Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Senin, 17 Juni 2013

Selamat Dari Maut (lagi)

Hari itu hari Jumat, tepatnya sepulangnya saya dari latihan kempo (salah satu ukm bela diri yang ada di kampus saya). Saat itu tepat pukul tujuh malam dan saya pulang dari kampus menggunakan jasa kereta api ekonomi. Sesampainya di stasiun duren kalibata, saya menanyakan kepada si penjaga loket kapan kereta ekonomi menuju Jakarta tiba? Tetapi kata si penjaga loket, kereta api ekonomi menuju Jakarta adanya jam Sembilan malam, dan yang tersedia saat itu adalah kereta api ekonomi hanya sampai stasiun manggarai.
Sayapun membeli tiket kereta api ekonomi tersebut dan berniat transit ke jalur lain yang terdapat kereta api ekonomi menuju Jakarta. Setelah sesampainya saya di stasiun manggarai, hampir-hampir saya terjatuh saat ingin keluar dari kereta karena banyaknya penumpang yang ingi menaiki kereta api ekonomi tersebut yang akan berangkat menuju ke bogor.
Lalu setelah ada luang untuk keluar dari kereta apipun, saya segera mencari jalur lain. Karena saat sulit bagi saya untuk melompat dari jalur satu ke jalur yang lain (sebab saya mengenakan rok batik jogja yang tidak lebar dan berbentuk sepan), maka sayapun berjalan di selusur rel kereta api untuk menuju jalur satu (jalur yang menyediakan kereta api ekonomi menuju Jakarta Kota).
Tiba-tiba ada suara yang sepertinya memanggil saya, dia berkata Mba. Panggilan tersebut tidak terlalu saya hiraukan karena saya kira suara wanita tersebut tidak memanggil saya. mba mba…” lalu sayapun menengok ke arah sumber suara. Mba awas mba, ada kereta commuter dari bekasi mau lewat. Ternyata panggilan wanita itu tertuju kepada saya.
Sayapun segera menegok ke kanan dan ke kiri tempat saya berpijak dijalur empat tepatnya. Lalu benar saja ternyata ada cahaya yang sedikit menyilaukan mata, lalu dengan segera saya meletakkan tas dan barang bawaah saya terlebih dahulu di peron.
pak, tolongin tuh pak, angkatin dia cepet! sumber suara dari seseorang yang berteriak didalam kereta api dijalur lima terdengar jelas ditelinga saya karena melihat saya sulit untuk melompat akibat keterbatasan lebar rok, sayapun diangkat oleh seorang lelaki lalu tak lama setelah itu kereta apipun lewat. Saya rasanya ingin menangis pada saat itu.
Pikiran saya pada saat itu memang sedang kacau balau, entah apa yang membuat saya tidak fokus pada malam itu. Lalu setelah mengucapkan terima kasih kepada sang bapak-bapak yang telah menolong saya, saya duduk sejenak di bangku peron untuk menangis sebentar (tetapi tangisan dalam diam sehingga hanya air mata yang keluar dari kelopak mata tanpa bersuara). Lalu saya beristighfar berkali-kali dan mengucap syukur. Sedikit bermuhasabah, dosa apa yang telah saya lakukan pada hari itu.
Setelah sedikit tenang, sayapun melanjutkan perjalanan saya menuju jalur satu untuk mendapatkan kereta ekonomi yang dapat membawa saya menuju ke stasiun cikini. Saat saya ingin menyebrangi rel kereta api, karena tidak melihat ke kanan dan ke kiri terlebih dahulu, tiba-tiba ada suara lelaki yang berteriak, mba.. awas mba ada kereta mau jalan tuh! lalu kaki sayapun terhenti, dan menatap lelaki itu dengan tatapan kosong lalu mengangguk tanda mengerti.
Setelah kereta api tersebut lewat, barulah saya menyebrangi rel tersebut untuk menuju jalur satu. Dan sesampainya kereta api ekonomi dari bekasi menuju Jakarta kota tersebut, sayapun segera naik dan duduk sejenak masih dengan rasa deg-deg-an menghiasi perasaan saya. Saya merasa saat itu dosa saya sangat banyak sekali. Didalam perjalanan menuju stasiun cikini saya tak henti-hentinya beristighfar dan terkadang keluar air bening dari kelopak mata saya dan segera saya hapuskan agar tidak dilihat oleh orang lain. Alhamdulillah Allah masih memberikan saya kesempatan hidup, menikmati islam dengan ikhlas.
Teruntuk teman-teman yang membaca postingan saya mengenai selamat dari maut, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak salah baik disengaja maupun yang tidak disengaja. Mohon maaf lahir batin. Semoga teman-teman sekalian berkenan memaafkan saya yang penuh dengan kesalahan.

Selamat Dari Maut

Sepulangnya saya dari Palembang pada tempo hari, saya tiba-tiba mengingat peristiwa kecil yang pernah saya alami pra keberangkatan saya ke Palembang—saya mengingat perkataan adik saya yang bukan main mengkhawatirkan. Saat itu, selama perjalanan dari hotel menuju bandara sultan Mahmud baddaruddin II—selama itu pula saya memikirkan perkataan adik saya.
Sesampainya di bandara Palembang, saya bersama rekan saya yang lainnya menunggu keberangkatan pesawat menuju Jakarta dengan mengambil beberapa gambar sebagai kenang-kenangan pernah menuju Palembang terutama bandara yang ada di Palembang. Sayapun sangat menikmati moment tersebut tanpa memikirkan perkataan adik saya.
Saat pesawat sriwijaya Air siap untuk diberangkatkan menuju ke Jakarta, saya dan rekan-rekanpun menyudahi proses pengambilan foto di bandara. Saat berada di dalam pesawatpun kami dihimbau untuk tidak menaktifkan segala bentuk komunikasi apapun agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Detik-detik sebelum pesawat depart, tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa ada salah satu penumpang yang tidak patuh terhadap peruaturan, beliau masih mengaktifkan handphone-nya. Langsung saja petugas pesawat memberikan pengumuman untuk terakhir kalinya agar menonaktifkan segala bentuk komunikasi.
Pesawatpun mulai berangkat dan awalnya saya merasa nyaman, walau sedikit risih dengan suara bising yang ditimbulkan dari pesawat. Sempat terpikirkan oleh saya bahwa pesawat yang sat ini tengah saya tumpangi adalah sudah tua, karena kabin-kabinnya mulai menghitam dan suara bising yang ditimbulkan menambah presepsi saya bahwa pesawat tersebut sudah tua, karena saat saya melakukan perjalanan pergi menuju ke Palembang dengan menggunakan pesawat Lion Air, saya tidak mendengar suara bising yang timbul dari pesawat dan perjalanannya saya cukup nyaman pada saat berangkat menuju Palembang.
Setelah empat puluh lima menit berada di dalam perjalanan menuju Jakarta, tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa keadaan cuaca sedang buruk dan bagi para penumpang dilarang menggunakan toilet dan diperintahkan untuk mengenakan sabuk pengaman. Saat itu saya mulai sedikit panik dan menengok ke arah rekan saya meminta sedikit motivasi agar tidak takut karena pesawat sudah mulai miring ke kanan dan ke kiri lalu pesawat terbang dengan tidak sangat baik—ibarat mobil yang sedang melaju di jalan yang sangat rusak parah dan banyak bebatuan besar di jalan tersebut. Ya seperti itulah.
Tepat pukul 11.15 pesawat mulai guncang dan saya hanya bisa bershalawat didalam pesawat tidak henti-hentinya. Air mata mulai menggenang, teringat akan semua dosa-dosa, teringat perkataan adik saya saat saya belum berangkat menuju Palembang. Teringat akan semua kesalahan saya yang mungkin belum termaafkan dihati teman-teman sekalian. Saya mulai berpikir “akankah saya selamat sampai Jakarta?” saat itu teringat ibu saya yang memang sedikit ragu melepaskan saya pra saya menuju Palembang untuk lomba akuntansi tersebut.
Saat itu pengalaman yang kedua kalinya saya naik pesawat (pertama kalinya saat keberangkatan menuju Palembang) dan saya terus bershalawat meminta kepada yang Kuasa agar tidak terjadi hal buruk terhadap diri saya dan penumpang yang lain. Pesawat terus berguncang tak henti-hentinya selama kurang lebih lima belas menit. Seluruh Penumpang Sriwijaya Air pun melantunkan kalimat-kalimat Allah dan ada yang teriak lalu ada yang terloncat dari seat-nya karena guncangan yang begitu hebat. Hal itu membuat saya semakin takut.
Saat itu rasanya seperti mimpi, tetapi itu nyata. Saat guncangan mulai sedikit mengurang, pesawat mulai terbang dengan sedikit tenang tetapi saya tidak berhenti untuk berhalawat karena  terkadang pesawat berguncang kembali tetapi tidak separah sebelumnya. Ingin menangis dan segera menelpon Ibu rasanya pada saat itu tetapi mengingat bahwa didalam pesawat tidak boleh mengaktifkan segala bentuk komunikasi maka sayapun hanya terdiam didalam ketakutan yang luar biasa.
Saya tak henti-hentinya mengucapkan kalimat Allah walau pesawat mulai terbang dengan baik. Semua penumpang muali merasa tenang tetapi tidak dengan saya. Wajah saya yang tadinya memucatpun mulai sedikit tenang karena rekan saya memberikan senyuman ikhlas seperti mengisyaratkan semua akan baik-baik saja.

Detik-detik menuju landing, sayapun mengucap syukur karena masih diberi umur untuk menikmati kehidupan yang tak terhingga keberkahannya. Tetapi saat pesawat mulai landing, ternyata landing yang sangat buruk karena lagi-lagi ada penumpang yang terloncat dari seat-nya. Saya juga sedikit berteriak mengucap istighfar, landing yang menakutkan! Pikir saya pada saat itu. Tetapi Alhamdulillah saya selamat sampai tujuan. Mungkin ALLAH menegur saya untuk lebih banyak bersyukur dalam setiap saat dan sayapun selamat dari (yang saya bilang) maut.  Alhamdulillah!