Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Kamis, 29 November 2012

Cobalah Mengerti! (part 3)


Jefri terlihat salah tingkah saat Ina melihat memar biru yang nampak diwajahnya. Jefripun langsung mengalihkan pembicaraan agar tidak menuju pada pertanyaan Ina barusan.
“jadi lo mau tau gak kenapa gue panik gini nyari Tio?”
“aduuuuhh lo kok sekarang jadi oneng gitu sih Jep? Orang nanya malah dikacangin, paraahh! Sahabat tuh?” sambil mengerlingkan matanya, Ina pun melangkah pergi.
“eeeiiittttt stop stop Na, lo masa gak mau bantuin gue nyari Jefri sih? Gawat nih! Si kapten futsal nungguin dia tuh di lapangan soalnya kata dia sih si Tio tuh nantangin buat tanding futsal gitu.. gila kan sih Tio?” Jefripun menjelaskan maksud hati mencari Tio sore itu tanpa diminta oleh Ina.
“haaahh? Seriusan Jep? Kok bisa? Gimana ceritanya? Sok jagoan banget si Tio, dia kan jagonya dibasket yak? Adduuhh gaya banget sih segala pake lawan kapten futsal yang sok kegantengan itu..”
“eh bawel.. nyerocos aja kayak petasan jangwe. Udah ayoo cari Tio.” Jefripun melangkah pergi meninggalkan Ina, tapi kali ini Ina membuntuti arah kaki Jefri melangkah.
Didalam perjalanan mencari Tio disetiap sudut ruangan kelas maupun sekolah, akhirnya mereka pun bertemu dengan Tio yang baru saja keluar dari ruangan Kepala Sekolah, lalu Jefri setengah berlari menghampiri Tio.
“Tiooo...Tioo!” Tiopun menolehkan kepala kearah sumber suara berada.
“eh elo Jef, kenapa?”
“lo abis ngapain dari ruang Kepsek?” tanya Jefri penasaran.
“abis latihan futsal sama Bu Kepsek buat tanding sama Fikri hari ini..” tanpa mendengar komentar dari Jefri lebih lanjut, Tio pun segera menuju lapangan futsal.
***
Ternyata suasana lapangan telah dipenuhi oleh sorak sorai pendukung dari kubu Fikri, dan saat Tio datang suara gemuruh itu semakin ramai. Sebenarnya Tio tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain menjawab tantangan dari Fikri dengan menghadiri pertandingan futsal sore itu. Tim futsal Fikri telah siap di lapangan, sedangkan dari Tim futsal Tio ditemani oleh teman-teman terdekatnya, tak terkecuali Jefri.
“okeh, karena kedua tim telah siap. Pertandingan akan dimulai..” suara wasit membungkam keramaian.
Prriiiiitttt!!!!
Pembuka pertandingan diawali oleh Tim futsal Fikri yang nampak menguasai lapangan pada sore itu, dengan lincahnya dia membawa bola yang digiring dan melewati musuh-musuhnya dengan mudah. Saat Fikri akan menendang bola menuju gawang, ternyata dihalangi oleh Tio, dan Tio pun membawa bola menuju gawang musuh.
“TIO TIO TIO TIOOOOO.....!!!! AYO TIO SEMANGAAATTTT!!!” suara Ina nampak nyaring sekali dan membuat teman yang berada disampingnya meringis sambil memegang telinganya itu.
“Ina! Kok lo malah nyemangatin Tio sih?! Liat tuh? Dia tuh gak bisa main futsal, parah banget sih! Bukannya stop-in pertandingannya!!” wanita yang memiliki rasa yang berbeda terhadap Tio –Rina, merasa lelaki yang sedang melawan kapten futsal itu akan menghabisinya di lapangan tersebut.
Tetapi tiba-tiba...
Priiitttt!!!!
“BERHENTIIIIII!!!! PRIT PRIT PRIITTTT!!!” suara Pak Ratimin memecah lapangan dan membuat semua mata tertuju kepada asal suara bersumber.
“memangnya hari ini ada ekskul futsal, Fikri??!!” tanya pak Ratimin kepada kapten futsal dengan nada suara yang meninggi.
“ngg....ngg...maaf pak, ini lagi latihan untuk mm lombaa, ya lomba futsal pak, besok di SMA Elang.” Fikri tampak gugup menghadapi Ketua Ekstrakulikuler Lapangan.
“oh yaaa????!!! Kenapa saya tidak tahu soal itu ya?! Lalu apakah Tio sang kapten basket ikut serta dalam perlombaan itu?!!” Pak Ratimin semakin memojokkan Fikri.
“.....” Fikri tidak dapat menjawab pertanyaan pak Ratimin lebih lanjut.
“dan kamu Tio! Bukankah hari ini jadwal ekskul basket? Mengapa kamu tidak mengkoordinir teman-teman kamu untuk berkumpul di lapangan sore ini?!”
“kalian berdua ikut saya ke ruangan, sekarang!!” tanpa menunggu respon kedua muridnya, Pak Ratiminpun mengakhiri percakapan tersebut dan lapanganpun seketika sepi disapu keadaan mencengkam yang telah terlewati.
***
“kalian berdua tau kan kalo hari ini itu jadwalnya ekskul basket menggunakan lapangan sekolah? Tadi itu ada anak kelas 2 yang menghadap ke Bapak memberitahu perihal digunakannya lapangan sekolah sebagai ajang pertandingan tidak sehat antara kalian berdua! Bisakah kalian berdua menjelaskan??!!”

Kamis, 22 November 2012

Cobalah Mengerti! (part 2)


“Tioo! Lo ngapain disitu?” terdengar suara memanggil dari arah punggung Tio, ternyata Ina –sahabat perempuan Tio. Tiopun mengarahkan pandangannya ke arah suara yang memanggilnya dan mengurungkan niatnya untuk mengintip apa yang sedang terjadi di sekitar toilet itu, karena memang Tio adalah sosok yang tidak terlalu memusingkan atau memikirkan hal yang bukan menjadi urusannya.
“eh lo Na, gue kira siapa.” Jawab Tio setengah datar karena menutupi kekagetannya akibat ulah Ina yang memanggil dengan nada suara 10 oktaf.
“lo ngapain depan toilet gitu? Kalo mau masuk ya masuk jangan kayak maling gitu, ngendep-ngendep, masa masuk toilet yang emang untuk jenis kelamin lo aja pake setengah hati gitu sih yo? Hahahahaha”
“eehhh, ngomong sembarangan, gue plester mulut lo sini mau hah?” rona merah wajah Tio karena malu dipergoki sangat kentara dan membuat Ina tak henti-hentinya meledeki Tio. Merekapun berkejaran, hingga Ina menabrak Bu Kepsek yang kini berada dihadapannya.
“maa..maa.maaf Bu. Kami gak sengaja” Tio mengambil alih kata maaf karena Ina masih tersungkur akibat menabrak Ibu Kepsek.
“kalian mengapa berada di luar kelas? Bukankah sekarang pelajaran tengah berlangsung?” tanya Bu Kepsek dengan khas wibawanya. Beliau tak nampak sedikitpun marah akibat ulah siswanya itu.
“eh..ngg iya Bu. Ini saya mau ke kelas. Maafkan saya ya Bu” jawab Ina sambil yang berusaha berdiri sambil menundukkan kepala dan membersihkan rok-nya, lalu Inapun berlari meninggalkan Bu Kepsek dan Tio.
“kamu? Tidak mau masuk kelas juga?” tanya Bu Kepsek heran.
“ngg..anu bu......sa.saya dikeluarkan dari kelas bu..” jawab Tio sambil menundukkan kepalanya seakan ada hal yang menarik perhatian dibawah kakinya itu.
“baik, kamu ikut ibu ke kantor sekarang..”
***
Bel pun berdering sebanyak tiga kali yang menandakan waktu sekolah hari itu telah berakhir. Sore itu anak-anak yang masih memiliki kegiatan di sekolah, tidak berangsur kembali ke rumah mereka, ada yang sekedar mampir ke basecamp ekskulnya masing-masing, ada yang menunggu kekasih di parkiran untuk sekedar pulang bersama, dan masih banyak lagi. Lain hal dengan Jefri yang nampak bingung karena belum menemukan batang hidung sahabatnya yang berbeda kelas itu –Tio. Saat sedang mencari-cari Tio, dia berpapasan dengan Ina yang sedang berjalan dengan teman-temannya.
“Na.. lo liat Tio gak?”
“Tio? Kagak tuh, kan gue gak sekelas Jep! Emang kenapa?”
“Jap Jep Jap Jep.. halllooooo? Nama gue tuh JEFRII. J-E-F-R-I, okey? Bukan JEPRI! Fine?” jawab Jefri yang seringkali menasihati Ina karena tak kunjung memanggilnya Jefri, melainkan Jepri.
“ahh, masa bodo amat lah. Emang gue pikirin, weee” sambil menjulurkan lidahnya, Ina tertawa terbaha-bahak.
“ehhh curut.. seriusan ah gue. Masa lo gak liat sih? Temenin gue nyari nyok? Soalnya ada yang bener-bener gawat banget nih” tanpa menunggu persetujuan dari Ina, Jefripun segera menarik tangan Ina untuk mengikuti langkah kaki Jefri.
“eh Jep, pelan-pelan napa. Gile kali lu yak! Kasar amat jadi cowo, pantes Indah gak pernah ngubris ‘tembakan’ lo. Ckck” Ina nampak menggeleng-gelengkan kepala karena melihat ulah sahabatnya itu.
“ah elaaahh bawel banget lu..”
Merekapun berjalan menuju kelasnya Tio yang berada di lantai paling atas di sekolahnya itu. Sesampainya di kelas, hanya ada lima orang siswa yang tengah melaksanakan piket kelas harian.
“permisi.. Tionya ada gak ya?” tanya Ina sopan kepada salah seorang yang sedang membersihkan kaca jendela kelas.
“ehh iya, Tio? Tau tuh, tadi sih pas mau ulangan matematika dia dikeluarin dari kelas gara-gara gak konsen gitu sama pelajaran. Tapi masih ada tasnya tuh..” mata seorang wanita itu menunjukkan keberadaan tas Tio.
“oohh okeh, thanks ya..” jawab Jefri sambil menarik tangan Ina lagi dan segera mengambil tas Tio.
“iiiiihhhhhhhhhhh.... lo apa-apaan sih Jep! Dari tadi tangan gue di tengteng kayak gini, digiring kesana kemari. Emangnya gue sampah apa?! Sakit tau!” jawab Ina dengan kesal sambil menarik kasar tangannya itu.
“hehehe maaf yaaa neng...... lu gak tau sih apa yang sedang terjadi” jawab Jefri belaga sok dewasa.
“aallaaaah gaya banget lu, emang ada apaan sih Jep? Kok kayak panik gitu mukanya?”
“emang gue lagi paniiikk oneeeenggg!! Grrr” jawab Jefri sebal melihat ulah Ina yang polos bak buku catatan kosong.
“trus mata lo kenapa tuh? Kok biru gitu Jep?”
To be continued

