Ungkapan nafas dan hanturan kata-kata indah
untuk mengungkapkan kebahagiaan seorang Putri Adzkia Ramadhani yang baru saja
menerima beasiswa untuk melajutkan studi semester 5-nya di malaysia nampaknya
tak cukup. Lafadz Yang Maha Kuasa terus ia lanturkan dibibir merah mudanya. “Alhamdulillah..
Terima Kasih ya Allah” setelah mengetahui bahwa dirinya bisa mendapatkan
kesempatan tersebut langsung saja dia pergi ke mushola kampusnya untuk
melaksanakan sholat dhuha. Pagi itu langit nampak cerah seakan merasakan
kesenangan seorang Adzkia, wanita berhijab dengan pembawaan yang ramah dan
sopan.
***
“Assalamu’alaikum
umiii.. ada kabar baik nih!?” ucap Adzkia dari ambang pintu rumahnya.
“Wa’alaikumsalam
nak, ada apa sih? Umi lagi nyuci piring nih, kamu kesini aja”
“Umi,
aku dapat beasiswa untuk melanjutkan semester 5 di Malaysia mi, walaupun hanya
1 semester saja aku sudah sangat senang sekali mi” wajah cantiknya nampak
berbunga-bunga karena baru saja mendapatkan kabar gembira dari Kampusnya.
“Alhamdulillah
ya nak, lalu kamu kapan berangkat kesananya?”
“lusa
mi, karena minggu depan kan semester 5 udah akan dimulai mi, dan senangnya
lagi, biaya hidup aku disana dan keberangkatanku dibiayai mi oleh Kementrian
Pendidikan. Alhamdulilllah banget mi hehe”
“yaudah
besok kita adain syukuran kecil-kecilan aja ya, buat mengungkapkan rasa syukur
kita atas Rahmat-Nya.”
***
Hari ini Adzkia sudah memasuki minggu ke empat
perkuliahannya di Unversitas Islam Internasional Malaysia yang berada di
Gombak. Disini dia mengambil jurusan Syariah, disini pula dia harus bisa
menyesuaikan diri karena menjadi mahasiswa baru. Tak disangka tak diduga ternyata
banyak juga mahasiswa muslim Indonesia yang menuntu ilmu disini. Tetapi walaupun
Universtitas ini merupakan Universitas muslim, tidak semua mahasiswanya
beragama muslim, ada juga yang beragama non muslim.
Disuatu siang hari saat telah selesai perkuliahan, dia menabrak
seseorang yang membuat buku seseorang itu berantakan semua dan terjatuh.
“afwan, ana tidak sengaja..” lalu Adzkia pun mengambil
buku yang tengah berantakan karena ulahnya. Lelaki tinggi yang dikenal sebagai
orang yang memiliki amarah yang tinggi bak sumbu kompor yang pendek itu
langsung saja menyulutkan pandangan tak suka terhadap Adzkia, dia bernama Chako
Rahel. Rahel merupakan mahasiswa non muslim yang mengambil jurusan Teknik
Mesin, tepatnya mahasiswa Atheis.
“afwan? Apa itu!? Sudah biar saya saja yang merapikan
buku itu, lebih baik kamu enyah saja dari hadapanku..” berkali-kali Adzkia
meminta maaf akhirnya dia tinggalkan rahel yang tengah merapikan bukunya yang
berjatuhan.
“adzkiaaa...” tiba-tiba suara intan, teman satu
fakultasnya memanggilnya saat Adzkia tengah berjalan di lorong sendirian. Intan
merupakan mahasiswa asal Singapura yang telah berkuliah 1 semester lebih dulu
dibanding dengan Adzkia.
“eh iya tan, ada apa?”
“iih, tadi aku denger kamu tabrakan ya sama laki-laki
Atheis itu? Kok bisa sih!? Trus kamu dimaki-maki gak? Tadi aku dapet kabar itu
dari temanku yang melihat kamu di depan perpus.”
“heh? Sampe segitunya ya.. hehe iya tapi dia biasa aja kok. Emang dia atheis
tan? Kok bisa ya? Kamu kok bisa beranggapan kalau aku bakal dimaki-maki sih
olehnya? Jangan shu’udzon ah.. udah yuk ke kelas?”
