Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Jumat, 13 Desember 2013

Free Rider? Pengen Sih!


Entah ini namanya apa, yang jelas setiap saya mendapatkan tugas kelompok atau tugas yang harus dikerjakan secara bersama-sama, pastilah saya merasa kurang nyaman dan lebih dari lima puluh persen saya merasa bahwa pekerjaan yang dikerjakan secara bersama-sama ataupun pekerjaan yang dilakukan secara kelompok tidak bersifat adil atau ada yang mengerjakan tidak sesuai dengan porsinya. Istilah kerennya sih ada yang menjabat sebagai free rider. Memang pastilah ada di suatu kelompok bekerja atau kelompok belajar yang menjadi free rider. Namun tak pernah sedikitpun terlintas dibenak saya untuk menjadi free rider—pada sebelum itu.
                Mungkin salah satu kekurangan saya yang membuat bekerja kelompok terasa tidak nyaman (wabil khusus untuk teman-teman yang tidak mengenal siapa ‘saya’) adalah saya selalu ingin selesai lebih dulu dan tidak ingin menunda-nunda pekerjaan atau menumpukkan pekerjaan. Hal tersebut mungkin membuat teman-teman satu kelompok saya merasa tidak nyaman dan tidak mengerjakan tugas tersebut sesuai dengan deadline yang telah saya tentukan. Namun kembali lagi, sebenarnya saya melakukan hal tersebut hanya karena tidak ingin menambah beban teman-teman sekalian untuk memikirkan tugas tersebut dan jika tugas tersebut telah selesai maka tidak akan ada beban lagi, walaupun tugas tersebut dikumpulkan masih jauh-jauh hari. Karena (jujur saja) tugas saya atau amanah saya yang lain masih ada di waiting list dan harus segera diselesaikan.
                Tetapi sesekali saya pernah mencoba untuk tidak memberikan deadline dan saya pernah berpikir untuk menjadi seorang free rider lalu menerapkan jabatan free rider itu untuk mengerjakan tugas kelompok, tetapi giliran saya telah menjabat sebagai free rider, teman-teman sekelompok sayapun menanyakan apa yang harus mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas tersebut kepada saya. Hal itu membuat saya kembali memikirkan pembagian tugas dan jabatan free riderpun dicopot seketika mengingat bahwa tugas saya sebagai mahasiswa adalah (juga) memiliki kualitas dalam bidang akademik.
                Renungan seketika hinggap dipikiran saya karena suatu hal, yakni hal yang meluapkan perasaan mengapa saya tidak bisa menjadi free rider sedangkan yang lain bisa melakukan itu tanpa memikirkan tanggung jawab mereka. Semangat memang dibutuhkan dalam mengerjakan tugas berkelompok, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah action nyata dan tidak hanya sekedar ucapan. Berkali-kali saya menginstruksikan dan jika telah saya lakukan berkali-kali itu berarti tugas tersebut telah dekat dengan deadline, padahal jika mereka—teman sekelompok saya mengerjakan tugas sesuai dengan deadline, maka sayapun tidak akan ‘bawel’ meminta, memohon ataupun mengemis kepada mereka untuk mengumpulkan tugas mereka maupun mengerjakan tugas mereka.
                Sifat ini mungkin menjadi salah satu kekurangan saya yakni mengerjakan sesuatu dengan terburu-buru (silahkan baca karakteristik orang sanguinis-koleris apabila ingin mengetahui kekurangan saya seperti apa) dan ingin selesai lebih awal (lagi-lagi karena masih ada amanah di tempat lain) sehingga hal tersebut membuat semua teman-teman sekelompok saya tidak nyaman karena kebiasaan mereka tidak seperti saya yang ‘terburu-buru’ dan tidak bisa menyesuaikan kinerja saya yang bersifat mendeadline. memang benar apa kata salah satu guru saya sewaktu saya duduk dibangku SMK, bahwa kita tidak bisa membuat SEMUA ORANG menyetujui apa yang kita lakukan, tetapi setidaknya kita masih bisa membuat BANYAK ORANG menyetujui apa yang kita lakukan.
                Mungkin salah saya juga yang terlalu berfokus pada ketidaksetujuan teman-teman dengan kinerja saya yang lebih-lebih dari pada deadline, sedangkan saya tidak berfokus pada teman-teman saya yang setuju dengan sifat saya yang seperti itu (yang menanyakan apa yang harus mereka kerjakan dalam tugas tersebut). melaui tulisan ini, sebenarnya tujuan saya adalah untuk meminta maaf kepada setiap rekan yang pernah menjadi rekan saya dalam mengerjakan tugas kelompok karena sifat jelek saya yang mendeadlinekan segala sesuatu tidak pada tempatnya. Saya benar-benar minta maaf dan berharap semua yang pernah menjadi satu tim dengan saya bisa membuka pintu maaf yang selebar-lebarnya untuk saya.
                Tetapi pesan saya diakhir tulisan ini adalah: Maaf sebesar-besarnya dan tolong hargai teman kalian yang memiliki kepentingan diluar kepentingan sekelompok dan tolong berinisiatif tinggi dalam menanyakan tugas kelompok. Sekali lagi, semangat membara tak ada gunanya jika tidak ada action yang nyata!!! (ditulis dalam keadaan berderai air mata, kesal dan kecewa karena teman sekelompok bisnis saya tidak ada yang menunjukkan aksi nyatanya dan tidak ada yang berusaha untuk menjemput bola!. Hmm tanggal berapa ya sekarang?) 14/12/13

Kamis, 12 Desember 2013

Belum Saatnya, Rah!


“coba lo yang baju biru.. lay up-nya jangan dari kanan mulu dong. Gimana mau bisa kalo lo gak nyoba lay up dari kiri?” ujar Viko—sang senior basket sekolah menegur Farah yang sedari tadi tak ingin mencoba melalukan lay up dari sebelah kiri lapangan. Farah yang ditegur hanya memasang wajah manyun. Hari ini dia tidak mood untuk melanjutkan latihan basketnya, padahal selama ini dia tidak pernah absen untuk mengikuti ekskul basket karena tak ingin absen pula untuk sekedar melihat Viko—sang senior super jago main basket yang selama ini menjadi pujaan hatinya.
          “yaudah lah ka, gue ijin pulang dulu. Lagi gak mood!” Farahpun segera mengambil tasnya untuk segera pulang dan enyah dari lapangan. Sebenarnya Farah tak ingin pulang, tetapi karena sedari tadi Viko selalu memprotes permainannya di lapangan, iapun tak tahan untuk melanjutkan latihanyna, padahal permainannya sudah baik, ya walaupun dia tidak pernah mencoba untuk melakukan lay up dari kiri. Farah memutuskan untuk sekedar menghilangkan rasa bad moodnya di salah satu warung es kelapa yang selalu ia kunjungi setiap pulang sekolah.
          30 menit berlalu, tetapi Farah masih berada di warung es kelapa tersebut, karena ia merasa bad moodnya belum pudar padahal ia telah menghabiskan 3 gelas es kelapa,
          “oohh jadi lo mau nongkrong disini? Tadi katanya mau pulang.. dasar tukang boong.  Jujur aja kali, gak usah boong gitu sama anak-anak” suara Viko terdengar dari belakang punggung Farah, dan Viko segera duduk disamping Farah.
          “eh lo ka! Abis gue males banget sama lo! Dari tadi permainan gue di proteeeesss mulu. Padahal gue udah show up permainan terbaik gue tadi.”
          “hahaha baru gitu aja udah down, cupu banget sih lo..” Farah hanya terdiam mendengar ocehan Viko, sebenarnya ia terdiam ingin menghilangkan rasa deg-degannya yang sedang berada di dekat Viko karena tidak seperti biasanya Viko so akrab dengan Farah. “lo kok diem aja sih? Eheemm... pengen to the point ah, jadi selama ini dudu di mading buat gue itu dari lo?” tiba-tiba Farah tersendak mendengar ucapan Viko yang terakhir.
          Tau dari mana dia kalo selama ini yang ngirim dudu ke dia mengenai kekaguman gue itu dari gue? Waaahh ada yang bocor nih..batin Farah. Farah berusaha untuk menghilangkan kegrogiannya dengan diam terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari Viko.
          “hah? Ngg... nggak kak! Pede banget lo.. tau dari mana emang? lo aja gak tau nama gue siapa kan? Tadi aja buktinya manggil gue gak pake nama. ckckckck”
          “hahaha gak usah pucet gitu dong mukanya, ada lah.. Gue tuh sebenernya tau nama lo, Cuma tadi emang lagi males manggil nama lo aja. Hehe.. Ternyata cewek yang selama ini gue kagumin mengagumi gue juga. Dasyaatt, gak nyangka gue!!” ujar Viko seraya menatap langit di sore hari yang cukup cerah.
          “maksud lo?” kening Farah berkerut-kerut seperti sedang mengerjakan soal ujian sambil menunggu jawaban Viko selanjutnya.
          “pikir aja sendiri..” merekapun berlarut dalam percakapan yang cukup panjang dan menarik untuk keduanya, sehingga tak terasa langit sudah mulai menggelap. Lalu Farah izin untuk pulang, dan Viko menawarkan untuk mengantarkan tetapi Farah menolak.
          ***
          Next day, Farah berniat untuk menceritakan semua kejadian yang ia alami kemarin sore kepada Putri—sahabatnya yang selama ini mengetahui perihal kekaguman terhadap Viko yang sudah mendarah daging didiri Farah.
          “hah? Serius lo Rah?! Kok bisa sih?!! Sumpah bukan gue yang ngasih tau ke kak Viko soal dudu yang selalu lo kirimin buat dia. Tapi aneh ya.. kenapa dia bisa tau gitu? Emang ada yang tau soal itu selain gue?”
          “maka dari itu, gue bingung.. apa mungkin pihak dari pengurus mading ya yang ngasih tau? Wah kalo iya parah bangeet! Tapi ya Put, pas kemarin gue mulai asyik ngobrol sama dia, semua perasaan kekaguman gue dll yang selama ini bikin gue jadi gimanaaaaa gitu ke dia, hilang seketika! Gue tuh jadi ngerasa biasa aja gitu. Padahal lo tau kan? Gue udah lama gitu nge-fans banget sama Viko. Tuh kira-kira kenapa tuh?” belum sempat menjawab pertanyaan dari Farah, tiba-tiba orang yang menjadi objek pembicaraan mereka sudah berada diantara mereka.
          “hai Rah.. kantin yuk!?” Farah melirik ke arah Putri, dengan maksud bertanya apakah ia harus menerima tawaran dari Viko atau tidak. Putri mengiyakan dengan isyarat. Lalu Farahpun mengangguk setuju atas tawaran yang diajukan Viko untuknya.
          ***
          Keduanya menghabiskan makanan di kantin dengan lahap, banyak mata tertuju pada mereka berdua, tetapi Farah yang memang memiliki sikap cuek menganggap itu biasa saja karena memang yang sedang berada disampingnya kini adalah Viko, salah satu siswa famous yang berada di sekolahnya.
          “Rah.. gue mau ngomong sesuatu, boleh?” Tiba-tiba suasana menjadi sangat kaku dan serius karena nada bicara Viko yang memang sedang menunjukkan keseriusannya.
          “ngomong aja lagi kak, biasanya juga lo kalo ngomong gak pake minta ijin.”
          “mmm sebenernya gue udah lama mendam perasaan ini... dan maaf kalo sedikit menyinggung perasaan lo. ngg.. gu.. gue su..suka sama lo Rah.” Suara gugup yang berasal dari rongga mulut Viko membuat Farah tersendak karena Farah sedang dalam keadaan meminum jus jeruknya.
          “hah?! Apaaann kak?! Gue gak salah denger??!! Masa sih?”
          “nnggg iya bener.. kenapa emang? gak boleh ya? Gue tuh sengaja langsung ngomong ke lo kayak gini supaya gak kesamber orang duluan. Ngg.. lo mau gak jadi pacar gue?”
          Kok gue biasa aja ya...?? mana nih perasaan yang suka deg-degan? Liat Viko dari jauh juga biasanya deg-degan.. ini kok lagi ditembak malah biasa aja ya? Aadduuuhh gimana nih? Terima atau tolak ya? Batin Farah. Hening sejenak.
          “nggg.... sorry kak. Gue gak bisa.. gue.. nggg gue tuh Cuma kagum doang sama lo. Gak lebih.. mmm gue duluan ya kak!” Farahpun segera pergi meninggalkan Viko yang masih terpaku karena jawaban yang diberikan olehnya. Farah berlari menuju kelas dan langsung menuju bangku yang saat ini tengah diduduki oleh Putri. Lalu Farahpun menceritakan apa yang sehabis ia alami.
          “ckckckckck.... gak nyangka gue Rah! Ternyata selama ini lo kayak orang gila kalo liat Viko lewat didepan jendela kelas, lo yang gak pernah absen untuk ikut ekskul basket, lo yang selalu bilang iiihh Putri gue deg-degan banget abis ngeliat dia, tiba-tiba tuh feel hilang karena semua itu terbalas. Ngg... itulah Rah, yang namanya kagum. Just kagum!”
          “tapi Put.. gue bego gak sih nolak dia? Aaddduuuhh gimana ya..?”
          “gak kok.. lo gak bego. Gue setuju malah sama keputusan lo ini. Daripada nanti pas lo jadian tapi no feel kan? Yaudah mending lo sekarang biasa aja dan jauhin aja si Viko, daripada Vikonya sakit hati kalo liat lo, yakan? Lagipula nih ya, belum saatnya Rah lo punya pacar. Laah wong lo juga belum ngerti sama yang namanya cinta kan? Mending lo cari tau dulu deh makna cinta apa. Jangan tumbuhin rasa cinta kalo lo belum ngerti apa itu cinta. Gak ada gunanya juga kan lo pacaran? Apa coba manfaatnya? Lebih banyak ruginya lagi kalo lo pacaran... udah laah! Urusin sekolah dulu. Suksesin diri lo dulu. Bahagiain orang tua lo dulu. Nanti kalo udah siap, baru deh tuh cari pasangan hidup buat selamanya. Ya nggak??”
          “mmmm iya juga siihh... udah aah. Jangan nge-fans fans-an dulu. Daripada nanti yang gue fans-in malah suka sama gue dan guenya biasa aja kan berabe. Hehe” mereka berduapun tertawa lepas tanpa memedulikan sekitar.