Jumat, 16 November 2012

Cobalah Mengerti! (part 1)


“Tio..!! lo dicariin tuh sama Fikri, katanya dia, lo kemaren nantangin  dia buat main futsal sore ini, emang bener?” tanya Jefri –sahabat yang sejak kecil selalu bersama Tio –terengah-engah saat memberitahukan informasi kepada Tio karena berlari dengan kecepatan yang tak terduga itu.
“hah? Nantangin gimana maksud lo Jef?” alis mata Tio mengangkat sebelah dan menunjukkan mimik wajah tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu.
“aduuuhh gue gak tau deh, lagi lo ngada-ngada aja sih pake nantangin main futsal sama tuh orang sombong! Udah yuk, gue ke kelas dulu ya soalnya pelajaran IPA udah mau mulai nih..” tak sempat mendengar lebih jelas penjelasan dari Jefri, dia pun lenyap ditelah langkahnya. Tio masih berdiam diri dengan ketidak mengertian atas apa yang baru saja disampaikan oleh sahabatnya itu.
***
Siang itu terasa sangat terik karena matahari yang memang tak mengajak insan di muka bumi untuk bersahabat pada hari itu. Tio yang kali ini tengah berada di kelas Matematika, tidak konsentrasi atas apa yang telah disampaikan oleh guru Matematika –pelajaran yang selama ini menjadi bulan-bulanan kebencian dirinya.
“ya baik, sekarang tutup buku, kita akan melakukan ulangan mengenai integral yang baru saja ibu jelaskan di papan tulis, segera!” suara Bu Mira menggelegar bagaikan petir di siang hari bolong.
“yaaaaaahhhhhhhhhhhhh.................. bu! Kita belum ngerti bu!” celetuk salah satu murid laki-laki yang terkenal dengan kebengalannya itu.
“apaaa?!! Kamu bilang belum mengerti? Dari tadi ibu cuap-cuap panjang lebar, dan saat ibu bertanya apakah ada yang kurang jelas, dan kalian diam, kamu bilang sekarang tidak mengerti?! Pintar sekali kamu Ridho!! Baiklah, ibu beri waktu 10 menit lagi untuk kalian bertanya kepada saya apa yang belum kalian mengerti..” pandangan guru bermata empat itu menyapu seisi ruangan, dan nihil. Semua murid terdiam dan tak ada yang berani mengeluarkan suara sedikitpun.
“okeh! Ibu anggap kalian telah mengerti, sekarang kita ulangan..”
Murid-muridpun segera mengikuti perintah dari Bu Mira, tetapi Tio belum mengerti akan perintah guru yang dikenal dengan ke-killer-annya itu.
“Tio! Apa kamu tidak mendengarkan instruksi dari ibu! Kenapa masih terdiam? Seperti ayam yang mau dipotong!”
“ng...eh...mm..maaf bu, emang se..sekarang mau pada ke..mana bu?” Tio terlihat gugup dan bingung karena semua teman-temannya memasukkan buku pelajaran kedalam tas masing-masing.
“TIOOO!!! Apa yang kamu lamunkan sedari tadi sehingga kamu tidak mendengar perintah Ibu?!” Bu Mira tampak menaikkan alis, tangannya bertolak pinggang dan nafasnya memburu akibat ulah yang telah dilakukan oleh Tio.
“.....” Laki-laki berperawakan tinggi dan berkulit hitam manis itu masih diam terpaku dengan kejadian yang sedang dia alami. Tiopun menenggelamkan wajahnya kedalam angka-angka dibuku yang tengah dihadapannya.
“kamu sekarang keluar!!” perintah Bu Mira sambil menunjukkan arah pintu untuk Tio melangkahkan kakinya.
Tio pun pergi meninggalkan kelas dengan setengah berlari. Tiba-tiba dia mendengar suara orang yang kurang jelas di toilet laki-laki, dan Tio pun menghampiri dengan nafas tertahan sambil melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati. Tiba-tiba...
Praak!!
To be continued