“iih iya Adz, kalau ada berita tentang dia tuh, lelaki
paling emosian pasti langsung menyebar kemana-mana. Iya dia itu kan atheis,
jarang punya teman abis egois banget Adz. Dia tuh menuhankan egoisnya. Makanya kita
panggil Atheis deh haha” lalu mereka pun langsung masuk ke kelas yang saat itu
mata kuliah intan dan Adzkia memang sama.
***
“heh kamu! Kamu yang kemarin menabrak saya ka!? Gak ada
sopan-sopannya. Kamu ini mahasiswa baru kan! Soalnya saya juga baru lihat kamu.”
“eeh iya ka, aku kan kemarin udah minta maaf sama kakak
pas aku nabrak kakak” Adzkia masih dalam keadaan menunduk karena takut dengan
tatapan laki-laki yang tengah berada di hadapannya.
“gak sopan banget sih! Liat wajah saya kalau saya lagi
bicara! Lagi pula kapan kamu meminta maaf! Saya gak dengar kata maaf dari mulut
kamu kemarin!”
“kemarin aku kan bilang afwan kak, maaf ka bukannya saya
tidak sopan karena tidak menatap kakak, tapi karena saya menjaga hijab saya ka.”
“afwan? Hijab? Kamu ini asal planet mana sih!? Kalau bicara
tuh yang bisa dimengerti semua orang dong!” rahel memang sangat anti dengan hal
yang berbau agama, walaupun ia menuntut ilmu di Universitas Islam di Malaysia,
tetapi dia tidak pernah masuk kelas saat sedang perkuliahan Pendidikan Agama
Islam, maka dari itu dia selalu mendapat nilai E untuk mata kuliah tersebut.
“afwan itu artinya maaf ka, sedangkan hijab itu artinya
pembatas. Jadi hijab itu...”
“ah sudahlah saya tidak butuh penjelasan kamu. Lain kali
tuh kalau bicara yang jelas dan bisa dimengerti biar orang lain paham maksud
kamu. Kamu mengerti!?” Nada bicara Rahel yang tinggi membuat Adzkia sedikit
tersontak. Jantungnya berdetak kencang sekali karena dia memang tidak pernah
berbicara keras dengan siapapun dan Murobiyyah Adzkia pun selalu mengajarkan mutarrabinya
untuk tidak berbicara dengan volume yang keras.
Lalu Adzkiapun mengambil seribu langkah tanpa memedulikan
seniornya yang nampaknya masih ingin meluapkan amarahnya dengan Adzkia. Diam-diam
Rahel terbesit memikirkan Adzkia karena sikapnya yang terlalu kasar terhadap
perempuan yang sopan itu.
***
Hari ini Rahel berniat untuk meminta maaf atas
perlakuannya tempo hari lalu. Allah memang sang Maha Pembolak-Balik Hati
hamba-Nya, tidak ada badai tidak pula ada angin yang bisa membukakan lubuk hati
sang Egoisme, Chako Rahel. Setiap makhluk hidup ciptaan-Nya pasti memiliki sisi
kebaikan dari nurani yang suci, ya saat itu nurani Rahel sedang terketuk
sehingga dia ingin meminta maaf akan sikapnya yang sudah keterlaluan.
“heh kamu..” Rahel yang memang belum tahu nama Adzkia
berteriak tanpa memanggil nama. Adzkia yang tidak merasa dipanggil meneruskan
perjalanannya untuk ke perpustakaan karena ia harus meminjam buku untuk mata
kuliah Ekonomi Syariahnya. Lalu saat Rahel sudah dekat dengan Adzkia, dia
langsung memegang pundak Adzkia, Adzkia tersontak kaget dan memaki-maki Rahel.
“heh! Kamu sopan dikit dong! Jangn mentang-mentang senior
bisa seenaknya saja berlaku tak sopan dengan juniornya!” Adzkia menahan
amarahnya dengan istigfar. Rahel sangat tidak mengerti maksud pembicaraan
Adzkia, mengapa dia bilang kalau Rahel tidak sopan? Memang apa yang telah dia
lakukan kepada Adzkia sehingga Adzkia berkata sepeti itu.
“maksudmu? Berlaku tak sopan? Memangnya kamu aku apakan?”
tanpa menjelaskan semuanya Adzkiapun langsung meninggalkan Rahel. Tujuan awal
untuk meminjam buku di perpustakaan ia urungkan, Adzkia langsung pergi ke
Masjid Assyifa, Masjid yang berada di kampusnya itu. Dia mengingat pesan dari
murrobiyahnya, apabila amarah sedang memuncak ucapkan istigfar, bila belum reda
juga rebahkan diri, bila belum reda juga hendaknya mengambil air wudhu untuk
melaksanakan sholat sunnah dengan tujuan meredakan amarah.
Rahel yang masih terpaku didepan perpustakaan langsung
mengikuti Adzkia, saat Adzkia masuk ke dalam masjid, Rahel pun ikutan masuk ke
Rumah Allah tersebut. Lalu saat Adzkia masuk ke bagian akhwat, Rahel juga
mengikutinya.
“eehhmm.. kamu ngapain hel disana?” tanya seorang laki-laki
yang sehabis melaksanakan sholat sunnah di pagi hari itu.
“ehh mm nggg....” Rahel nampak gugup dan tidak bisa
berbicara apa-apa.
“kamu mau bikin onar lagi disini? Hah!?” ucap Ahmad yang
memang sudah sangat muak dengan semua sikap Rahel selama ini, sayangnya
kemarin-kemarin ia selalu tahan.
“eeh kamu jangan menuduh gitu dong. Ada bukti gak!?”
Rahel nampak memarahi Ahmad. Dan hampir saja mereka berkelahi di tempat yang
suci itu, untung saja penjaga masjid langsung melerainya, dan Ahmad pun meniggalkan
Rahel yang masih berada di Masjid. Lalu Rahel masuk kedalam bagian ikhwan,
tiba-tiba ia mengingat semua kenangan masa lalunya. Keluarga yang harmonis,
sayangnya ayah dan ibunda Rahel memang berbeda agama. Ayahnya merupakan seorang
muslim yang berasal dari Indonesia, sedangkan bundanya non-muslim yang berasal
dari Malaysia. Ia mengingat masa kecilnya saat ayahnya mengajarkan ilmu agama
kepadanya, semua terasa indah. Tetapi seperti petir, kilat menyambar kehidupan
yang indah itu, saat itu Allah sedang menguji hamba-Nya. Bundanya Rahel
selingkuh dengan laki-laki lain dan mendapatkan benih dari hubungan gelap
tersebut, langsung saja ayahnya meninggalkan bundanya dan pergi ke tanah air. Sejak
saat itu Rahel tidak percaya akan agama karena yang ia tahu ayahnya itu adalah
seorang ahli agama tetapi mengapa diberikan cobaan yang begitu berat! Padahal Allah
tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya yang telah
tertuang didalam Al-Qur’an surat Al-baqoroh ayat 286 yang berisi “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya.... “
Tiba-tiba lamunan Rahel terbuyarkan oleh suara indah yang
berasal dari masjid bagian Akhwat sedang melantunkan ayat suci-Nya. Suaranya
amat indah, ya itu adalah suara Adzkia, Rahel mengenali suara itu. Benar-benar
indah. Hingga tak terasa air mata Rahelpun keluar dari kelopak matanya dan ia
menangis sejadi-jadinya.
***
Sejak hari itu Rahel berubah menjadi orang yang
benar-benar lebih baik.
“maaffin aku ya mad..” Rahel meminta maaf kepada Ahmad
karena memang Rahel sangat sering membuat Ahmad kesal akan perbuatannya yang tercela.
“eh? Ada angin apa kamu! Gak usah minta maaf lah.. nanti
juga kamu kayak gitu lagi. Dasar muka dua!” Ahmad yang memang sudah tidak
percaya lagi dengan apa yang dikatakan Rahel malah memaki Rahel dengan hal yang
tidak sebenarnya.
