Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Minggu, 28 Oktober 2012

Kota 'Sial'


Malam ini langit tampak bertaburan dengan bintang dan cuacapun mendukung insan-insan yang dapat tidur dengan nyenyak di kasurnya yang empuk. Sepertinya langit memang tak bersahabat denganku, karena tak merasakan kepedihanku dimalam yang menurutku tak punya hati ini, aku masih termenung di depan sebuah toko yang telah tutup dari satu jam yang lalu. Hanya terdiam tanpa suara, hanya angin dan debu yang menemaniku dimalam yang sial ini.
Lagi-lagiku menyesali ketidakadilan hidup dimuka bumi ini, seandainya aku dihadapkan pada pilihan saat ini yaitu hidup atau tak diciptakan sama sekali, pasti aku lebih memilih untuk tidak diciptakan di dunia yang penuh dengan sandiwara dimana-mana. Aku benci panggung sandiwara yang menghadapkan peran yang sial untuk diriku ini. Tapi apalah daya, hidup dijaman yang bebas berpendapat, ya memang bebas berpendapat tapi tak pernah didengar pendapat kita oleh mereka yang seharusnya mendengar pendapat kita. Kejam memang, tapi inilah hidup di kota metropolitan yang penuh dengan kesesakan dimana-mana, sesak akan himpitan ekonomi, sesak akan himpitan sosial, sesak akan himpitan politik dan sesak-sesak yang lain.
Mungkin mereka tak akan pernah peduli dengan kehidupanku, tapi mengapaku selalu peduli dengan kehidupan mereka. Yang aku pedulikan adalah ‘mengapa mereka tidak peduli terhadapku’? tapi nampaknya tak ada yang bisa mempedulikanku, mereka yang kuanggap bisa sekalipun tak pernah melakukannya kepadaku. Aku benci kehidupan ini, ya sangat benci! Mengapa Dia memberikan takdir yang tak baik terhadap diriku? Harus mencari serpihan hidup dipinggir jalan dan membiarkan mereka yang terus menikmati jatahku dikursi empuk.
Mengharapkan sesama manusia memang tak ada gunanya, malah aku terus merasakan kekecewaan yang mendalam karena harapan yang tak pernah ada hasilnya. Tak pernah kurasakan memegang nominal uang lebih dari sepuluh ribu? Bayangkan? Merasakan memegangnya saja ku tak pernah! Memang sangat sial hidupku ini, dan yang lebih sialnya lagi adalah aku hidup di Kota yang Sial! Kota dimana setiap nafas yang melewati kaum jelata tak pernah memperhatikan sedikitpun keadaan kami, aku merasakan kepedihan teman-temanku. Sedikit bersyukur mungkin, mengapa? Karena aku masih bisa memberikan kebahagiaan kepada mereka yang memiliki nasib yang tak jauh beda denganku. Aku memang sedikit bersyukur! Karena tak ada yang mempedulikanku dan menjelaskanku apa itu bersyukur. Yang ku tahu bersyukur itu adalah mengucap ‘alhamdulillah’. Dasar memang hidupku yang sial dan akan selalu sial.
Hidup tanpa kasih sayang orang tua menambah kesialan dan penyesalanku ada di dunia ini. Aku meratapi nasibku yang tak ayal setiap hari yang kulakukan hanya itu dan itu. Aku telah lelah, rasanya ingin kutemui Tuhan yang memberikan nasib yang tak baik untuk diriku. Apa yang harus kulakukan untuk menemukan ketidaksialan itu? Apakah harus memakan jatah orang lain? Apakah harus menindas kaum bawahan? Ataukah harusku bertemu dengan pemilik dunia? Rasanya tak mungkin, karena hingga detik ini saja aku masih bisa bernapas dengan bebas tanpa ganggungan dari paru-paruku.
Mungkin Tuhan tak akan pernah memberikan penghidupan yang layak untuk diriku yang hina dan penuh dengan dosa, tapi apakah salah bahwa aku sangat memimpikan bisa mendapati kedudukan yang dapat membuatku nyaman dan tak banyak bertanya tentang ketidakadilan ini. Siapakah yang dapat menuntunku untuk mendapatkan keberuntungan? Mungkin dengan bermain kartu dengan taruhan uang yang banyak, lalu dengan keberuntungan itu aku akan menjadi kaya? Mungkin! Dasar kota Sial!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar