Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Kamis, 01 Maret 2012

Runtuhnya Tembok Penghalang Surga


Ungkapan nafas dan hanturan kata-kata indah untuk mengungkapkan kebahagiaan seorang Putri Adzkia Ramadhani yang baru saja menerima beasiswa untuk melajutkan studi semester 5-nya di malaysia nampaknya tak cukup. Lafadz Yang Maha Kuasa terus ia lanturkan dibibir merah mudanya. “Alhamdulillah.. Terima Kasih ya Allah” setelah mengetahui bahwa dirinya bisa mendapatkan kesempatan tersebut langsung saja dia pergi ke mushola kampusnya untuk melaksanakan sholat dhuha. Pagi itu langit nampak cerah seakan merasakan kesenangan seorang Adzkia, wanita berhijab dengan pembawaan yang ramah dan sopan.
            ***
            “Assalamu’alaikum umiii.. ada kabar baik nih!?” ucap Adzkia dari ambang pintu rumahnya.
            “Wa’alaikumsalam nak, ada apa sih? Umi lagi nyuci piring nih, kamu kesini aja”
            “Umi, aku dapat beasiswa untuk melanjutkan semester 5 di Malaysia mi, walaupun hanya 1 semester saja aku sudah sangat senang sekali mi” wajah cantiknya nampak berbunga-bunga karena baru saja mendapatkan kabar gembira dari Kampusnya.
            “Alhamdulillah ya nak, lalu kamu kapan berangkat kesananya?”
            “lusa mi, karena minggu depan kan semester 5 udah akan dimulai mi, dan senangnya lagi, biaya hidup aku disana dan keberangkatanku dibiayai mi oleh Kementrian Pendidikan. Alhamdulilllah banget mi hehe”
            “yaudah besok kita adain syukuran kecil-kecilan aja ya, buat mengungkapkan rasa syukur kita atas Rahmat-Nya.”
            ***
            Hari ini Adzkia sudah memasuki minggu ke empat perkuliahannya di Unversitas Islam Internasional Malaysia yang berada di Gombak. Disini dia mengambil jurusan Syariah, disini pula dia harus bisa menyesuaikan diri karena menjadi mahasiswa baru. Tak disangka tak diduga ternyata banyak juga mahasiswa muslim Indonesia yang menuntu ilmu disini. Tetapi walaupun Universtitas ini merupakan Universitas muslim, tidak semua mahasiswanya beragama muslim, ada juga yang beragama non muslim.
            Disuatu siang hari saat telah selesai perkuliahan, dia menabrak seseorang yang membuat buku seseorang itu berantakan semua dan terjatuh.
            “afwan, ana tidak sengaja..” lalu Adzkia pun mengambil buku yang tengah berantakan karena ulahnya. Lelaki tinggi yang dikenal sebagai orang yang memiliki amarah yang tinggi bak sumbu kompor yang pendek itu langsung saja menyulutkan pandangan tak suka terhadap Adzkia, dia bernama Chako Rahel. Rahel merupakan mahasiswa non muslim yang mengambil jurusan Teknik Mesin, tepatnya mahasiswa Atheis.
            “afwan? Apa itu!? Sudah biar saya saja yang merapikan buku itu, lebih baik kamu enyah saja dari hadapanku..” berkali-kali Adzkia meminta maaf akhirnya dia tinggalkan rahel yang tengah merapikan bukunya yang berjatuhan.
            “adzkiaaa...” tiba-tiba suara intan, teman satu fakultasnya memanggilnya saat Adzkia tengah berjalan di lorong sendirian. Intan merupakan mahasiswa asal Singapura yang telah berkuliah 1 semester lebih dulu dibanding dengan Adzkia.
            “eh iya tan, ada apa?”
            “iih, tadi aku denger kamu tabrakan ya sama laki-laki Atheis itu? Kok bisa sih!? Trus kamu dimaki-maki gak? Tadi aku dapet kabar itu dari temanku yang melihat kamu di depan perpus.”
            “heh? Sampe segitunya ya.. hehe  iya tapi dia biasa aja kok. Emang dia atheis tan? Kok bisa ya? Kamu kok bisa beranggapan kalau aku bakal dimaki-maki sih olehnya? Jangan shu’udzon ah.. udah yuk ke kelas?”
            “iih iya Adz, kalau ada berita tentang dia tuh, lelaki paling emosian pasti langsung menyebar kemana-mana. Iya dia itu kan atheis, jarang punya teman abis egois banget Adz. Dia tuh menuhankan egoisnya. Makanya kita panggil Atheis deh haha” lalu mereka pun langsung masuk ke kelas yang saat itu mata kuliah intan dan Adzkia memang sama.
            ***
            “heh kamu! Kamu yang kemarin menabrak saya ka!? Gak ada sopan-sopannya. Kamu ini mahasiswa baru kan! Soalnya saya juga baru lihat kamu.”
            “eeh iya ka, aku kan kemarin udah minta maaf sama kakak pas aku nabrak kakak” Adzkia masih dalam keadaan menunduk karena takut dengan tatapan laki-laki yang tengah berada di hadapannya.
            “gak sopan banget sih! Liat wajah saya kalau saya lagi bicara! Lagi pula kapan kamu meminta maaf! Saya gak dengar kata maaf dari mulut kamu kemarin!”
            “kemarin aku kan bilang afwan kak, maaf ka bukannya saya tidak sopan karena tidak menatap kakak, tapi karena saya menjaga hijab saya ka.”
            “afwan? Hijab? Kamu ini asal planet mana sih!? Kalau bicara tuh yang bisa dimengerti semua orang dong!” rahel memang sangat anti dengan hal yang berbau agama, walaupun ia menuntut ilmu di Universitas Islam di Malaysia, tetapi dia tidak pernah masuk kelas saat sedang perkuliahan Pendidikan Agama Islam, maka dari itu dia selalu mendapat nilai E untuk mata kuliah tersebut.
            “afwan itu artinya maaf ka, sedangkan hijab itu artinya pembatas. Jadi hijab itu...”
            “ah sudahlah saya tidak butuh penjelasan kamu. Lain kali tuh kalau bicara yang jelas dan bisa dimengerti biar orang lain paham maksud kamu. Kamu mengerti!?” Nada bicara Rahel yang tinggi membuat Adzkia sedikit tersontak. Jantungnya berdetak kencang sekali karena dia memang tidak pernah berbicara keras dengan siapapun dan Murobiyyah Adzkia pun selalu mengajarkan mutarrabinya untuk tidak berbicara dengan volume yang keras.
            Lalu Adzkiapun mengambil seribu langkah tanpa memedulikan seniornya yang nampaknya masih ingin meluapkan amarahnya dengan Adzkia. Diam-diam Rahel terbesit memikirkan Adzkia karena sikapnya yang terlalu kasar terhadap perempuan yang sopan itu.
            ***
            Hari ini Rahel berniat untuk meminta maaf atas perlakuannya tempo hari lalu. Allah memang sang Maha Pembolak-Balik Hati hamba-Nya, tidak ada badai tidak pula ada angin yang bisa membukakan lubuk hati sang Egoisme, Chako Rahel. Setiap makhluk hidup ciptaan-Nya pasti memiliki sisi kebaikan dari nurani yang suci, ya saat itu nurani Rahel sedang terketuk sehingga dia ingin meminta maaf akan sikapnya yang sudah keterlaluan.
            “heh kamu..” Rahel yang memang belum tahu nama Adzkia berteriak tanpa memanggil nama. Adzkia yang tidak merasa dipanggil meneruskan perjalanannya untuk ke perpustakaan karena ia harus meminjam buku untuk mata kuliah Ekonomi Syariahnya. Lalu saat Rahel sudah dekat dengan Adzkia, dia langsung memegang pundak Adzkia, Adzkia tersontak kaget dan memaki-maki Rahel.
            “heh! Kamu sopan dikit dong! Jangn mentang-mentang senior bisa seenaknya saja berlaku tak sopan dengan juniornya!” Adzkia menahan amarahnya dengan istigfar. Rahel sangat tidak mengerti maksud pembicaraan Adzkia, mengapa dia bilang kalau Rahel tidak sopan? Memang apa yang telah dia lakukan kepada Adzkia sehingga Adzkia berkata sepeti itu.
            “maksudmu? Berlaku tak sopan? Memangnya kamu aku apakan?” tanpa menjelaskan semuanya Adzkiapun langsung meninggalkan Rahel. Tujuan awal untuk meminjam buku di perpustakaan ia urungkan, Adzkia langsung pergi ke Masjid Assyifa, Masjid yang berada di kampusnya itu. Dia mengingat pesan dari murrobiyahnya, apabila amarah sedang memuncak ucapkan istigfar, bila belum reda juga rebahkan diri, bila belum reda juga hendaknya mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat sunnah dengan tujuan meredakan amarah.
            Rahel yang masih terpaku didepan perpustakaan langsung mengikuti Adzkia, saat Adzkia masuk ke dalam masjid, Rahel pun ikutan masuk ke Rumah Allah tersebut. Lalu saat Adzkia masuk ke bagian akhwat, Rahel juga mengikutinya.    
            “eehhmm.. kamu ngapain hel disana?” tanya seorang laki-laki yang sehabis melaksanakan sholat sunnah di pagi hari itu.
            “ehh mm nggg....” Rahel nampak gugup dan tidak bisa berbicara apa-apa.
            “kamu mau bikin onar lagi disini? Hah!?” ucap Ahmad yang memang sudah sangat muak dengan semua sikap Rahel selama ini, sayangnya kemarin-kemarin ia selalu tahan.
            “eeh kamu jangan menuduh gitu dong. Ada bukti gak!?” Rahel nampak memarahi Ahmad. Dan hampir saja mereka berkelahi di tempat yang suci itu, untung saja penjaga masjid langsung melerainya, dan Ahmad pun meniggalkan Rahel yang masih berada di Masjid. Lalu Rahel masuk kedalam bagian ikhwan, tiba-tiba ia mengingat semua kenangan masa lalunya. Keluarga yang harmonis, sayangnya ayah dan ibunda Rahel memang berbeda agama. Ayahnya merupakan seorang muslim yang berasal dari Indonesia, sedangkan bundanya non-muslim yang berasal dari Malaysia. Ia mengingat masa kecilnya saat ayahnya mengajarkan ilmu agama kepadanya, semua terasa indah. Tetapi seperti petir, kilat menyambar kehidupan yang indah itu, saat itu Allah sedang menguji hamba-Nya. Bundanya Rahel selingkuh dengan laki-laki lain dan mendapatkan benih dari hubungan gelap tersebut, langsung saja ayahnya meninggalkan bundanya dan pergi ke tanah air. Sejak saat itu Rahel tidak percaya akan agama karena yang ia tahu ayahnya itu adalah seorang ahli agama tetapi mengapa diberikan cobaan yang begitu berat! Padahal Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya yang telah tertuang didalam Al-Qur’an surat Al-baqoroh ayat 286 yang berisi “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....
            Tiba-tiba lamunan Rahel terbuyarkan oleh suara indah yang berasal dari masjid bagian Akhwat sedang melantunkan ayat suci-Nya. Suaranya amat indah, ya itu adalah suara Adzkia, Rahel mengenali suara itu. Benar-benar indah. Hingga tak terasa air mata Rahelpun keluar dari kelopak matanya dan ia menangis sejadi-jadinya.
            ***
            Sejak hari itu Rahel berubah menjadi orang yang benar-benar lebih baik.
            “maaffin aku ya mad..” Rahel meminta maaf kepada Ahmad karena memang Rahel sangat sering membuat Ahmad kesal akan perbuatannya yang tercela.
            “eh? Ada angin apa kamu! Gak usah minta maaf lah.. nanti juga kamu kayak gitu lagi. Dasar muka dua!” Ahmad yang memang sudah tidak percaya lagi dengan apa yang dikatakan Rahel malah memaki Rahel dengan hal yang tidak sebenarnya.
            “sumpah demi Tuhan mad aku minta maaf sama kamu.” Hampir saja Rahel terpancing amarahnya tetapi dia mengingat Sang Pencipta.
            “aah yasudahlah terserah kamu lah hel” lalu Ahmad meninggalkan Rahel yang masih dengan wajah yang tulus meminta maaf.
            “aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa Ya Allah.. dosaku memang terlalu banyak. Ampuni aku.. aku tidak tahu apakah Engkau akan memaafkankan ku atau terus membiarkanku tersesat dijalan yang salah”
            “tidak rahel. Allah itu Maha Pemaaf, Dia membukakkan pintu maaf yang selebar-lebarnya untuk hamba-Nya yang bersungguh-sungguh untuk bertobat” suara yang berasal dari belakang Rahel membuat Rahel menghapus air matanya yang mulai bertebaran diwajahnya itu. Ya, dia adalah Putri Adzkia Ramadhani.
            “maafkan aku ya, aku benar-benar minta maaf” lalu Rahel pun menunduk seakan ia benar-benar menyesali perbuatannya.
            “sudahku maafkan dari sebelum kamu meminta maaf”
            “kamu benar-benar wanita yang baik sekali. Belum pernah aku menemukan kamu sebelumnya. Tapi darimana kamu tahu namaku Rahel?” tanya Rahel heran.
            “siapa sih yang tidak tahu nama kamu?” senyuman dari wajah nan cantikpun merekah indah dibibirnya. Lalu Adzkiapun meninggalkan Rahel yang masih terpaku.
            “siapa namamuuu?!” Rahel berteriak sehingga membuat semua mata tertuju padanya. Tetapi dia memedulikannya.
            “Adzkia!” Adzkia menoleh sebentar untuk menjawab pertanyaan Rahel lalu melanjutkan perjalanannya.
            ***
            Sejak saat itu Rahel benar-benar berubah dan lebih banyak memperdalam ilmu keagamaannya denga belajar mengaji. Dia yang mengaku telah jatuh hati kepada Adzkia yang telah membuatnya seperti sekarang, dia bertekad untuk mengkhitbah Adzkia jika ia sudah mampu dalam hal apapun.
            Hari ini Adzkia telah mengakhiri semester 5nya di Malaysia dan dia mengadakan perpisahan kecil-kecilan dengan sahabatnya. Dia akan kembali ke tanah air dengan sertifikat dan berbagai pengalaman yang tak akan dilupakannya.
            “kamu lihat Adzkia gak?” tanya Rahel kepada teman satu fakultas dengan Adzkia.
            “lah, kamu gak tahu hel? Dia kan udah balik ke Indonesia. Dia disini Cuma 1 semester aja.” Setelah mendapat kabar sepeti itu dia langsung terbang ke Indonesia, tetapi sebelum dia mencari dan menemukan Adzkia, dia pergi ke tempat ayahnya yang berada di Indonesia, dia akan menuntut ilmu dengan ayahnya yang sekarang adalah seorang murrobi di Indonesia.
            ***
            “assalamu’alaikum umiiiii abiiiii.......” Adzkia berteriak dari halamannya dengan bawaannya yang sangat banyak. Dia tak lupa membawakan banyak oleh-oleh untuk umi dan abinya. Adzkia adalah anak satu-satunya di keluarga kecil itu.
            “wa’alaikumsalam nak, eh adzkia udah pulang. Abiiii....... adzkia pulang bi” teriak umi dari halaman yang nampaknya sedang merapikan tanaman kesayangannya. Abi yang sedang membetulkan keran yang rusak segera saja menghambur ke pintu halaman dan menghampiri suara umi dan Adzkia.
            “alhamdulillah anak abi udah sampai. Ayo masuk, istirahat dulu nanti cerita-ceritanya ya nak.” Abi mempersilahkan anaknya untuk masuk dulu dan beristirahat. Setelah merapikan semuanya Adzkia pun kembali ke ruang tengah untuk melaksanakan makan siang bersama, setelah itu barulah Adzkia menceritakan semuanya.
            “oalaahh ndoo.. siapa tuh nama anaknya tadi? Kayaknya umi kenal deh.”
            “aduuh umi sok kenal banget sih!” ejek abi sambil mengernyitkan alis matanya.
            “iya bener toh bi, Rahel Rahel ituu bukannya anaknya si murrobi Rahman ya?”
            “mmm iya mi emangnya? Abi gak tahu tuh..”
            “iih iya bi, ingat gak waktu itu dia pernah punya istri tapi katanya istrinya selingkuh trus anaknya yang namanya Rahel itu gak dia bawa soalnya istrinya yang mau ngurus katanya.” Ucap uminya panjang lebar.
            “adduuuhh udah udah ahh, kok jadi bergunjing sih. Udah yuk bi, mi kita sholat dzuhur berjama’ah?” ajak Adzkia yang memotong pembicaraan uminya karena sudah mulai ngelantur.
            ***
            Kedatangan Rahel ke rumah ayahnya disambut dengan hangat oleh ayahnya. Rahel yang memang sudah mengetahui kediaman ayahnya tanpa memberitahu kedatangannya itu agar membuat kejutan untuk ayahnya. Rahel benar-benar berubah, penampilannya sudah seperti ikhwan. Ayahnya sangat bangga terhadap Rahel dan sedikit menyesal karena pernah meninggalkan anaknya itu.
            Saat Rahel sedang membeli sesuatu di warung untuk ayahnya, dia melihat perempuan yang dia anggap Adzkia. Lalu tanpa sadar ia berteriak memanggil Adzkia.
            “Adzkia..” lalu perempuan itu menengok ke arah suara yang memanggil. Benar saja itu Adzkia. Lalu Adzkia sedikit terkejut karena melihat Rahel sedang berada di warung bu inah.
            “rahell, kok kamu disini?”
            “aku sedang berkunjung ke rumah ayahku adz, kamu?”
            “lho? Rumahku kan memang di daerah sini. Emangnya siapa nama ayahmu?”
            “Rahman.. pak Rahman, yang rumahnya disana tuh” sambil menunjuk rumah yang Rahel maksud, Adzkia benar-benar terkejut. Berarti benar yang dikatakan oleh uminya bahwa Rahel adalah anak murrobi Rahman. Berarti apa benar juga ya dengan yang dikatakan umi waktu itu? Apakah karena masalah tersebut Rahel akhirnya menjadi brandal seperti waktu itu? “astagfirullah” ucap Adzkia tanpa sadar.
            “ada apa adz?”
            “eh gak kok, aku pulang dulu ya..”
            ***
            Saat sampai di rumah, Rahel pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya mulai dari Malaysia sampai perihal pertemuannya dengan Adzkia tadi di warung bu Inah. Pak Rahman sedikit terkejut, lalu Rahel meminta ayahnya untuk melamarkan Adzkia untuk dirinya, ayahnyapun tak menolak permintaan yang terpuji itu. Lusa mereka merencanakan untuk segera mengkhitbah Adzkia untuk Rahel.
            “jadi maksud kedatangan pak Rahman ini untuk mengkhitbah anak kami?” tanya abinya Adzkia.
            “kalau kami sih terserah putri kami saja ya mi..”
            “iya bi betul, bagaimana dengan kamu Adzkia?” Adzkia hanya tersenyum dan tertunduk malu.
            “kalau kayak gitu sih diamnya perempuan tandanya iya” celetuk pak Rahman membuat semuanya tertawa. Alhamdulillah!
            ***
            Pernikahanpun berlangsung setelah Adzkia dan Rahel menyelesaikan studi S1-nya. Dan mereka hidup bahagia. Pintu surgapun terbuka lebar untuk hamba-Nya yang melaksanakan walimatul ursy dengan jalan-Nya. Rahmat dan keberkahan akan tercurah untuk rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah da Warahmah. Ungkapan nafas dan hanturan kata-kata indah untuk mengungkapkan kebahagiaan seorang Putri Adzkia Ramadhani yang baru saja melaksanakan pernikahannya itupun tak cukup untuk dilukiskan. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar