Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Minggu, 04 Maret 2012

Deskripsi Perjalanan to My Campus



Alhamdulillah! Pagi hari tiba, matahari belum nampak membagikan sinarnya di planet bumi tepatnya di kota kelahiranku, kota metropolitan. Walaupun matahari belum berbaik hati pada pagi hari ini tetapi hawa panas telah menyelimuti tanah airku ini. Saat itu bulanpun masih menghiasi indahnya pagi hari itu. Bisa kalian tebak sedang jam berapakah saat aku bangun dari lelapnya tidurku?
Indahnya pagi bisa kalian rasakan dengan udara yang belum tercemar dengan polusi. Sebelum berangkat ke kampus merah, aku melewati pasar yang penuh dengan transaksi oleh penjual dan pembeli, teriakkan ibu-ibu karena membangunkan anak-anaknya yang harus mandi karena hari itu hari dimana anak-anak harus menuntut ilmu di gudang ilmu. Mataharipun mulai menampakkan pesonanya. Terlihat sebagian ibu-ibu tengah asyik mengobrol saat sedang menjemur anaknya yang masih merah.
Sesampainya di jalan raya, sudah banyak kendaraan umum maupun pribadi berlalu lalang, menunggu bis memang membosankan. Kadang mobil-mobil yang berlalu lalang mengeluarkan suara yang bising sehingga aku dongkol dibuatnya. Selain itu banyak anak buah mucikari yang telah menyelesaikan pekerjaan malamnya berlalu lalang menaiki kendaraan beroda dua dengan pakaian yang serba minim. Astagfirullah!
Masih dalam keadaan termangu menunggu bus yang tak kunjung datang, padahal matahari sudah memunculkan seluruh badannya ke permukaan bumi. Kereta menuju kota maupun bogorpun juga sudah lebih dari satu kali lewat dari pandanganku, ada yang bergelayutan di bibir pintu, diatas atap kereta, itu semua terjadi karena muatan kereta tak cukup untuk menampung penumpang di pagi hari itu. Maklum saja hari itu hari pertama untuk orang kantor bekerja. Sudah tak tabu lagi pemandangan yang setiap hari kulalui.
Akhirnya bus kotapun datang juga setelah beberapa lama aku menunggunya. Tetapi lagi-lagi dalam keadaan sesak. Ya! Sangat sesak! Sampai-sampai aku harus berada di ambang pintu bus tersebut. Aku terjepit disela-sela ketiak para penumpang yang bergelantungan. Sangat menjengkelkan. Untung saja kesengsaraan itu tak berangsur-angsur lama, setelah lima belas menit menikmati penuh dan sesaknya bus, akupun dapat menyandarkan tubuhku disalah satu kursi yang kosong.
Melihat pemandangan di kota sibuk hari itu nampaknya cukup membuatku muak, mungkin efek pemandangan yang aku terima pada pagi hari tadi, ya setelah melihat wanita berpakaian mini berlalu lalang tanpa takut akan dosanya. Melihat gedung-gedung menjulang tinggi rasanya ingin aku pergi ke lantai paling atas dan membuang memori yang telah terekam saat pagi hari itu.
Dalam perjalanan dan saat berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, banyak penjual-penjual kaki lima bergerombolan memasuki bus demi mendapatkan sesuap nasi, selain itu banyak anak-anak yang harusnya bersekolah dan mengenyam pendidikan malahan berjualan dibawah jembatan layang, mengamen dengan dada telanjang, mengadahkan tangan mengharapkan belas kasihan, menjajakan berita lewat kaca-kaca mobil, dan masih banyak lagi.
Setelah melewati berbagai pemandangan pada pagi hari itu, sampailah pada perempatan menuju kampus. Masih dengan pemandangan mobil berlalu-lalang, debu-debu ramai berterbangan di pagi hari yang panas karena terhempa oleh bis kota yang baru saja menurunkanku. Akhirnya sampailah aku dikampus merahku, kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia J

Jumat, 02 Maret 2012

Cintaku Terpaut di Es Bubble


Hari ini adalah hari pertama Maharani Putri melaksanakan kuliah perdananya, cewek tomboy yang biasa dipanggil Rani. Cewek yang punya perawakan yang nampak seperti laki-laki pada umumnya, tapi untungnya ada perbedaan antara laki-laki dan dirinya, yaitu Rani masih menyukai laki-laki pada umumnya. Alhamdulillah! Rani merupakan salah satu mahasiswi yang mempunyai kesukaan yaitu minum es bubble. Semenjak dia SMA kelas 1 Rani sudah sangat menyukai minuman yang berisi bubble yang memang bisa membuat lidah bergoyang. Karena menurut Rani es bubble bisa menghilangkan stres dikala tugas dari sekolah menumpuk.