“sumpah demi Tuhan mad aku minta maaf sama kamu.” Hampir saja
Rahel terpancing amarahnya tetapi dia mengingat Sang Pencipta.
“aah yasudahlah terserah kamu lah hel” lalu Ahmad
meninggalkan Rahel yang masih dengan wajah yang tulus meminta maaf.
“aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa Ya Allah..
dosaku memang terlalu banyak. Ampuni aku.. aku tidak tahu apakah Engkau akan
memaafkankan ku atau terus membiarkanku tersesat dijalan yang salah”
“tidak rahel. Allah itu Maha Pemaaf, Dia membukakkan
pintu maaf yang selebar-lebarnya untuk hamba-Nya yang bersungguh-sungguh untuk
bertobat” suara yang berasal dari belakang Rahel membuat Rahel menghapus air
matanya yang mulai bertebaran diwajahnya itu. Ya, dia adalah Putri Adzkia
Ramadhani.
“maafkan aku ya, aku benar-benar minta maaf” lalu Rahel
pun menunduk seakan ia benar-benar menyesali perbuatannya.
“sudahku maafkan dari sebelum kamu meminta maaf”
“kamu benar-benar wanita yang baik sekali. Belum pernah
aku menemukan kamu sebelumnya. Tapi darimana kamu tahu namaku Rahel?” tanya
Rahel heran.
“siapa sih yang tidak tahu nama kamu?” senyuman dari
wajah nan cantikpun merekah indah dibibirnya. Lalu Adzkiapun meninggalkan Rahel
yang masih terpaku.
“siapa namamuuu?!” Rahel berteriak sehingga membuat semua
mata tertuju padanya. Tetapi dia memedulikannya.
“Adzkia!” Adzkia menoleh sebentar untuk menjawab
pertanyaan Rahel lalu melanjutkan perjalanannya.
***
Sejak saat itu Rahel benar-benar berubah dan lebih banyak
memperdalam ilmu keagamaannya denga belajar mengaji. Dia yang mengaku telah
jatuh hati kepada Adzkia yang telah membuatnya seperti sekarang, dia bertekad
untuk mengkhitbah Adzkia jika ia sudah mampu dalam hal apapun.
Hari ini Adzkia telah mengakhiri semester 5nya di
Malaysia dan dia mengadakan perpisahan kecil-kecilan dengan sahabatnya. Dia akan
kembali ke tanah air dengan sertifikat dan berbagai pengalaman yang tak akan
dilupakannya.
“kamu lihat Adzkia gak?” tanya Rahel kepada teman satu
fakultas dengan Adzkia.
“lah, kamu gak tahu hel? Dia kan udah balik ke Indonesia.
Dia disini Cuma 1 semester aja.” Setelah mendapat kabar sepeti itu dia langsung
terbang ke Indonesia, tetapi sebelum dia mencari dan menemukan Adzkia, dia
pergi ke tempat ayahnya yang berada di Indonesia, dia akan menuntut ilmu dengan
ayahnya yang sekarang adalah seorang murrobi di Indonesia.
***
“assalamu’alaikum umiiiii abiiiii.......” Adzkia
berteriak dari halamannya dengan bawaannya yang sangat banyak. Dia tak lupa
membawakan banyak oleh-oleh untuk umi dan abinya. Adzkia adalah anak
satu-satunya di keluarga kecil itu.
“wa’alaikumsalam nak, eh adzkia udah pulang. Abiiii.......
adzkia pulang bi” teriak umi dari halaman yang nampaknya sedang merapikan
tanaman kesayangannya. Abi yang sedang membetulkan keran yang rusak segera saja
menghambur ke pintu halaman dan menghampiri suara umi dan Adzkia.
“alhamdulillah anak abi udah sampai. Ayo masuk, istirahat
dulu nanti cerita-ceritanya ya nak.” Abi mempersilahkan anaknya untuk masuk
dulu dan beristirahat. Setelah merapikan semuanya Adzkia pun kembali ke ruang
tengah untuk melaksanakan makan siang bersama, setelah itu barulah Adzkia
menceritakan semuanya.
“oalaahh ndoo.. siapa tuh nama anaknya tadi? Kayaknya umi
kenal deh.”
“aduuh umi sok kenal banget sih!” ejek abi sambil
mengernyitkan alis matanya.
“iya bener toh bi, Rahel Rahel ituu bukannya anaknya si
murrobi Rahman ya?”
“mmm iya mi emangnya? Abi gak tahu tuh..”
“iih iya bi, ingat gak waktu itu dia pernah punya istri
tapi katanya istrinya selingkuh trus anaknya yang namanya Rahel itu gak dia bawa
soalnya istrinya yang mau ngurus katanya.” Ucap uminya panjang lebar.
“adduuuhh udah udah ahh, kok jadi bergunjing sih. Udah yuk
bi, mi kita sholat dzuhur berjama’ah?” ajak Adzkia yang memotong pembicaraan
uminya karena sudah mulai ngelantur.
***
Kedatangan Rahel ke rumah ayahnya disambut dengan hangat
oleh ayahnya. Rahel yang memang sudah mengetahui kediaman ayahnya tanpa
memberitahu kedatangannya itu agar membuat kejutan untuk ayahnya. Rahel
benar-benar berubah, penampilannya sudah seperti ikhwan. Ayahnya sangat bangga
terhadap Rahel dan sedikit menyesal karena pernah meninggalkan anaknya itu.
Saat Rahel sedang membeli sesuatu di warung untuk
ayahnya, dia melihat perempuan yang dia anggap Adzkia. Lalu tanpa sadar ia
berteriak memanggil Adzkia.
“Adzkia..” lalu perempuan itu menengok ke arah suara yang
memanggil. Benar saja itu Adzkia. Lalu Adzkia sedikit terkejut karena melihat
Rahel sedang berada di warung bu inah.
“rahell, kok kamu disini?”
“aku sedang berkunjung ke rumah ayahku adz, kamu?”
“lho? Rumahku kan memang di daerah sini. Emangnya siapa
nama ayahmu?”
“Rahman.. pak Rahman, yang rumahnya disana tuh” sambil
menunjuk rumah yang Rahel maksud, Adzkia benar-benar terkejut. Berarti benar
yang dikatakan oleh uminya bahwa Rahel adalah anak murrobi Rahman. Berarti apa
benar juga ya dengan yang dikatakan umi waktu itu? Apakah karena masalah
tersebut Rahel akhirnya menjadi brandal seperti waktu itu? “astagfirullah” ucap
Adzkia tanpa sadar.
“ada apa adz?”
“eh gak kok, aku pulang dulu ya..”
***
Saat sampai di rumah, Rahel pun menceritakan semua
kejadian yang dialaminya mulai dari Malaysia sampai perihal pertemuannya dengan
Adzkia tadi di warung bu Inah. Pak Rahman sedikit terkejut, lalu Rahel meminta
ayahnya untuk melamarkan Adzkia untuk dirinya, ayahnyapun tak menolak
permintaan yang terpuji itu. Lusa mereka merencanakan untuk segera mengkhitbah
Adzkia untuk Rahel.
“jadi maksud kedatangan pak Rahman ini untuk mengkhitbah
anak kami?” tanya abinya Adzkia.
“kalau kami sih terserah putri kami saja ya mi..”
“iya bi betul, bagaimana dengan kamu Adzkia?” Adzkia
hanya tersenyum dan tertunduk malu.
“kalau kayak gitu sih diamnya perempuan tandanya iya”
celetuk pak Rahman membuat semuanya tertawa. Alhamdulillah!
***
Pernikahanpun berlangsung setelah Adzkia dan Rahel
menyelesaikan studi S1-nya. Dan mereka hidup bahagia. Pintu surgapun terbuka
lebar untuk hamba-Nya yang melaksanakan walimatul ursy dengan jalan-Nya. Rahmat
dan keberkahan akan tercurah untuk rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah da
Warahmah. Ungkapan nafas dan hanturan kata-kata indah untuk mengungkapkan
kebahagiaan seorang Putri Adzkia Ramadhani yang baru saja melaksanakan
pernikahannya itupun tak cukup untuk dilukiskan. J