Terima Kasih atas lukisan luka dihati yang rapuh ini
Terima Kasih untuk goresan pedih yang kau ukir dijiwa yang lemah ini
Terima Kasih untuk coretan resah yang kau hias dinafas ini
Terima Kasih atas segala cabikan rindu yang membekas dilubuk hati ini
Terima Kasih tak terkira atas keindahan-keindahan yang kau biarkan tergambar diraga ini
kini kutahu apa yang seharusnya tak aku tahu
kini aku tahu apa yang seharusnya tak engkau tahu
kau pun mengerti tentang Jamur Persetan yang hinggap dihidup ini
kaupun mengerti tentang bakteri jahat yang menghantui langkah ini
tetapi kau tak pernah tahu apa yang seharusnya engkau tahu
bukannya aku tak ingin menyimpan Jamur Persetan itu dihati ini
tetapi karena aku tahu dimana seharusnya menyimpan Jamur Persetan itu
bukannya aku tak mau menjaga Jamur Persetan itu diraga ini
tetapi karena aku tahu siapa yang pantas menjaga Jamur Pesetan itu
Jamur Persetan yang belum tepat waktu untuk merasuki hati ini
kaupun kelak akan mengerti mengapa aku melakukan ini
karena kelak Jamur Persetan itu akan mengetahui waktu yang tepat
waktu yang akan mengubah dirinya menjadi mawar indah yang harum nan mewangi
untuk itu, aku tahu apa yang terbaik untukku dan untukku
Terima Kasih untukmu sang pemain hati dan penebar Jamur Persetan
Mengenai Saya
- SANTIKA FEBRIANY'S WRITING
- Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!
Kamis, 06 Desember 2012
Ummu Kultsum Binti Muhammad SAW
Assalamu'alaikum ikhwahfillah
disini saya akan memposting cerita yang saya kutp dari http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/ummu-kultsum-binti-muhammad-wafat-9-h/ mengenai Ummu Kultsum binti Muhammad SAW.
mengapa saya ingin menceritakan beliau lewat blog ini? karena Ummu Kultsum binti Muhammad SAW merupakan sosok wanita sahabiyah yang saya idamkan :)
check it out!
disini saya akan memposting cerita yang saya kutp dari http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/ummu-kultsum-binti-muhammad-wafat-9-h/ mengenai Ummu Kultsum binti Muhammad SAW.
mengapa saya ingin menceritakan beliau lewat blog ini? karena Ummu Kultsum binti Muhammad SAW merupakan sosok wanita sahabiyah yang saya idamkan :)
check it out!
Ummu Kultsum adalah adik Ruqayyah , putri Rasulullah . Ia telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, saudara Utbah yang telah menikahi Ruqayyah, sebelurn mereka mengenal Islam. Lalu ketika Rasulullah . telah diangkat menjadi Nabi, ia dan saudara-saudaranya memeluk Islam dengan lapang dada. Dan dakwah Nabi . yang selalu ditentang oleh Abu lahab beserta keluarganya ini, menyebabkan Allah telah mewahyukan kepada Nabi . firman-Nya yang berbunyi, Maka celakalah kedua tangan Abu lahab’(Al-lahab: 1) ‘ Setelah tutun ayat ini, Abu lahab berkata kepads Utaibah anaknya, “Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan putri Nabi. Maka dia pun menceraikan istrinya, Ummu Kultsum begitu saja. Utaibah mendatangi Nabi . dan mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati Rasulullah . Atas periakuan itu, maka Rasulullah . telah berdoa kepada Allah, agar mengirimkan anjing-anjing-Nya untuk membinasakan Utaibah. Dan apa yang telah didoakan oleh Nabi . terhadap Utaibah itu benar-benar teriadi.
Dalam suatu perjalanan, seekor singa yang ganas teiah memilih Utaibah di antara teman-temannya untuk diterkam kepalanya. Utaibah mati dalam keadaan yang sangat mengerikan. Setelah bercerai, maka Ummu Kultsum kembali tinggal bersama Rasulullah . di Mekkah. Dia ikut hijrah ke Madinah ketika Rasulullah . berhijrah, kemudian tinggal di sana bersama keluarga Rasulullah . Ruqayyah dan Ummu Kultsum adalah dua orang saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua teriahir dari bapak yang sama, ibu yang sama, suami mereka pun kakak beradik yang namanya mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang sama, masuk Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan setelah perceraian itu, mereka mempunyai suami yang sama pula
Ketika Ruqayyah meninggal dunia, maka Utsman bin Affan. menikahi Ummu Kultsum yang masih perawan yang belum terjamah oleb Utaibah. Pada waktu itu adalah bulan Rabi’ul-Awwal, tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah. Rasulullah . berkata, ‘Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman.’ Ummu Kultsum adaiah seorang wanita yang cantik. la senang memakai jubah sutra yang bergaris. Pada hari wafatnya, jenazahnya telah dimandikan oleh Asma’ binti Umais dan Shafiah binti Abdul Muthalib. jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari batang polgon palem yang baru dipotong. Dan pada saat penguburannya, Rasulullah . duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum dengan berlinangan air mata. Beliau berkata, siapa di antara kalian yang tidak bercampur dengan istrinya tadi malam?’ Abu Thalhah ra. berkata, ‘Aku, ya Rasulullah ‘ lalu Beliau menyuruhnya, “Turunlah kamu.” Maka Abu Thalhah turun dan menguburkan Ummu Kultsum.
–ooOoo—
Ruqoyyah dan Ummu Kultsum
Lahir dua orang putri dari rahim ibunya, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza radhiallahu ‘anha. Menyandang nama Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiallahu ‘anhuma, di bawah ketenangan naungan seorang ayah yang mulia, Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muththalib Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebelum datang masa sang ayah diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda bernama ‘Utbah, putra Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib, sementara Ummu Kultsum menikah dengan saudara ‘Utbah, ‘Utaibah bin Abi Lahab. Namun, pernikahan itu tak berjalan lama. Berawal dengan diangkatnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi, menyusul kemudian turun Surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab, maka Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Dia berkata kepada dua putranya, ‘Utbah dan ‘Utaibah yang menyunting putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Haram jika kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!”
Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah selamatkan mereka berdua dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha disunting oleh seorang sahabat mulia, ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Sebagaimana kaum muslimin yang lain, mereka berdua menghadapi gelombang ujian yang sedemikian dahsyat melalui tangan kaum musyrikin Mekkah dalam menggenggam keimanan. Hingga akhirnya, pada tahun kelima setelah nubuwah, Allah Subhanahu wa Ta’ala bukakan jalan untuk hijrah ke bumi Habasyah, menuju perlindungan seorang raja yang tidak pernah menzalimi siapa pun yang ada bersamanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu membawa istrinya di atas keledai, meninggalkan Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat yang lainnya, berjalan kaki menuju pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu seharga setengah dinar.
Di bumi Habasyah, Ruqayyah radhiallahu ‘anha melahirkan seorang putra yang bernama ‘Abdullah. Akan tetapi, putra ‘Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu ketika, ada seekor ayam jantan yang mematuk matanya hingga membengkak wajahnya. Dengan sebab musibah ini, ‘Abdullah meninggal dalam usia enam tahun.
Perjalanan mereka belum berakhir. Saat kaum muslimin meninggalkan negeri Makkah untuk hijrah ke Madinah, mereka berdua pun turut berhijrah ke negeri itu. Begitu pun Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha, berhijrah bersama keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selang berapa lama mereka tinggal di Madinah, bergema seruan perang Badr. Para sahabat bersiap untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Namun bersamaan dengan itu, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha diserang sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk tetap tinggal menemani istrinya.
Ternyata itulah pertemuan mereka yang terakhir. Di antara malam-malam peristiwa Badr, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya karena sakit yang dideritanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu sendiri yang turun untuk meletakkan jasad istrinya di dalam kuburnya.
Saat diratakan tanah pekuburan Ruqayyah radhiallahu ‘anha, terdengar kabar gembira kegemilangan pasukan muslimin melibas kaum musyrikin yang diserukan oleh Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama datangnya kemenangan, saat Ruqayyah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha pergi untuk selama-lamanya pada tahun kedua setelah hijrah.
Sepeninggal Ruqayyah radhiallahu ‘anha, ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu menawarkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk menikah dengan putrinya, Hafshah bintu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma yang kehilangan suaminya di medan Badr. Namun saat itu ‘Utsman dengan halus menolak. Datanglah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan kekecewaannya.
Ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan yang lebih baik dari itu semua. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah radhiallahu ‘anha untuk dirinya, dan menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu dengan putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Tercatat peristiwa ini pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.
Enam tahun berlalu. Ikatan kasih itu harus kembali terurai. Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya pada tahun kesembilan setelah hijrah, tanpa meninggalkan seorang putra pun bagi suaminya. Jasadnya dimandikan oleh Asma’ bintu ‘Umais dan Shafiyah bintu ‘Abdil Muththalib radhiallahu ‘anhuma. Tampak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazah putrinya. Setelah itu, beliau duduk di sisi kubur putrinya. Sembari kedua mata beliau berlinang air mata, beliau bertanya, “Adakah seseorang yang tidak mendatangi istrinya semalam?” Abu Thalhah menjawab, “Saya.” Kata beliau, “Turunlah!”
Jasad Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha dibawa turun dalam tanah pekuburannya oleh ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-‘Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah meridhai keduanya…. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Kamis, 29 November 2012
Cobalah Mengerti! (part 3)
Jefri
terlihat salah tingkah saat Ina melihat memar biru yang nampak diwajahnya.
Jefripun langsung mengalihkan pembicaraan agar tidak menuju pada pertanyaan Ina
barusan.
“jadi
lo mau tau gak kenapa gue panik gini nyari Tio?”
“aduuuuhh
lo kok sekarang jadi oneng gitu sih Jep? Orang nanya malah dikacangin, paraahh!
Sahabat tuh?” sambil mengerlingkan matanya, Ina pun melangkah pergi.
“eeeiiittttt
stop stop Na, lo masa gak mau bantuin gue nyari Jefri sih? Gawat nih! Si kapten
futsal nungguin dia tuh di lapangan soalnya kata dia sih si Tio tuh nantangin
buat tanding futsal gitu.. gila kan sih Tio?” Jefripun menjelaskan maksud hati
mencari Tio sore itu tanpa diminta oleh Ina.
“haaahh?
Seriusan Jep? Kok bisa? Gimana ceritanya? Sok jagoan banget si Tio, dia kan
jagonya dibasket yak? Adduuhh gaya banget sih segala pake lawan kapten futsal
yang sok kegantengan itu..”
“eh
bawel.. nyerocos aja kayak petasan jangwe. Udah ayoo cari Tio.” Jefripun
melangkah pergi meninggalkan Ina, tapi kali ini Ina membuntuti arah kaki Jefri
melangkah.
Didalam
perjalanan mencari Tio disetiap sudut ruangan kelas maupun sekolah, akhirnya
mereka pun bertemu dengan Tio yang baru saja keluar dari ruangan Kepala
Sekolah, lalu Jefri setengah berlari menghampiri Tio.
“Tiooo...Tioo!”
Tiopun menolehkan kepala kearah sumber suara berada.
“eh
elo Jef, kenapa?”
“lo
abis ngapain dari ruang Kepsek?” tanya Jefri penasaran.
“abis
latihan futsal sama Bu Kepsek buat tanding sama Fikri hari ini..” tanpa
mendengar komentar dari Jefri lebih lanjut, Tio pun segera menuju lapangan
futsal.
***
Ternyata
suasana lapangan telah dipenuhi oleh sorak sorai pendukung dari kubu Fikri, dan
saat Tio datang suara gemuruh itu semakin ramai. Sebenarnya Tio tidak tahu apa
yang harus dia lakukan selain menjawab tantangan dari Fikri dengan menghadiri
pertandingan futsal sore itu. Tim futsal Fikri telah siap di lapangan,
sedangkan dari Tim futsal Tio ditemani oleh teman-teman terdekatnya, tak
terkecuali Jefri.
“okeh,
karena kedua tim telah siap. Pertandingan akan dimulai..” suara wasit
membungkam keramaian.
Prriiiiitttt!!!!
Pembuka
pertandingan diawali oleh Tim futsal Fikri yang nampak menguasai lapangan pada
sore itu, dengan lincahnya dia membawa bola yang digiring dan melewati
musuh-musuhnya dengan mudah. Saat Fikri akan menendang bola menuju gawang,
ternyata dihalangi oleh Tio, dan Tio pun membawa bola menuju gawang musuh.
“TIO
TIO TIO TIOOOOO.....!!!! AYO TIO SEMANGAAATTTT!!!” suara Ina nampak nyaring
sekali dan membuat teman yang berada disampingnya meringis sambil memegang
telinganya itu.
“Ina!
Kok lo malah nyemangatin Tio sih?! Liat tuh? Dia tuh gak bisa main futsal,
parah banget sih! Bukannya stop-in pertandingannya!!” wanita yang memiliki rasa
yang berbeda terhadap Tio –Rina, merasa lelaki yang sedang melawan kapten
futsal itu akan menghabisinya di lapangan tersebut.
Tetapi
tiba-tiba...
Priiitttt!!!!
“BERHENTIIIIII!!!!
PRIT PRIT PRIITTTT!!!” suara Pak Ratimin memecah lapangan dan membuat semua
mata tertuju kepada asal suara bersumber.
“memangnya
hari ini ada ekskul futsal, Fikri??!!” tanya pak Ratimin kepada kapten futsal
dengan nada suara yang meninggi.
“ngg....ngg...maaf
pak, ini lagi latihan untuk mm lombaa, ya lomba futsal pak, besok di SMA
Elang.” Fikri tampak gugup menghadapi Ketua Ekstrakulikuler Lapangan.
“oh
yaaa????!!! Kenapa saya tidak tahu soal itu ya?! Lalu apakah Tio sang kapten
basket ikut serta dalam perlombaan itu?!!” Pak Ratimin semakin memojokkan
Fikri.
“.....”
Fikri tidak dapat menjawab pertanyaan pak Ratimin lebih lanjut.
“dan
kamu Tio! Bukankah hari ini jadwal ekskul basket? Mengapa kamu tidak
mengkoordinir teman-teman kamu untuk berkumpul di lapangan sore ini?!”
“kalian
berdua ikut saya ke ruangan, sekarang!!” tanpa menunggu respon kedua muridnya, Pak
Ratiminpun mengakhiri percakapan tersebut dan lapanganpun seketika sepi disapu
keadaan mencengkam yang telah terlewati.
***
“kalian
berdua tau kan kalo hari ini itu jadwalnya ekskul basket menggunakan lapangan
sekolah? Tadi itu ada anak kelas 2 yang menghadap ke Bapak memberitahu perihal
digunakannya lapangan sekolah sebagai ajang pertandingan tidak sehat antara
kalian berdua! Bisakah kalian berdua menjelaskan??!!”
Kamis, 22 November 2012
Cobalah Mengerti! (part 2)
“Tioo!
Lo ngapain disitu?” terdengar suara memanggil dari arah punggung Tio, ternyata
Ina –sahabat perempuan Tio. Tiopun mengarahkan pandangannya ke arah suara yang
memanggilnya dan mengurungkan niatnya untuk mengintip apa yang sedang terjadi
di sekitar toilet itu, karena memang Tio adalah sosok yang tidak terlalu
memusingkan atau memikirkan hal yang bukan menjadi urusannya.
“eh
lo Na, gue kira siapa.” Jawab Tio setengah datar karena menutupi kekagetannya
akibat ulah Ina yang memanggil dengan nada suara 10 oktaf.
“lo
ngapain depan toilet gitu? Kalo mau masuk ya masuk jangan kayak maling gitu,
ngendep-ngendep, masa masuk toilet yang emang untuk jenis kelamin lo aja pake
setengah hati gitu sih yo? Hahahahaha”
“eehhh,
ngomong sembarangan, gue plester mulut lo sini mau hah?” rona merah wajah Tio
karena malu dipergoki sangat kentara dan membuat Ina tak henti-hentinya
meledeki Tio. Merekapun berkejaran, hingga Ina menabrak Bu Kepsek yang kini
berada dihadapannya.
“maa..maa.maaf
Bu. Kami gak sengaja” Tio mengambil alih kata maaf karena Ina masih tersungkur
akibat menabrak Ibu Kepsek.
“kalian
mengapa berada di luar kelas? Bukankah sekarang pelajaran tengah berlangsung?”
tanya Bu Kepsek dengan khas wibawanya. Beliau tak nampak sedikitpun marah
akibat ulah siswanya itu.
“eh..ngg
iya Bu. Ini saya mau ke kelas. Maafkan saya ya Bu” jawab Ina sambil yang
berusaha berdiri sambil menundukkan kepala dan membersihkan rok-nya, lalu
Inapun berlari meninggalkan Bu Kepsek dan Tio.
“kamu?
Tidak mau masuk kelas juga?” tanya Bu Kepsek heran.
“ngg..anu
bu......sa.saya dikeluarkan dari kelas bu..” jawab Tio sambil menundukkan
kepalanya seakan ada hal yang menarik perhatian dibawah kakinya itu.
“baik,
kamu ikut ibu ke kantor sekarang..”
***
Bel
pun berdering sebanyak tiga kali yang menandakan waktu sekolah hari itu telah
berakhir. Sore itu anak-anak yang masih memiliki kegiatan di sekolah, tidak
berangsur kembali ke rumah mereka, ada yang sekedar mampir ke basecamp ekskulnya masing-masing, ada
yang menunggu kekasih di parkiran untuk sekedar pulang bersama, dan masih
banyak lagi. Lain hal dengan Jefri yang nampak bingung karena belum menemukan
batang hidung sahabatnya yang berbeda kelas itu –Tio. Saat sedang mencari-cari
Tio, dia berpapasan dengan Ina yang sedang berjalan dengan teman-temannya.
“Na..
lo liat Tio gak?”
“Tio?
Kagak tuh, kan gue gak sekelas Jep! Emang kenapa?”
“Jap
Jep Jap Jep.. halllooooo? Nama gue tuh JEFRII. J-E-F-R-I, okey? Bukan JEPRI!
Fine?” jawab Jefri yang seringkali menasihati Ina karena tak kunjung
memanggilnya Jefri, melainkan Jepri.
“ahh,
masa bodo amat lah. Emang gue pikirin, weee” sambil menjulurkan lidahnya, Ina
tertawa terbaha-bahak.
“ehhh
curut.. seriusan ah gue. Masa lo gak liat sih? Temenin gue nyari nyok? Soalnya
ada yang bener-bener gawat banget nih” tanpa menunggu persetujuan dari Ina,
Jefripun segera menarik tangan Ina untuk mengikuti langkah kaki Jefri.
“eh
Jep, pelan-pelan napa. Gile kali lu yak! Kasar amat jadi cowo, pantes Indah gak
pernah ngubris ‘tembakan’ lo. Ckck” Ina nampak menggeleng-gelengkan kepala
karena melihat ulah sahabatnya itu.
“ah
elaaahh bawel banget lu..”
Merekapun
berjalan menuju kelasnya Tio yang berada di lantai paling atas di sekolahnya
itu. Sesampainya di kelas, hanya ada lima orang siswa yang tengah melaksanakan
piket kelas harian.
“permisi..
Tionya ada gak ya?” tanya Ina sopan kepada salah seorang yang sedang
membersihkan kaca jendela kelas.
“ehh
iya, Tio? Tau tuh, tadi sih pas mau ulangan matematika dia dikeluarin dari
kelas gara-gara gak konsen gitu sama pelajaran. Tapi masih ada tasnya tuh..”
mata seorang wanita itu menunjukkan keberadaan tas Tio.
“oohh
okeh, thanks ya..” jawab Jefri sambil menarik tangan Ina lagi dan segera
mengambil tas Tio.
“iiiiihhhhhhhhhhh....
lo apa-apaan sih Jep! Dari tadi tangan gue di tengteng kayak gini, digiring
kesana kemari. Emangnya gue sampah apa?! Sakit tau!” jawab Ina dengan kesal
sambil menarik kasar tangannya itu.
“hehehe
maaf yaaa neng...... lu gak tau sih apa yang sedang terjadi” jawab Jefri belaga
sok dewasa.
“aallaaaah
gaya banget lu, emang ada apaan sih Jep? Kok kayak panik gitu mukanya?”
“emang
gue lagi paniiikk oneeeenggg!! Grrr” jawab Jefri sebal melihat ulah Ina yang
polos bak buku catatan kosong.
“trus
mata lo kenapa tuh? Kok biru gitu Jep?”
To be continued
Jumat, 16 November 2012
Cobalah Mengerti! (part 1)
“Tio..!!
lo dicariin tuh sama Fikri, katanya dia, lo kemaren nantangin dia buat main futsal sore ini, emang bener?”
tanya Jefri –sahabat yang sejak kecil selalu bersama Tio –terengah-engah saat
memberitahukan informasi kepada Tio karena berlari dengan kecepatan yang tak
terduga itu.
“hah?
Nantangin gimana maksud lo Jef?” alis mata Tio mengangkat sebelah dan
menunjukkan mimik wajah tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya
itu.
“aduuuhh
gue gak tau deh, lagi lo ngada-ngada aja sih pake nantangin main futsal sama
tuh orang sombong! Udah yuk, gue ke kelas dulu ya soalnya pelajaran IPA udah
mau mulai nih..” tak sempat mendengar lebih jelas penjelasan dari Jefri, dia
pun lenyap ditelah langkahnya. Tio masih berdiam diri dengan ketidak mengertian
atas apa yang baru saja disampaikan oleh sahabatnya itu.
***
Siang
itu terasa sangat terik karena matahari yang memang tak mengajak insan di muka
bumi untuk bersahabat pada hari itu. Tio yang kali ini tengah berada di kelas Matematika,
tidak konsentrasi atas apa yang telah disampaikan oleh guru Matematika
–pelajaran yang selama ini menjadi bulan-bulanan kebencian dirinya.
“ya
baik, sekarang tutup buku, kita akan melakukan ulangan mengenai integral yang
baru saja ibu jelaskan di papan tulis, segera!” suara Bu Mira menggelegar
bagaikan petir di siang hari bolong.
“yaaaaaahhhhhhhhhhhhh..................
bu! Kita belum ngerti bu!” celetuk salah satu murid laki-laki yang terkenal
dengan kebengalannya itu.
“apaaa?!!
Kamu bilang belum mengerti? Dari tadi ibu cuap-cuap panjang lebar, dan saat ibu
bertanya apakah ada yang kurang jelas, dan kalian diam, kamu bilang sekarang
tidak mengerti?! Pintar sekali kamu Ridho!! Baiklah, ibu beri waktu 10 menit
lagi untuk kalian bertanya kepada saya apa yang belum kalian mengerti..”
pandangan guru bermata empat itu menyapu seisi ruangan, dan nihil. Semua murid
terdiam dan tak ada yang berani mengeluarkan suara sedikitpun.
“okeh!
Ibu anggap kalian telah mengerti, sekarang kita ulangan..”
Murid-muridpun
segera mengikuti perintah dari Bu Mira, tetapi Tio belum mengerti akan perintah
guru yang dikenal dengan ke-killer-annya
itu.
“Tio!
Apa kamu tidak mendengarkan instruksi dari ibu! Kenapa masih terdiam? Seperti
ayam yang mau dipotong!”
“ng...eh...mm..maaf
bu, emang se..sekarang mau pada ke..mana bu?” Tio terlihat gugup dan bingung
karena semua teman-temannya memasukkan buku pelajaran kedalam tas
masing-masing.
“TIOOO!!!
Apa yang kamu lamunkan sedari tadi sehingga kamu tidak mendengar perintah
Ibu?!” Bu Mira tampak menaikkan alis, tangannya bertolak pinggang dan nafasnya
memburu akibat ulah yang telah dilakukan oleh Tio.
