Salah satu
hobi yang telah mendarah daging didalam jiwa dan nafasku adalah menulis, karena
menulis merupakan salah satu kegiatan yang simplenya
bisa dilakukan oleh semua kalangan. Selain itu, menulis juga dapat masuk ke
berbagai dunia seperti dunia politik, budaya, komunikasi, informasi,
kedokteran, kesehatan dan sebagainya. Satu hal yang tak pernah aku sadari
selama menciptakan berbagai tulisan baik fiksi maupun non fiksi adalah
‘menulislah bagai air mengalir’, karena setiap aku menulis, aku selalu flashback membaca ulang tulisan tersebut
dari awal tanpa menunggu semua tulisan yang keluar dari pikiran aku dituangkan
secara keseluruhan karena aku ingin menciptakan tulisan yang sempurna. Tetapi
karena telah melalui berbagai proses pembelajaran, aku pun mulai mengerti bahwa
jika ingin menulis sesuatu janganlah berhenti ditengah jalan tetapi
diselesaikan terlebih dahulu. Selain itu, bukankah di dunia ini kesempurnaan
hanya milikNya?
Pernah
suatu ketika saat aku masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas tingkat
pertama, aku mengikuti perlombaan Karya Ilmiah Siswa yang merupakan salah satu
kegiatan menulis non fiksi, dan ketika aku mencoba menuangkan segala isi dari
pikiranku melalui sebuah tulisan non fiksi tersebut, dan aku menyerahkan hasil
tulisan Karya Ilmiah tersebut kepada pembimbingku, seketika itu pula dia
melakukan hal yang tidak aku duga yaitu mencoret sebagian lebih dari tulisanku.
Hal itu sangat menohok hatiku yang menyangka bahwa hasil dari tulisanku akan
diberikan apresiasi tinggi olehnya, tapi ternyata nihil. Semenjak kejadian itu,
aku selalu membaca ulang tulisan aku tanpa menyelesaikan tulisan aku terlebih
dahulu. Tetapi setelah melalui beberapa proses pembelajaran mengenai tulisan
non fiksi, ternyata wajar saja pembimbingku melakukan hal itu, karena untuk
menulis sebuah karya non fiksi membutuhkan sebuah data pendukung yang dapat memperkuat
hasil tulisanku, dan hal tersebut tidak aku lakukan pada saat itu. Terima kasih
untukmu pembimbingku J
Hal
tersebut telah menjadi kenangan terindah dimasa awal aku mulai menuai tulisan
non fiksi. Selain itu, pengalaman berharga mengenai tulis menulis yakni saat aku
duduk di bangku SMA pula dan telah naik tingkat, aku mengikuti perlombaan
Bahasa Indonesia yakni mengarang tulisan non fiksi pula tetapi bukan berupa
karya ilmiah, melainkan berupa artikel. Saat itu, akupun menerapkan segala
pembelajaran yang telah diberikan oleh guru pembimbingku. Sebelum perlombaan
tersebut terselenggara, aku mencari tahu lebih banyak mengenai apa yang ingin aku
tulis nanti saat perlombaa tiba. Saat itu aku menulis sebuah artikel mengenai gap antara Sekolah Bertaraf
Internasional dan Sekolah Standar Nasional. Dan saat yang paling menegangkan
pada perlombaan itupun telah terlalui dengan hasil yang memuaskan, aku mendapat
juara dan berhasil menuju tingkat perlombaan selanjutnya J
Waktupun
terus bergulir, akhirnya akupun mulai tertarik dengan dunia tulis menulis.
Tetapi saat aku mulai jatuh hati dengan dunia tulis menulis tersebut, aku
menerima sebuah judgement yang
sedikit melunturkan rasa cinta itu. Setiap tulisan yang aku hasilkan diberikan
kata-kata yang tidak mengenakan oleh orang-orang terdekat aku terutama oleh
keluarga aku, mereka mengatakan bahwa dunia tulis menulis tidak ada gunanya,
hanya mengajarkan kita menjadi orang yang malas dan menjadikan orang yang
menutup diri dari segala perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
Sejak saat itu, jika aku mengikuti perlombaan tulis menulis, aku tidak pernah
memberitahu kepada keluargaku terutama kepada orang tuaku. Hingga pada suatu
waktu, berkat suatu tulisan aku yang mungkin masih jauh dari sempurna itu, aku
dapat pergi ke Kota Jogjakarta untuk pertama kalinya, dan saat itu orang tuaku
menyertai pelepasan aku untuk pergi ke Kota Pelajar itu. Aku sangat senang
sekali, saat pelepasan itu terjadi orang tua aku menangis haru dengan senyum yang
terlukis diwajahnya. Saat berada di bus, aku menangis sambil melihat foto orang
tuaku karena akau akan meninggalkan beliau dalam kurun waktu yang lama.
Semenjak itupun, orang tuaku mulai membuka hati untuk merelakanku berkutat
dengan dunia tulis menulis.
Sejak duduk
dibangku kuliah, hobi itupun semakin merambah didalam diriku. Aku mulai mencoba
untuk membuat tulisan fiksi karena terlalu seringnya aku hanya menjadi pembaca
dari novel-novel best seller
membuatku berkeinginan seperti mereka yang berhasil membuat tulisan fiksi
fenomenal. Bulan demi bulanpun berlalu, dan tulisan novel yang saya ciptakan
dengan judul ‘Runtuhnya Tembok Penghalang Surga’ itu hampir selesai dengan
baik. Saat itu, teman saya meminjam flashdisk saya yang berisi softcopy novel
tersebut dan ternyata hilang karena dia lupa meletakkannya dimana. Sedih sekali
saat itu, dan sayapun tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya saya sedikit demi
sedikit melupakan keinginan saya untuk menciptakan sebuah novel karena
kesibukan kuliah pula yang dari hari ke hari semakin padat.
Ternyata jalan
yang aku tempuh yakni melupakan untuk tidak menciptakan tulisan fiksi itupun
tidak berhasil, karena hobiku membaca novel yang terus mendesak untuk dapat
membuat suatu karya yang dapat dikenang menjadi salah satu faktor dari
ketidakberhasilan untuk melupakan hal tersebut. Akupun mulai lagi menulis fiksi
tetapi berupa cerita pendek yang dikemas seperti konsep softcopy novel yang
telah lenyap bersama flashdisk. Saat itu, aku berinisiatif untuk membuat sebuah
blog untuk menyimpan berbagai tulisan cerpenku, dan akupun senang ternyata ada
orang yang mengunjungi situs blogku dan berbagai komentar diberikannya. Aku
juga pernah memosting tulisan fiksi berupa cerpen di facebookku yang berjudul
‘Runtuhnya Tembok Penghalang Surga’ dan banyak jempol yang menghiasi cerpenku,
banyak komentar pula yang hinggap di postingan cerpenku.
Waktu terus
bergulir, hingga akhirnya waktupun mempertemukanku kepada seseorang yang dapat
membantu diriku untuk menemukan wadah dari dunia tulis menulis. Aku diajak
untuk bergabung dalam suatu Forum, yakni Forum Lingkar Pena. Sejak saat itu,
aku bertambah jatuh cinta dengan dunia tulis menulis. Terima kasih untuk mba
Endang J