Perkenalkan, aku adalah anak pertama dari keluarga
wijaya. Namaku Afifah Chairurani, dan aku memiliki 2 adik perempuan, adikku
yang pertama bernama Adira khofifah dan adikku yang terakhir bernama Azizah nur
Amalia. Aku kini telah berumur 23 tahun dan hendak menyelesaikan studi s1 ku,
kini aku sedang mengalami tahap penyusunan skripsi dan tiga bulan lagi akan
diadakan sidang. Ayah dan bundaku bersama murrobiku ternyata sudah memiliki
rencana untuk menjodohkanku dengan salah satu ikhwan yang telah siap menikah.
Suatu
hari, saudara laki-lakiku, ka Ikrom ingin melangsungkan pernikahannya dan
ayahku berencana akan mengundang lelaki tersebut untuk datang ke pesta
pernikahan saudaraku sekaligus untuk memperkenalkan diriku dengan dirinya. Aku
sih tidak masalah dengan perjodohan ini, toh kalau memang sudah jalannya aku
menikah setelah lulus ya itu namanya rejeki kan.. hehe
***
“afifah..
kemari nak..” suara ayahku berasal dari mulut pintu memanggilku sepertinya
hendak memberitahukan sesuatu. Setelah aku menghampirinya ternyata dia
memberitahu mengenai perihal perjodohan yang memang sudah kuketahui dari bunda.
“iya
yah aku udah tahu kok heheh dari bunda, kemarin bunda menceritakan itu ke aku,
ayah juga mau mengundang dia ke acara pernikahan ka ikrom kan?”tanya ku meminta
konfirmasi terhadap ayah. Ayahpun tersenyum mendengar pertanyaan retorikku itu.
Setelah
diberitahu mengenai info itu, akupun kembali beranjak kedalam kamar untuk
melanjutkan revisi skripsiku. Sebenarnya hari ini ka ikrom menyuruhku untuk
datang ke rumahnya agar bisa dimintai bantuan untuk pernikahannya minggu depan,
tapi aku ingin merevisi skripsiku dulu sebelum disibukkan dengan membantu dia.
Mungkin besok atau lusa aku akan segera pergi ke kediaman ka ikrom di bandung
dan bermalam untuk beberapa hari sampai acara berbahagia itu tiba.
***
Pernikahan
ka ikrompun berjalan dengan sangat meriah, ruangan tak larut sepi, karena
selalu dipenuhi dengan tamu yang datang silih berganti, setelah ijab qabul itu
diucapkan, kini dua insan yang saling mencintai itupun telah terikat dengan sah
baik dalam hukum maupun dalam agama. Aku tersenyum lepas melihat kebahagiaan
yang terpancar dari wajah sepupuku itu.
“nah..
nak Rahman, itu dia anak-anak bapak yang sedang berada disamping kedua mempelai
itu lho..” ayahku menjelaskan kepada lelaki yang ingin dijodohkan olehku sambil
menunjuk ke arahku, adira dan azizah. Dan rahman tampak mengangguk-angguk tanda
mengerti akan penjelasan yang diberikan ayahku kepadanya.
Tiba-tiba
kulihat rahman menghampiri kami bertiga, tepatnya ke arah adikku berada, adira.
“assalamu’alaikum
ukhti..” sapa rahman kepada adikku.
“wa’alaikumsalam..”
jawab adira kepadanya, dan merekapun berbincang-bincang sebentar tetapi
disertai dengan tatapan sedikit jutek oleh adikku. Maklum, walaupun dia telah
mengenakan jilbab sejak satu tahun yang lalu, tetapi sefat kejutekkannya tak
pernah hilang. Lalu kulihat adirapun pergi disertai dengan senyuman maksa dari
waut wajahnya.
“assalamu’alaikum..
halo, kamu adikknya afifah ya? Tadi aku dikasih tahu oleh ayahmu.. by the way
kamu udah tahu belum mengenai perjodohanku dengan kakakmu itu.” Dia menunjuk
kearah adikku yang telah pergi jauh meninggalkan kami.
“wa’alaikumsalm..
hah.. nggg.. iya u..u..udah tau kok kak, kenapa emang..nya?” jawabku gagap
karena bingung dengan yang diucapkan oleh rahman. Bingung yang menyergapku
adalah pertanyaan rahman ‘by the way kamu
udah tahu belum mengenai perjodohanku dengan kakakmu itu’ Apa
mungkinnnn???? Yaaa..... betul. Aku rasa dia telah salah orang. Tiba-tiba
akupun tersenyum karena memiliki ide kreatif.
“ohh
iya iya.. kamu kenapa senyum-senyum begitu?” tanya rahman kepadaku.
“ngg..
nggg gak kok kak, Cuma pengen senyum aja, hehe” lalu kamipun berbincang lumayan
lama karena memang rahman ternyata orangnya asik diajak berbicara, tetapi aku
tidak hanya berduaan aja lho, aku mengobrol bersamanya dengan adikku, azizah.
***
Acara
itupun telah usai, dan akupun telah kembali pulang ke rumah. Sesampainya di
kamar aku mulai berpikir. Kenapa rahman menyangka afifah adalah adikku? Lalu
akupun langsung tertawa, mungkin karena afifah memiliki ukuran badan yang lebih
tinggi daripada diriku. Lalu akupun segera beranjak untuk sholat isya dan
berdoa agar diberikan yang terbaik oleh-Nya.
Setelah
selesai menunaikan sholat isya, tiba-tiba ponselku berdering menunjukkan ada
pesan singkat yang telah masuk ke ponselku. Setelah kubaca ternyata dari
temanku, fitri yang memberitahu bahwa minggu depan akan diadakan pertemuan di
organisasi yang kujalani, FoSSEI (forum silaturahim studi ekonomi islam)
se-Jadebek, akupun segera membalas ‘ya’. Lalu beranjak untuk pergi tidur.
***
Hari
ini adalah pertemuan organisasiku itu, lalu aku melihat seseorang yang mirip
dengan... ya itu memang rahman! Kenapa
dia bisa ada disini ya? Pikirku. Lalu dia menghampiriku dan memberikan
salam lalu menanyakan perihal keberadaanku di organisasi ini.
“oh..
kamu ternyata salah satu anggota FoSSEI juga ya.. emang kuliah semester berapa
de?” tanya rahman padaku.
“hah..
nggg.. semester 2 ka.. iya 2, kenapa emang ka?”
“oh
gapapa, oia, kakak kamu katanya juga sibuk di organisasi ini kan? Aku
diberitahu oleh ayah dan murrobiku. Tapi kok aku gak ngeliat dia disini ya?”
tanya rahman sambil memindai pandangannya ke seluruh penjuru.
“eh..
nnggg iya ka, kakak lagi sibuk nyusun skripsi. Dia lagi di rumah kok.” Lalu
akupun segera pamit untuk meninggalkannya sebelum bertambah banyak
kebohonganku. Ternyata rahman juga salah satu anggota aktif disini ya.. mmm
kenapa aku bisa gak tau ya. Yasudahlah!
***
Hati
ternyata memang tidak bisa berbohong, kenapa rahman condong lebih memilih adira
ya? Mungkin karena pertemuan dia yang pertama kali dengan afifa disambut dengan
kurang nyaman oleh afifah. Dan rahman juga lebih nyaman mengobrol denga adira,
adiknya afifah. Mungkinkah rahman akan menikahi afifah dengan hati yang kurang
mantab??
“bi..
aku hari ini rencana ingin ke rumah afifah dan menjelaskan apa yang telah aku
rasakan selama ini?” bincang rahman pada abinya disela waktu liburnya itu.
“bi..
kenapa ya, aku lebih condong ke adiknya? Bisa gak sih bi kalo aku lebih memilih
untuk mengkhitbah adiknya?” tanya rahman lagi pada abinya.
“oalah
ndoo.. kok bisa gitu toh? Yasudah nanti kamu jelaskan saja pada keluarga nak
afifah ya..” tiba-tiba suara ummi terdengar dari arah belakang.
“Mmm
iyaa bener tuh kata ummimu.. yaudah, siap-siap yuk buat ke rumahnya afifah.
Tapi kamu bener-bener udah siap kan ndok?” tanya abi kepada rahman.
“insya
Allah bi.. aku udah istikhoroh dan tahajjudan setiap malam dan aku udah mantab
banget.” Jawab rahman meyakinkan.
***
“gimana
fah? Kamu udah siap kan? Inget lho hari ini keluarga nak rahman akan
mengkhitbahmu..” lalu akupun sedikit berbincang-bincang dengan bunda sebelum
bertemu dengan rahman dan keluarganya. Aku bingung setengah mati, bagaimana
harus mengawali dan membuka semua yang telah kututup-tutupi selama ini. Semoga
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“afifaaaahhh............
naak, keluarga nak rahman sudah tiba nih. Ayo ndookk turun.” Suara ayah dari
ruang tamu terdengar jelas kearah kamarku yang berada dilantai dua. Aku dan
bundapun segera turun. Hatiku berdegup sangat cepat seperti ingin keluar dari
habitatnya.
Kulihat
rahman tercengang dan mungkin sedikit bingung dan berkecamuk pertanyaan dalam
pikirannya yaitu ‘mengapa adira yang
turun? Kan afifah yang dipanggil..’
“ayo
nak, pak silahkan duduk..” sebelum memulai khitbahan itu, ada sedikit basa-basi
dan itu cukup membuat hatiku mulai tenang. Tetapi saat sudah ke inti
pembicaraan, hatikupun mulai berdegup dengan cepat kembali.
“baiklah,
assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh... bismillahirahmanirrahim. Sebelum
menjelaskan kedatangan kami sekeluarga, saya, rahman ingin menyampaikan
terlebih dahulu mengenai keputusan saya. Oia bu, ngomong-ngomong afifahnya
kemana ya? Kenapa adira yang diikutsertakan” tanya rahman kepada bundaku.
“maksud
nak rahman apa ya?” bundapun balik bertanya. Aku benar-benar ingin lari
rasanya!
“iya..
afifahnya mana bu?”
“lho
nak.. ini afifahnya toh..” jawab ibu dengan raut wajah yang tak kalah bingungnya
dengan rahman. Akupun langsung angkat bicara.
“bolehkan
saya berbicara bu.. rahman, akulah afifah chairurani. Putri dari bapak wijaya
yang hendak dijodohkan olehmu. Dan sebelumnya afwan jiddan atas perlakuanku
tempo hari. Sebenarnya aku bingung ingin menjelaskan darimana...” akupun mulai
menjelaskan semua perkara dari awal hingga akhir. Sebenarnya aku memag tidak
bermaksud seperti itu, Cuma hanya untuk mengetahui apakah rahman mencintaiku
apa adanya dan memang karena hati? Aku terus menjelaskan panjang lebar dengan
tatapan menunduk.
Aku
sedikit melihat raut wajah kekecewaan dari semua pihak khusunya rahman. Akupun
sudah siap untuk menerima keputusan yang akan rahman ambil.
“afwan
ukhti... syukron jiddan atas kejujurannya. Sebenarnya maksud kedatangku juga
tadinya ingin membatalkan khitbahanku dengan afifah dan melanjutkannya dengan
adira, ternyata pucuk dicita ulampun tiba, kamu adalah afifah yang
sebenarnya.”lalu rahmanpun menceritakan yang sedang dirasakan hatinya mengenai
khitbahan ini sebelum mengetahu adira dan afifah yang sebenarnya.
“jadi....???”
pertanyaanku menggantung dengan wajah sedikit terangkat karena takut kemerahan
diwajahku nampak terlihat olehnya.
“bismillahh..
dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Aku bersiap
membina sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah dengan Afifah
Chairurani”
“alhamdulillaaahhhhhhh..........”
semua serentak bersyukur sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangan
masing-masing. Kamipun melagsungkan makan siang bersama.