“.....”
Laki-laki berperawakan tinggi dan berkulit hitam manis itu masih diam terpaku
dengan kejadian yang sedang dia alami. Tiopun menenggelamkan wajahnya kedalam
angka-angka dibuku yang tengah dihadapannya.
“kamu
sekarang keluar!!” perintah Bu Mira sambil menunjukkan arah pintu untuk Tio
melangkahkan kakinya.
Tio
pun pergi meninggalkan kelas dengan setengah berlari. Tiba-tiba dia mendengar
suara orang yang kurang jelas di toilet laki-laki, dan Tio pun menghampiri
dengan nafas tertahan sambil melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati.
Tiba-tiba...
Praak!!
To be continued
Minggu, 28 Oktober 2012
Suka Duka Menulis
Salah satu
hobi yang telah mendarah daging didalam jiwa dan nafasku adalah menulis, karena
menulis merupakan salah satu kegiatan yang simplenya
bisa dilakukan oleh semua kalangan. Selain itu, menulis juga dapat masuk ke
berbagai dunia seperti dunia politik, budaya, komunikasi, informasi,
kedokteran, kesehatan dan sebagainya. Satu hal yang tak pernah aku sadari
selama menciptakan berbagai tulisan baik fiksi maupun non fiksi adalah
‘menulislah bagai air mengalir’, karena setiap aku menulis, aku selalu flashback membaca ulang tulisan tersebut
dari awal tanpa menunggu semua tulisan yang keluar dari pikiran aku dituangkan
secara keseluruhan karena aku ingin menciptakan tulisan yang sempurna. Tetapi
karena telah melalui berbagai proses pembelajaran, aku pun mulai mengerti bahwa
jika ingin menulis sesuatu janganlah berhenti ditengah jalan tetapi
diselesaikan terlebih dahulu. Selain itu, bukankah di dunia ini kesempurnaan
hanya milikNya?
Pernah
suatu ketika saat aku masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas tingkat
pertama, aku mengikuti perlombaan Karya Ilmiah Siswa yang merupakan salah satu
kegiatan menulis non fiksi, dan ketika aku mencoba menuangkan segala isi dari
pikiranku melalui sebuah tulisan non fiksi tersebut, dan aku menyerahkan hasil
tulisan Karya Ilmiah tersebut kepada pembimbingku, seketika itu pula dia
melakukan hal yang tidak aku duga yaitu mencoret sebagian lebih dari tulisanku.
Hal itu sangat menohok hatiku yang menyangka bahwa hasil dari tulisanku akan
diberikan apresiasi tinggi olehnya, tapi ternyata nihil. Semenjak kejadian itu,
aku selalu membaca ulang tulisan aku tanpa menyelesaikan tulisan aku terlebih
dahulu. Tetapi setelah melalui beberapa proses pembelajaran mengenai tulisan
non fiksi, ternyata wajar saja pembimbingku melakukan hal itu, karena untuk
menulis sebuah karya non fiksi membutuhkan sebuah data pendukung yang dapat memperkuat
hasil tulisanku, dan hal tersebut tidak aku lakukan pada saat itu. Terima kasih
untukmu pembimbingku J
Hal
tersebut telah menjadi kenangan terindah dimasa awal aku mulai menuai tulisan
non fiksi. Selain itu, pengalaman berharga mengenai tulis menulis yakni saat aku
duduk di bangku SMA pula dan telah naik tingkat, aku mengikuti perlombaan
Bahasa Indonesia yakni mengarang tulisan non fiksi pula tetapi bukan berupa
karya ilmiah, melainkan berupa artikel. Saat itu, akupun menerapkan segala
pembelajaran yang telah diberikan oleh guru pembimbingku. Sebelum perlombaan
tersebut terselenggara, aku mencari tahu lebih banyak mengenai apa yang ingin aku
tulis nanti saat perlombaa tiba. Saat itu aku menulis sebuah artikel mengenai gap antara Sekolah Bertaraf
Internasional dan Sekolah Standar Nasional. Dan saat yang paling menegangkan
pada perlombaan itupun telah terlalui dengan hasil yang memuaskan, aku mendapat
juara dan berhasil menuju tingkat perlombaan selanjutnya J
Waktupun
terus bergulir, akhirnya akupun mulai tertarik dengan dunia tulis menulis.
Tetapi saat aku mulai jatuh hati dengan dunia tulis menulis tersebut, aku
menerima sebuah judgement yang
sedikit melunturkan rasa cinta itu. Setiap tulisan yang aku hasilkan diberikan
kata-kata yang tidak mengenakan oleh orang-orang terdekat aku terutama oleh
keluarga aku, mereka mengatakan bahwa dunia tulis menulis tidak ada gunanya,
hanya mengajarkan kita menjadi orang yang malas dan menjadikan orang yang
menutup diri dari segala perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
Sejak saat itu, jika aku mengikuti perlombaan tulis menulis, aku tidak pernah
memberitahu kepada keluargaku terutama kepada orang tuaku. Hingga pada suatu
waktu, berkat suatu tulisan aku yang mungkin masih jauh dari sempurna itu, aku
dapat pergi ke Kota Jogjakarta untuk pertama kalinya, dan saat itu orang tuaku
menyertai pelepasan aku untuk pergi ke Kota Pelajar itu. Aku sangat senang
sekali, saat pelepasan itu terjadi orang tua aku menangis haru dengan senyum yang
terlukis diwajahnya. Saat berada di bus, aku menangis sambil melihat foto orang
tuaku karena akau akan meninggalkan beliau dalam kurun waktu yang lama.
Semenjak itupun, orang tuaku mulai membuka hati untuk merelakanku berkutat
dengan dunia tulis menulis.
Sejak duduk
dibangku kuliah, hobi itupun semakin merambah didalam diriku. Aku mulai mencoba
untuk membuat tulisan fiksi karena terlalu seringnya aku hanya menjadi pembaca
dari novel-novel best seller
membuatku berkeinginan seperti mereka yang berhasil membuat tulisan fiksi
fenomenal. Bulan demi bulanpun berlalu, dan tulisan novel yang saya ciptakan
dengan judul ‘Runtuhnya Tembok Penghalang Surga’ itu hampir selesai dengan
baik. Saat itu, teman saya meminjam flashdisk saya yang berisi softcopy novel
tersebut dan ternyata hilang karena dia lupa meletakkannya dimana. Sedih sekali
saat itu, dan sayapun tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya saya sedikit demi
sedikit melupakan keinginan saya untuk menciptakan sebuah novel karena
kesibukan kuliah pula yang dari hari ke hari semakin padat.
Ternyata jalan
yang aku tempuh yakni melupakan untuk tidak menciptakan tulisan fiksi itupun
tidak berhasil, karena hobiku membaca novel yang terus mendesak untuk dapat
membuat suatu karya yang dapat dikenang menjadi salah satu faktor dari
ketidakberhasilan untuk melupakan hal tersebut. Akupun mulai lagi menulis fiksi
tetapi berupa cerita pendek yang dikemas seperti konsep softcopy novel yang
telah lenyap bersama flashdisk. Saat itu, aku berinisiatif untuk membuat sebuah
blog untuk menyimpan berbagai tulisan cerpenku, dan akupun senang ternyata ada
orang yang mengunjungi situs blogku dan berbagai komentar diberikannya. Aku
juga pernah memosting tulisan fiksi berupa cerpen di facebookku yang berjudul
‘Runtuhnya Tembok Penghalang Surga’ dan banyak jempol yang menghiasi cerpenku,
banyak komentar pula yang hinggap di postingan cerpenku.
Waktu terus
bergulir, hingga akhirnya waktupun mempertemukanku kepada seseorang yang dapat
membantu diriku untuk menemukan wadah dari dunia tulis menulis. Aku diajak
untuk bergabung dalam suatu Forum, yakni Forum Lingkar Pena. Sejak saat itu,
aku bertambah jatuh cinta dengan dunia tulis menulis. Terima kasih untuk mba
Endang J
Langganan:
Postingan (Atom)