          Dan hari ini tepat dikampus tercintanya itu terdapat tukang es bubble yang selalu hadir setiap harinya untuk menemani kepenatan Rani setelah menghadapi perkuliahan.
          “bang, beli es bubblenya dong 1 rasa cappucino ya..” sambil menunggu es bubblenya dibuatkan oleh penjual es bubble, sambil pula Rani memainkan handphone yang berada di genggaman tangannya itu.
          “anak STEKPI ya neng?” tanya penjual es bubble itu yang memang masih muda dan nampaknya umurnya tak jauh beda lah dengan mahasiswa pada umumnya.
          “eh iya bang, kok tau?” tanpa melepaskan pandangan dari handphonenya Rani menjawab pertanyaan penjual es bubble itu seadanya.
          “tau dong, hehehe tuh tas jinjingnya ada tulisan S-T-E-K-P-Inya.”
          “lah si abang ngelucu. Pengen banget di ketawain dah..” jawab Rani jutek. Ya terang saja saat itu dia memang sedang sewot karena sehabis kuis Akuntansi yang benar-benar membuatnya penat.
          “hehe si eneng jutek amat.. lagi smsan sama pacarnya ya..” Rani hanya diam membisu.
          “udah bang bubblenya? Nih uangnya.. makasi ya bang” Rani pun langsung meninggalkan Tempat Kejadian Perkara yang sedikit membuatnya tambah sebal.
          Penjual es bubble itu namanya Aldi, dia memang tidak bisa melanjutkan studi kuliahnya karena keterbatasan ekonomi, maka dari itu Aldi mengambil jalan lain yaitu bekerja agar bisa mendapatkan uang dan bisa membantu perekonomian keluarganya. Waktu di SMA, Aldi memang dikenal sebagai cowok playboy! Bayangkan saja, dia bisa memacari sedikitnya 5 orang dalam satu sekolah. Memang playboy kelas kakap.
          Hingga saat ini pun dia mash sering melanturkan kata-kata manisnya yang bisa membuat hati perempuan melayang saat ia menjual es bubblenya.
          “biar penjual bubble kayak gini, gue masih tetep kece kan!” ucapnya waktu itu saat sedang berbincang dengan teman sebayanya.
          ***
          Karena memang Rani sangat menyukai bubble yang bisa membantunya menghilagkan kepenatan, maka dari itu dari sering sekali membeli es bubble yang dekat dengan kampusnya, dan mau tidak mau dia harus digodai lagi dengan penjual es bubble itu, tapi kali ini Rani tidak sendiri. Dia membeli es bubble dengan teman-temannya yaitu Tari, Febri dan ira.
          “bang beli bubblenya dong 4 yang campur ya rasa cappucino, vanilla late, chocolate sama strawberry. Gak pake lama ya” ucap Rani jutek abis sambil memainkan handphonenya lagi.
          “apa aja neng?” sebenarnya sih penjual bubble itu sudah tahu pesanan si Rani teteapi di hanya ingin menggoda Rani.
          “aduuhh nih abang bilang aja pengen godain temen kita! Ya gak tar.. hahaha” ucap febri sambil meledeki Rani yang sedari tadi memainkan handphonenya. Rani hanya senyum-senyum saja, ya memang saat itu mood Rani gak lagi jelek-jelek banget.
          “tau nih abang, mau ngasih kita apa kalau si Rani mau sama abang? Hahaha” ledek Tari sambil melirik-lirik Rani. Teman-teman Rani memang sudah tahu perihal kegenitan penjual es bubble itu ke Rani, tetapi mereka tidak menganggap serius da hanya menjadikan ini bahan candaan.
          “iih apaan sih kalian.. udah belum bang?” tanya Rani ke penjual bubble tersebut. Tetapi abang bubblenya hanya tersenyum menatap Rani.
          “Ran, tadi lu kan dicariin sama Pak Eko, katanya ada urusan apa gitu..”
          “ooh namanya Rani toh hehe, akhirnya abang tau juga.” Ledek si penjual bubble tersebut.
          “yeeee si abang nih ganjen amat yak hadeeehhh” jawab Rani yang memang mukanya sudah merah, tidak tahu karena cuaca memang sedang panas atau karena hatinya yang sedang berdebar-debar.
          “hahahaha cie Raniiiiii.........” goda semua teman Rani. Setelah selesai membeli bubble mereka pun kembali ke kampus untuk melaksanakan tugas.
          ***
          “udah ngapa gak usah ngeledekin gue sama tuh abang tukang bubble, nanti dia jadi ge-er gimana? Gue kan gak mau.. lu lagi tar, seneng amat yak temen lu sengsara. Hhhh” oceh Rani saat mereka semua sedang mengerjakan tugas Statistik yang baru saja diberikan oleh Pak Budi.
          “hehehe iyaa Cuma buat aasik-asikkan doang kok.” Sambil mengerjakan tugas di perpustakaan, sambil pula Rani membuka situs Facebook.
          “eeh ehh liat deh, nih bukannya abang-abang tukang bubble ya? Ttuh mukanya liat.. iya bukan sih?” tanya Rani saat sedang melihat permintaan pertemanan di Facebooknya.
          “coba mana sini gue liaat.. eh iya bener Ran, tuh liat tuh fotonya. Ooh namanya Aldi. Pantesan dia kayak Playboy.” Celetuk febri.
          “lah apa hubungannya feb?” tanya ira sedikit bingung.
          “iya, kayak aldi taher sama dewi persik tuh hehe”
          “iih apaan sih pengen banget gue ketawain..” febri langsung memasang muka cemberut. Langsung saja Rani mengkonfirm permintaan pertemanan si Aldi. Ya biar menambah temannya di Facebook aja.
          ***
          Suatu hari saat Tari dan Ira pergi keluar kampus dan meminjam motornya Rani, saat di tengan jalan tiba-tiba ban motornya Rani bocor. Tari sangat panik saat itu. Ia ingin menghubungi Rani tetapi sedang tidak ada pulsa, dan Ira pun sedang tidak membawa handphone. Memang ban motornya bocor dan itu tak jauh dari kampus. Tapi Tari harus segera membetulkan motor Rani. Kejadian itu tak jauh dari tempat dimana mereka semua sering membeli es bubble, saat melihat penjual es bubble itu sedang memainkan hadphonenya, langsung saja Tari menghampiri penjual itu.
          “bang, boleh minta sms gak buat temen saya..”
          “ada apa emangnya neng?” tanya penjual es bubble itu.
          “buat sms Rani bang soalnya ban motornya bocor.”
          “ooh iya boleh nih neng pake aja..” lalu tanpa disuruhpun Aldi langsung membantu Tari untuk membawa motornya ke tempat reparasi yang tak jauh dari sini.
          “kenapa bisa bocor neng bannya?” tanya Aldi saat dia sedang memapah motornya Rani.
          “iya bang ceritanya panjang deh pokoknya..”
          “ooh gitu ya..”
          “oia bang, nih handphonenya, makas banyak ya bang..”
          “iya sama-sama neng, jangan sungkan-sungkan ya buat minta tolong.”
          ***
          Sejak saat Aldi membantu Tari untuk membawakan motornya Rani ke tempat reparasi, Rani mengambil kesimpulan bahwa memang penjual es bubble itu baik. Dan Ranipun sudah mulai respect dengan Aldi, penjual es bubble. Setiap Rani dan kawan-kawan membeli es bubble, mereka selalu bercanda-canda dengan penjual es bubble itu. Rani dan Aldi pun sekarang sudah mulai dekat karena sering bersmsan hampir setiap hari. Tak disangka tak diduga, Rani mulai memikirkan Aldi disetiap waktu, ya memang cinta datang tanpa diundang. Tetapi Rani masih menutupi perasaannya itu agar teman-temannya tidak tahu soal kedekatan Rani dan Aldi.
          Suatu hari saat mereka berempat selesai membeli buku di toko buku dan mampir ke warung makan, handphone Rani berdering dan saat itu Rani sedang pergi ke toilet. Ya seperti biasanya, sudah tidak ada yang mereka tutup-tutupi lagi, lalu Irapun mengangkat telepon Rani..
          “halo assalamualaikum..”
          “wa’alaikumsalam, Rani bukan?” tanya lelaki dari seberang telepon.
          “bukan, ini siapa ya? Kok tahu ini nomornya Rani?”
          “ini Aldi temannya Rani mba, ini siapa ya? Ada raninya gak?”
          “eh yang nelpon Aldi masa namanya? Jangan-jangan abang-abang bubble nih!” bisik ira kepada febri dan tari.
          “Raninya gak ada, nanti telpon lagi aja ya bang..” tut tuuut tuut. Langsung saja telepon dimatikan tanpa kesopanan.
          “eh guys, gawat nih si Rani kayaknya udah mulai deket deh sama tuh abang tukang bubble!” ucap ira berapi-api.
          “kayaknya sih.. aduh gimana nih. Yaudah deh kita tanya dulu ke Rani bener apa gak dia lagi deket sama tuh abang Playboy cap kodok.” Ucap Febri. Tak lama setelah itu Rani keluar dari toilet, Tari, Febri dan Ira sudah memasang muka tanda tanya ke Rani.
          “ada apaan sih nih? Kok mukanya pada begitu?” tanya Rani penasaran.
          “Ran, ada yang mau kita tanyain ke lo. lo udah mulai deket ya sama penjual bubble itu ya?” tanya febri to the point.
          “eeh ngg.. apaan sih? Kok kalian pada nanya itu?” jawab Rani gugup sambil menarik bangku dan siap untuk diduduki.
          “jawab jujur Ran pleasee, demi kebaikan lo juga!” jawab Tari.
          “maksud kalian apa sih!? Gue gak ngerti.”
          “gak usah pura-pura gak ngerti, tadi Aldi nelpon ke handphone lo dan gue yang angkat, apa itu gak cukup mengatakan bahwa lo emang udah deket sama tuh tukang bubble cap playboy?” jawab ira seperti memojokkan Rani.
          “iih kalian apa-apaan sih! Gue ga nyangka ternyata kalian tuh suka shu’udzon aja sama orang. Lo juga ra! Lancang banget sih pake angkat-angkat telepon yang masuk ke handphone gue!?” langsung Rani meninggalkan teman-temannya tanpa menunggu jawaban dari temannya. Teman-teman Rani berusaha untuk mencegah Rani agar tidak pergi, tapi semua nampak sia-sia, kekecewaan telah terpampang di raut wajah Rani.
          ***
          Rani benar-benar kecewa dengan semua teman-temannya, mereka tega memfitnah orang yang telah merebut hatinya itu. Saat kekecewaan sedang memuncak, Rani melihat orang yang benar-benar mirip dengan Aldi sedang berada di tempat itu juga. Tapi apakah itu benar Aldi? Untuk menjawab rasa penasaran Rani, Ranipun menghampiri orang itu, dan benar itu Aldi, dia sedang bersama seorang perempuan! Tampak mesra! Rani langsung melabrak lelaki dan perempuan itu.
          Prok prok prok
Mendengar suara tepuk tangan dari belakang pundak Aldi, langsung Aldi menoleh dan nampak terkejut dengan kehadiran Rani saat itu.       
          “ran.. Rani? Kamu kok disini!?” keringat sudah bercucuran di muka Aldi.
          “haaallloooo Aldi! Terserah gue dong gue mau dimana kek! Dan lo, lo siapa?” tanya Rani dengan amarah yang sudah meletup dimana-mana.
          “eehh lo! Kurang ajar banget! Sopan dikit! Diajarin gak sih lo sama orang tua lo!” cerca perempuan itu balik.
          “eehh gak usah bawa-bawa orang tua kesini! Gue tanya lo siapanya Aldi?”
          “eehh anak bau kencur! Gue pacarnya Aldi sekaligus calon istrinya Aldi, lo mau apa?” setelah mendengar jawaban dari perempuan itu, Rani langsung pergi meninggalkan Aldi dan perempuan yang mengaku calon istrinya itu. Ternyata pertengkaran itu dilihat oleh teman-teman Rani. Saat itu juga teman-teman Rani langsung melabrak penjual es bubble itu.
          “eehh lo! Abang tukang es bubble yang sok baik, sok kegantengan, sok banget deh pokoknya! Lo tuh ya... iiiih ilah kalo bukan cowok udah gue bikin keriting lo!” sambil mengepal-ngepal tangannya, Febri meluapkan amarah dengan kata-katanya yang langsung menusuk hati si penjual es bubble. Yang lain pun ikut menimpali si penjual es bubble dengan berbagai makian mulai dari kelas bawah sampai kelas atas. Setelah puas memaki-maki Aldi, mereka semua langsup tancap gas dan pergi ke rumah Rani.
          ***
          “apa ran gue bilang! Makanya dengerin penjelasan kita, itu kan demi kebaikan lo juga. Akhirnya lo jadi kayak gini kan?” ira membuka pembicaraan di sore hari yang berkabung.
          “iya maafin gue ya” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Rani. Merekapun berpelukan J
          Ya memang persahabatan lebih penting dibanding segala-galanya, bila kita gundah dan sedih maka ia mengingatkan: laa tahzan innallaha ma’anaa, bila kita sakit maka ia akan doakan: syafakallahu syifa’an ajilan, bila kita hampir berputus asa maka ia akan ingatkan: laa taiasu mirrowhillah.
          ***
Semoga sahabat semua bisa mengambil hikmanya yaaa walaupun cerpennya kurang memikat hati hehe J

Kamis, 01 Maret 2012

Runtuhnya Tembok Penghalang Surga


Ungkapan nafas dan hanturan kata-kata indah untuk mengungkapkan kebahagiaan seorang Putri Adzkia Ramadhani yang baru saja menerima beasiswa untuk melajutkan studi semester 5-nya di malaysia nampaknya tak cukup. Lafadz Yang Maha Kuasa terus ia lanturkan dibibir merah mudanya. “Alhamdulillah.. Terima Kasih ya Allah” setelah mengetahui bahwa dirinya bisa mendapatkan kesempatan tersebut langsung saja dia pergi ke mushola kampusnya untuk melaksanakan sholat dhuha. Pagi itu langit nampak cerah seakan merasakan kesenangan seorang Adzkia, wanita berhijab dengan pembawaan yang ramah dan sopan.
            ***
            “Assalamu’alaikum umiii.. ada kabar baik nih!?” ucap Adzkia dari ambang pintu rumahnya.
            “Wa’alaikumsalam nak, ada apa sih? Umi lagi nyuci piring nih, kamu kesini aja”
            “Umi, aku dapat beasiswa untuk melanjutkan semester 5 di Malaysia mi, walaupun hanya 1 semester saja aku sudah sangat senang sekali mi” wajah cantiknya nampak berbunga-bunga karena baru saja mendapatkan kabar gembira dari Kampusnya.
            “Alhamdulillah ya nak, lalu kamu kapan berangkat kesananya?”
            “lusa mi, karena minggu depan kan semester 5 udah akan dimulai mi, dan senangnya lagi, biaya hidup aku disana dan keberangkatanku dibiayai mi oleh Kementrian Pendidikan. Alhamdulilllah banget mi hehe”
            “yaudah besok kita adain syukuran kecil-kecilan aja ya, buat mengungkapkan rasa syukur kita atas Rahmat-Nya.”
            ***
            Hari ini Adzkia sudah memasuki minggu ke empat perkuliahannya di Unversitas Islam Internasional Malaysia yang berada di Gombak. Disini dia mengambil jurusan Syariah, disini pula dia harus bisa menyesuaikan diri karena menjadi mahasiswa baru. Tak disangka tak diduga ternyata banyak juga mahasiswa muslim Indonesia yang menuntu ilmu disini. Tetapi walaupun Universtitas ini merupakan Universitas muslim, tidak semua mahasiswanya beragama muslim, ada juga yang beragama non muslim.
            Disuatu siang hari saat telah selesai perkuliahan, dia menabrak seseorang yang membuat buku seseorang itu berantakan semua dan terjatuh.
            “afwan, ana tidak sengaja..” lalu Adzkia pun mengambil buku yang tengah berantakan karena ulahnya. Lelaki tinggi yang dikenal sebagai orang yang memiliki amarah yang tinggi bak sumbu kompor yang pendek itu langsung saja menyulutkan pandangan tak suka terhadap Adzkia, dia bernama Chako Rahel. Rahel merupakan mahasiswa non muslim yang mengambil jurusan Teknik Mesin, tepatnya mahasiswa Atheis.
            “afwan? Apa itu!? Sudah biar saya saja yang merapikan buku itu, lebih baik kamu enyah saja dari hadapanku..” berkali-kali Adzkia meminta maaf akhirnya dia tinggalkan rahel yang tengah merapikan bukunya yang berjatuhan.
            “adzkiaaa...” tiba-tiba suara intan, teman satu fakultasnya memanggilnya saat Adzkia tengah berjalan di lorong sendirian. Intan merupakan mahasiswa asal Singapura yang telah berkuliah 1 semester lebih dulu dibanding dengan Adzkia.
            “eh iya tan, ada apa?”
            “iih, tadi aku denger kamu tabrakan ya sama laki-laki Atheis itu? Kok bisa sih!? Trus kamu dimaki-maki gak? Tadi aku dapet kabar itu dari temanku yang melihat kamu di depan perpus.”
            “heh? Sampe segitunya ya.. hehe  iya tapi dia biasa aja kok. Emang dia atheis tan? Kok bisa ya? Kamu kok bisa beranggapan kalau aku bakal dimaki-maki sih olehnya? Jangan shu’udzon ah.. udah yuk ke kelas?”
            “iih iya Adz, kalau ada berita tentang dia tuh, lelaki paling emosian pasti langsung menyebar kemana-mana. Iya dia itu kan atheis, jarang punya teman abis egois banget Adz. Dia tuh menuhankan egoisnya. Makanya kita panggil Atheis deh haha” lalu mereka pun langsung masuk ke kelas yang saat itu mata kuliah intan dan Adzkia memang sama.
            ***
            “heh kamu! Kamu yang kemarin menabrak saya ka!? Gak ada sopan-sopannya. Kamu ini mahasiswa baru kan! Soalnya saya juga baru lihat kamu.”
            “eeh iya ka, aku kan kemarin udah minta maaf sama kakak pas aku nabrak kakak” Adzkia masih dalam keadaan menunduk karena takut dengan tatapan laki-laki yang tengah berada di hadapannya.
            “gak sopan banget sih! Liat wajah saya kalau saya lagi bicara! Lagi pula kapan kamu meminta maaf! Saya gak dengar kata maaf dari mulut kamu kemarin!”
            “kemarin aku kan bilang afwan kak, maaf ka bukannya saya tidak sopan karena tidak menatap kakak, tapi karena saya menjaga hijab saya ka.”
            “afwan? Hijab? Kamu ini asal planet mana sih!? Kalau bicara tuh yang bisa dimengerti semua orang dong!” rahel memang sangat anti dengan hal yang berbau agama, walaupun ia menuntut ilmu di Universitas Islam di Malaysia, tetapi dia tidak pernah masuk kelas saat sedang perkuliahan Pendidikan Agama Islam, maka dari itu dia selalu mendapat nilai E untuk mata kuliah tersebut.
            “afwan itu artinya maaf ka, sedangkan hijab itu artinya pembatas. Jadi hijab itu...”
            “ah sudahlah saya tidak butuh penjelasan kamu. Lain kali tuh kalau bicara yang jelas dan bisa dimengerti biar orang lain paham maksud kamu. Kamu mengerti!?” Nada bicara Rahel yang tinggi membuat Adzkia sedikit tersontak. Jantungnya berdetak kencang sekali karena dia memang tidak pernah berbicara keras dengan siapapun dan Murobiyyah Adzkia pun selalu mengajarkan mutarrabinya untuk tidak berbicara dengan volume yang keras.
            Lalu Adzkiapun mengambil seribu langkah tanpa memedulikan seniornya yang nampaknya masih ingin meluapkan amarahnya dengan Adzkia. Diam-diam Rahel terbesit memikirkan Adzkia karena sikapnya yang terlalu kasar terhadap perempuan yang sopan itu.
            ***
            Hari ini Rahel berniat untuk meminta maaf atas perlakuannya tempo hari lalu. Allah memang sang Maha Pembolak-Balik Hati hamba-Nya, tidak ada badai tidak pula ada angin yang bisa membukakan lubuk hati sang Egoisme, Chako Rahel. Setiap makhluk hidup ciptaan-Nya pasti memiliki sisi kebaikan dari nurani yang suci, ya saat itu nurani Rahel sedang terketuk sehingga dia ingin meminta maaf akan sikapnya yang sudah keterlaluan.
            “heh kamu..” Rahel yang memang belum tahu nama Adzkia berteriak tanpa memanggil nama. Adzkia yang tidak merasa dipanggil meneruskan perjalanannya untuk ke perpustakaan karena ia harus meminjam buku untuk mata kuliah Ekonomi Syariahnya. Lalu saat Rahel sudah dekat dengan Adzkia, dia langsung memegang pundak Adzkia, Adzkia tersontak kaget dan memaki-maki Rahel.
            “heh! Kamu sopan dikit dong! Jangn mentang-mentang senior bisa seenaknya saja berlaku tak sopan dengan juniornya!” Adzkia menahan amarahnya dengan istigfar. Rahel sangat tidak mengerti maksud pembicaraan Adzkia, mengapa dia bilang kalau Rahel tidak sopan? Memang apa yang telah dia lakukan kepada Adzkia sehingga Adzkia berkata sepeti itu.
            “maksudmu? Berlaku tak sopan? Memangnya kamu aku apakan?” tanpa menjelaskan semuanya Adzkiapun langsung meninggalkan Rahel. Tujuan awal untuk meminjam buku di perpustakaan ia urungkan, Adzkia langsung pergi ke Masjid Assyifa, Masjid yang berada di kampusnya itu. Dia mengingat pesan dari murrobiyahnya, apabila amarah sedang memuncak ucapkan istigfar, bila belum reda juga rebahkan diri, bila belum reda juga hendaknya mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat sunnah dengan tujuan meredakan amarah.
            Rahel yang masih terpaku didepan perpustakaan langsung mengikuti Adzkia, saat Adzkia masuk ke dalam masjid, Rahel pun ikutan masuk ke Rumah Allah tersebut. Lalu saat Adzkia masuk ke bagian akhwat, Rahel juga mengikutinya.    
            “eehhmm.. kamu ngapain hel disana?” tanya seorang laki-laki yang sehabis melaksanakan sholat sunnah di pagi hari itu.
            “ehh mm nggg....” Rahel nampak gugup dan tidak bisa berbicara apa-apa.
            “kamu mau bikin onar lagi disini? Hah!?” ucap Ahmad yang memang sudah sangat muak dengan semua sikap Rahel selama ini, sayangnya kemarin-kemarin ia selalu tahan.
            “eeh kamu jangan menuduh gitu dong. Ada bukti gak!?” Rahel nampak memarahi Ahmad. Dan hampir saja mereka berkelahi di tempat yang suci itu, untung saja penjaga masjid langsung melerainya, dan Ahmad pun meniggalkan Rahel yang masih berada di Masjid. Lalu Rahel masuk kedalam bagian ikhwan, tiba-tiba ia mengingat semua kenangan masa lalunya. Keluarga yang harmonis, sayangnya ayah dan ibunda Rahel memang berbeda agama. Ayahnya merupakan seorang muslim yang berasal dari Indonesia, sedangkan bundanya non-muslim yang berasal dari Malaysia. Ia mengingat masa kecilnya saat ayahnya mengajarkan ilmu agama kepadanya, semua terasa indah. Tetapi seperti petir, kilat menyambar kehidupan yang indah itu, saat itu Allah sedang menguji hamba-Nya. Bundanya Rahel selingkuh dengan laki-laki lain dan mendapatkan benih dari hubungan gelap tersebut, langsung saja ayahnya meninggalkan bundanya dan pergi ke tanah air. Sejak saat itu Rahel tidak percaya akan agama karena yang ia tahu ayahnya itu adalah seorang ahli agama tetapi mengapa diberikan cobaan yang begitu berat! Padahal Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya yang telah tertuang didalam Al-Qur’an surat Al-baqoroh ayat 286 yang berisi “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....
            Tiba-tiba lamunan Rahel terbuyarkan oleh suara indah yang berasal dari masjid bagian Akhwat sedang melantunkan ayat suci-Nya. Suaranya amat indah, ya itu adalah suara Adzkia, Rahel mengenali suara itu. Benar-benar indah. Hingga tak terasa air mata Rahelpun keluar dari kelopak matanya dan ia menangis sejadi-jadinya.
            ***
            Sejak hari itu Rahel berubah menjadi orang yang benar-benar lebih baik.
            “maaffin aku ya mad..” Rahel meminta maaf kepada Ahmad karena memang Rahel sangat sering membuat Ahmad kesal akan perbuatannya yang tercela.
            “eh? Ada angin apa kamu! Gak usah minta maaf lah.. nanti juga kamu kayak gitu lagi. Dasar muka dua!” Ahmad yang memang sudah tidak percaya lagi dengan apa yang dikatakan Rahel malah memaki Rahel dengan hal yang tidak sebenarnya.
            “sumpah demi Tuhan mad aku minta maaf sama kamu.” Hampir saja Rahel terpancing amarahnya tetapi dia mengingat Sang Pencipta.
            “aah yasudahlah terserah kamu lah hel” lalu Ahmad meninggalkan Rahel yang masih dengan wajah yang tulus meminta maaf.
            “aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa Ya Allah.. dosaku memang terlalu banyak. Ampuni aku.. aku tidak tahu apakah Engkau akan memaafkankan ku atau terus membiarkanku tersesat dijalan yang salah”
            “tidak rahel. Allah itu Maha Pemaaf, Dia membukakkan pintu maaf yang selebar-lebarnya untuk hamba-Nya yang bersungguh-sungguh untuk bertobat” suara yang berasal dari belakang Rahel membuat Rahel menghapus air matanya yang mulai bertebaran diwajahnya itu. Ya, dia adalah Putri Adzkia Ramadhani.
            “maafkan aku ya, aku benar-benar minta maaf” lalu Rahel pun menunduk seakan ia benar-benar menyesali perbuatannya.
            “sudahku maafkan dari sebelum kamu meminta maaf”
            “kamu benar-benar wanita yang baik sekali. Belum pernah aku menemukan kamu sebelumnya. Tapi darimana kamu tahu namaku Rahel?” tanya Rahel heran.
            “siapa sih yang tidak tahu nama kamu?” senyuman dari wajah nan cantikpun merekah indah dibibirnya. Lalu Adzkiapun meninggalkan Rahel yang masih terpaku.
            “siapa namamuuu?!” Rahel berteriak sehingga membuat semua mata tertuju padanya. Tetapi dia memedulikannya.
            “Adzkia!” Adzkia menoleh sebentar untuk menjawab pertanyaan Rahel lalu melanjutkan perjalanannya.
            ***
            Sejak saat itu Rahel benar-benar berubah dan lebih banyak memperdalam ilmu keagamaannya denga belajar mengaji. Dia yang mengaku telah jatuh hati kepada Adzkia yang telah membuatnya seperti sekarang, dia bertekad untuk mengkhitbah Adzkia jika ia sudah mampu dalam hal apapun.
            Hari ini Adzkia telah mengakhiri semester 5nya di Malaysia dan dia mengadakan perpisahan kecil-kecilan dengan sahabatnya. Dia akan kembali ke tanah air dengan sertifikat dan berbagai pengalaman yang tak akan dilupakannya.
            “kamu lihat Adzkia gak?” tanya Rahel kepada teman satu fakultas dengan Adzkia.
            “lah, kamu gak tahu hel? Dia kan udah balik ke Indonesia. Dia disini Cuma 1 semester aja.” Setelah mendapat kabar sepeti itu dia langsung terbang ke Indonesia, tetapi sebelum dia mencari dan menemukan Adzkia, dia pergi ke tempat ayahnya yang berada di Indonesia, dia akan menuntut ilmu dengan ayahnya yang sekarang adalah seorang murrobi di Indonesia.
            ***
            “assalamu’alaikum umiiiii abiiiii.......” Adzkia berteriak dari halamannya dengan bawaannya yang sangat banyak. Dia tak lupa membawakan banyak oleh-oleh untuk umi dan abinya. Adzkia adalah anak satu-satunya di keluarga kecil itu.
            “wa’alaikumsalam nak, eh adzkia udah pulang. Abiiii....... adzkia pulang bi” teriak umi dari halaman yang nampaknya sedang merapikan tanaman kesayangannya. Abi yang sedang membetulkan keran yang rusak segera saja menghambur ke pintu halaman dan menghampiri suara umi dan Adzkia.
            “alhamdulillah anak abi udah sampai. Ayo masuk, istirahat dulu nanti cerita-ceritanya ya nak.” Abi mempersilahkan anaknya untuk masuk dulu dan beristirahat. Setelah merapikan semuanya Adzkia pun kembali ke ruang tengah untuk melaksanakan makan siang bersama, setelah itu barulah Adzkia menceritakan semuanya.
            “oalaahh ndoo.. siapa tuh nama anaknya tadi? Kayaknya umi kenal deh.”
            “aduuh umi sok kenal banget sih!” ejek abi sambil mengernyitkan alis matanya.
            “iya bener toh bi, Rahel Rahel ituu bukannya anaknya si murrobi Rahman ya?”
            “mmm iya mi emangnya? Abi gak tahu tuh..”
            “iih iya bi, ingat gak waktu itu dia pernah punya istri tapi katanya istrinya selingkuh trus anaknya yang namanya Rahel itu gak dia bawa soalnya istrinya yang mau ngurus katanya.” Ucap uminya panjang lebar.
            “adduuuhh udah udah ahh, kok jadi bergunjing sih. Udah yuk bi, mi kita sholat dzuhur berjama’ah?” ajak Adzkia yang memotong pembicaraan uminya karena sudah mulai ngelantur.
            ***
            Kedatangan Rahel ke rumah ayahnya disambut dengan hangat oleh ayahnya. Rahel yang memang sudah mengetahui kediaman ayahnya tanpa memberitahu kedatangannya itu agar membuat kejutan untuk ayahnya. Rahel benar-benar berubah, penampilannya sudah seperti ikhwan. Ayahnya sangat bangga terhadap Rahel dan sedikit menyesal karena pernah meninggalkan anaknya itu.
            Saat Rahel sedang membeli sesuatu di warung untuk ayahnya, dia melihat perempuan yang dia anggap Adzkia. Lalu tanpa sadar ia berteriak memanggil Adzkia.
            “Adzkia..” lalu perempuan itu menengok ke arah suara yang memanggil. Benar saja itu Adzkia. Lalu Adzkia sedikit terkejut karena melihat Rahel sedang berada di warung bu inah.
            “rahell, kok kamu disini?”
            “aku sedang berkunjung ke rumah ayahku adz, kamu?”
            “lho? Rumahku kan memang di daerah sini. Emangnya siapa nama ayahmu?”
            “Rahman.. pak Rahman, yang rumahnya disana tuh” sambil menunjuk rumah yang Rahel maksud, Adzkia benar-benar terkejut. Berarti benar yang dikatakan oleh uminya bahwa Rahel adalah anak murrobi Rahman. Berarti apa benar juga ya dengan yang dikatakan umi waktu itu? Apakah karena masalah tersebut Rahel akhirnya menjadi brandal seperti waktu itu? “astagfirullah” ucap Adzkia tanpa sadar.
            “ada apa adz?”
            “eh gak kok, aku pulang dulu ya..”
            ***
            Saat sampai di rumah, Rahel pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya mulai dari Malaysia sampai perihal pertemuannya dengan Adzkia tadi di warung bu Inah. Pak Rahman sedikit terkejut, lalu Rahel meminta ayahnya untuk melamarkan Adzkia untuk dirinya, ayahnyapun tak menolak permintaan yang terpuji itu. Lusa mereka merencanakan untuk segera mengkhitbah Adzkia untuk Rahel.
            “jadi maksud kedatangan pak Rahman ini untuk mengkhitbah anak kami?” tanya abinya Adzkia.
            “kalau kami sih terserah putri kami saja ya mi..”
            “iya bi betul, bagaimana dengan kamu Adzkia?” Adzkia hanya tersenyum dan tertunduk malu.
            “kalau kayak gitu sih diamnya perempuan tandanya iya” celetuk pak Rahman membuat semuanya tertawa. Alhamdulillah!
            ***
            Pernikahanpun berlangsung setelah Adzkia dan Rahel menyelesaikan studi S1-nya. Dan mereka hidup bahagia. Pintu surgapun terbuka lebar untuk hamba-Nya yang melaksanakan walimatul ursy dengan jalan-Nya. Rahmat dan keberkahan akan tercurah untuk rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah da Warahmah. Ungkapan nafas dan hanturan kata-kata indah untuk mengungkapkan kebahagiaan seorang Putri Adzkia Ramadhani yang baru saja melaksanakan pernikahannya itupun tak cukup untuk dilukiskan. J