjalin dan tidak memutuskan tali silaturahim. Saat pencarian itu sedang
berlangsung, tiba-tiba dia mendengar suara pintu terbuka dan langsung saja
Nadia mengumpat di belakang lemari.
“adduuuuhh mana sih dompet ibu..
nadiaaaa nadiaaaa.. kemari cepat!” teriakan ibu membuat jantung Nadia berdegup
sangat kencang.
“nadiaaaaaaaaaa...... kamu tuh
dimana sih?! Dipanggil sama ibu nyaut dong!” belum ada sautan juga dari putri
semata wayangnya itu. Saat ibunya hendak memasuki kamar, tiba-tiba dia melihat
pintu kamarnya terbuka lebar. Perasaan hatinya mengatakan bahwa saat dia pergi
untuk bekerja, pintu kamarnya sudah tertutup rapat.
“lho lho lho? Kok pintu kamar ibu
kebuka sih?! Nadiaaaa..........” akhirnya Nadiapun keluar dari tempat persembunyiannya
dan raut wajah ibunyapun langsung bertambah sengit memandang ke arah Nadia, dan
itu membuat ibunya semakin bertambah marah.
“maafin Nadia bu..” Nadia hanya
tertunduk selama ocehan ibunya masih terhias dibibir serta wajahnya yang mulai
menampakkan kerutan itu. Tak kuasa menahan sesak didada akhirnya Nadia pun
menangis, karena melihat Nadia menangis ocehan ibunyapun terhenti, lalu
menanyakan apa maksudnya Nadia membongkar isi surat-surat penting itu.
“Na.. na.. nadia hanya ingin tahu
bapak itu kayak gimana sekarang.. mm dia berada dimana se.. se.. sekarang bu.
Dan kenapa ibu sangat membenci bapak, aku berniat untuk menjalin tali
silaturahim ibu dengan ba.. pak lagi.. maafin Nadia bu” Nadia pun bersujud di
kaki ibunya karena telah membuat ibunya marah. Ketika itu dia teringat akan
pesan kakak mentoringnya di rohis SMAnya yang mengatakan bahwa ada sebuah
hadist yang berpesan bahwa: murkanya
orang tua adalah murkanya Allah...
Saat sedang bersujud, tiba-tiba ibu
merengkuh badan Nadia dan memeluk anaknya itu dengan rasa bersalah karena
selama ini terlalu keras mendidik Nadia.
***
Hari itu Nadia pulang dari acara
pengajian dari sekolah sekitar jam setengah 9 malam, karena memang Nadia ikut
andil dalam penyusunan acara pengajian itu. Dan memang semenjak SMA, Nadia haus
akan ilmu keagamaan, sampai-sampai acara yang berakhir di penghujung malampun
pernah ia lakoni.
“kamu ini kok ngaji pulangnya sampe
malam begini sih?! Kamu sebenernya ikut pengajian apa sih de!? Jangan-jangan
kamu udah dicuci ya otaknya sama yang aliran-aliran itu!” Nadia yang baru
pulang dan mengucapkan salam tetapi ditanggapi oleh fitnahan ibunya.
“ya ampun bu, Nadia gak kayak gitu
kok. Nadia emang beneran ikut pengajian bu di sekolah sekalian ada syukuran
temen yang baru ngedapetin juara 1 lomba Karya Ilmiah Siswa yang tingkat
Nasional itu. Ibu.. maafin Nadia bu..”
“Ibu udah lama ya mau ngomong ini ke
kamu, perubahan kamu yang tiba-tiba dari SMP ke SMA ini tuh buat ibu memikir
yang tidak-tidak tentang kamu de, kamu tau gak? Tetangga tuh ada yang pernah
ngegunjingin ibu gara-gara pakaianmu..!”
“maksud ibu? Pakaian yang aku pakai
dijadiin bahan gunjingan ibu-ibu disini. Udah ya buu, ibu jangan dengerin
mereka. Mereka Cuma sirik sama ibu dan Nadia.. kalo emang ibu keberatan Nadia
kayak gini, nadia minta maaf ya bu..”
“kamu tuh udah berani ya jawab-jawab
perkataan ibu.. ikut pengajian kok malah jadi kurang ajar gini sih de!? Trus
juga sejak SMA kamu tuh pake jilbab segede itu. Kamu tuh gak takut dianggap
teroris apa!? Jangan sampai ya kamu kena aliran-aliran sesat kaya gitu.. tadi
ibu liat di tivi ada anak seumuran kamu kena cuci otak......” ocehan ibu mulai
sedikit tak terdengar oleh Nadia, dan tiba-tiba.. bruukk. Nadia jatuh pingsan.
Setelah siuman dari pingsan,
Nadiapun kembali meminta maaf kepada ibunya atas perilakunya. Tapi Nadi
benar-benar tidak mengikuti aliran-aliran yang seperti ibunya bilang. Tapi saat
Nadia berusaha menjelaskan, ibunya hanya diam. Semoga diamnya ibu pertanda setuju denganku.. pikirnya.
***
“maafin ibu nak.. gak seharusnya ibu
melibatkan kamu kedalam masa lalu ibu..” akhirnya ibu pun menceritakan masa
lalunya tentang bapaknya Nadia.
Ternyata saat Nadia masih kecil, bapaknya
Nadia pernah menjadi buronan polisi dan itu membuat ibu pusing sekali, pikiran
ibu mengatakan bahwa Allah itu tidak adil, setiap kali dia bersujud meminta
petunjuk, yang didatangkan malah musibah bertubi-tubi. Pada suatu hari,
bapaknya pun dibawa oleh polisi karena pernah tertangkap basah sedang
mengonsumsi obat-obatan terlarang. Pikiran ibu bertambah kacau, dia berusaha
mengeluarkan suaminya dan harus memiliki uang ditangan sebesar 15 juta, dan
saat itu keadaan ekonominya memang sedang sulit sekali. Akhirnya ibunya Nadia
berusaha mencari pinjaman kemana-mana dan mengumpulkan uang sebanyak yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan suaminya itu.
Setelah bebas dari penjara, masalah
tak berhenti sampai situ, dalam proses pelunasan hutang yang menumpuk, suaminya
meninggalkan dirinya karena terbuai oleh wanita lain. Karena tak kuasa akhirnya
ibunyapun memutuskan untuk bercerai.
Sejak saat itu, ibunya Nadia tidak
percaya bahwa pertolongan Allah itu ada, maka dari itu dia sering melarang
Nadia untuk mengikuti kegiatan keagamaan yang betujuan mendekatkan diri kepada
Allah.
“ibuu, maafin Nadia ya bu sekali
lagi. Oia bu.. ibu tau gak? Bahwa Allah itu menerangkan kepada hamba-Nya
mengenai takaran cobaan yang diterima hamba-Nya. Allah tuh tau kalo ibu tuh
bisa ngelewatin ini, makanya dia ngasih ibu cobaan kayak gini. Coba deh ibu
baca qur’an surat Al-Baqarah ayat 286 yang isinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya.... gitu bu.
Gimana menurut ibu?” ibunya haya terdiam dan menangisi perbuatannya selama ini
yang telah jauh dari-Nya.
***
“bu.. Nadia berangkat
dulu ya, ada pengajian tuh bu dari karang taruna dan Nadia jadi panitianya.”
Ucap Nadia seraya mengambil sepotong gorengan yang tersedia di meja makannya.
“de, sini deh..” ucap
ibu yang saat itu tengah asyik membereskan rumah.
“apa bu?” tanya Nadia
penasaran.
“kira-kira Allah
ngebolehin ibu gak ya buat dateng ke pengajian itu?”
“ya tentu boleh dong
bu.. emangnya Allah itu pelit apa kayak manusia hehe. Oh iya emangnya ibu gak
masuk kerja, bukannya sekarang jadwalnya ibu masuk ya?”
“ibu udah ngundurin diri
dari pekerjaan buruh itu de, abisnya waktu ibu banyak tersita. Udah gitu
gajinya gak seberapa” ibupun tersenyum menjelaskan alasan mengapa ia memilih
berhenti dari pekerjaannya menjadi buruh pabrik.
“mmm trus? Ibu mau jadi
ibu rumah tangga seutuhnya niiihh ceritanya?” Nadia menggoda ibunya seraya
merangkul pinggang ibunya.
“ya gak dong.. nanti ibu
cari pekerjaan baru. Kalo kaya gitu nanti anak ibu mau dikasih makan apa?”
Mereka berduapun tertawa
melepas kesedihan yang selama ini menggelayuti hatinya.
Nama : Santika Febriany
Facebook : Santika Febriany
Blog :
santikafebriany01.blogspot.com
Amanah : kemarin doa,
sekarang ikhtiar, besok jadi kenyataan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar