Pagi ini langit tampak cerah
diikuti dengan nyanyian burung dan gemercik sungai yang aku lewati di pagi hari
ini. Hari ini aku berniat untuk pergi ke kampus karena ada suatu urusan yang
harus kuselesaikan segera dengan teman-teman organisasiku. Aku pergi ke kampus
menggunakan bus 502 yang mengarah Kampung Melayu dan dilanjutkan menaiki
angkutan umum M16 ke arah pasar minggu. Sepanjang perjalanan menuju Kampung
Melayu, aku hanya termenung melihat jalanan di pagi hari yang sudah sangat
dipenuhi dengan hiruk pikuknya kota Jakarta. Saat tengan berada di Jatinegara
semua pinggiran kota nampak sedang berdiskusi tentang tawar-menawar. Ya itu
pemandangan yang sudah sangat biasa kutemui di jantung kota. Saat turun dari
502 dan mulai memasuki angkutan umum M16 , aku melihat seorang lelaki tua yang
sudah berambut putih tengah memerhatikanku. Aku tak mengerti, tapi aku
pura-pura tak mengetahui bahwa dia sedang memerhatikanku. Sambil membuka
ponselku karena bergetar dan menandakan ada sms, tiba-tiba lelaki tua itu
menegurku.
“de, kuliah dimana?” tanya bapak
itu sangat ramah dengan menyunggingkan senyumnya dipipinya yang sudah
menunjukan tanda menuanya itu.
“eh iya pak, kuliah di STEKPI
pak.” Jawabku seadanya dengan sedikit
senyum diwajahku karena tak ingin terlalu banyak pertanyaan yang dilontarkan
bapak tua itu.
“oh STEKPI dimana tuh?” tanya
bapak itu lagi, padahal yang aku tahu setiap orang yang menaiki angkutan umum
M16 pasti sudah mengetahui dimana STEKPI berada, tapi mungkin bapak itu
benar-benar tidak tahu.
“itu pak di kalibata..” tak
disangka tak diduga ternyata pembicaraan kami sudah memakan waktu lama dan
hampir-hampir telah sampai di tempat tujuanku. Tapi bapak tua itu telah turun
dari angkutan umum itu dan mengucapkan salam kepadaku. Aku bingung entah apa
yang harus dirasakan saat ini. Semua kejadian yang kualami didalam angkutan
umum tadi telah terekam didalam memoriku pada hari ini. Mulai dari perkenalan
singkat hingga akhirnya bapak tua itu ingin mengenalkanku kepada anaknya yang
telah berumur 23 tahun, berjarak 5 tahun denganku yang masih duduk dibangku
kuliah semester 2 saat ini. Menurut pembicaran bapak tua itu yang bekerja tak
jauh dari kampusku yaitu Direktorat Jendral Pajak, bahwa ia memiliki anak yang
benar-benar aktif di keagamaan, dia sekarang bekerja di suatu bank konvesional,
menurut cerita bapak itu pula mengatakan bahwa anaknya akan mengundurkan diri
dari tempat bekerja tersebut karena bank konvensional menurut hukum islam
adalah memakan uang riba, sehingga anak lelaki bapak tua itu merencanakan untuk
mengundurkan diri dari bank tersebut.
Sesampainya di kampus, aku
bertemu dengan temanku di perpustakaan karena akan mengembalikan buku yang
telah dipinjam di perpustakaan.
“eh jay, sini deh gue mau cerita
nih..” awal pembicaraanku dengan jayanti teman dekat di kampusku.
“eh san, kemana aja lu? Gua udah
nunggu daritadi. Mau cerita apa?” tanya jayanti penasaran.
Akhirnya akupun menceritakan
kejadian yang telah kualami di angkutan umum tadi ke jayanti, lalu ia hanya
tertawa mendengar ceritaku itu.
“hahahahahaaa.. wah lu mau
dita’arufin tuh san sama tuh anak. Cieeee” dia malah melediku, bukannya memberi
saran atau masukan.
“eh iya jay, salahnya gue malah
pake ngasi nomor handphone gue segala lagi. Haduh abisnya gak enak liat
bapaknya yang udah nyodorin hapenya ke gue. Gimana dong jay?”
“yaudah let it flow aja siihh..
gue juga gak tau mesti ngasih saran apa hehe. Eh beli bubble yuk” akhirnya
pembicaraan kamipun berakhir, setelah mengembalikan buku perpustakaan, aku dan
jayantipun pergi untuk membeli segelas bubble.
1 minggu kemudian..
Hari ini adalah hari minggu
dimana semua aktifitas sejenak dihentikan dan akupun hendak istirahat karena
seminggu kemarin tidak ada istirahat dan selalu sibuk dikampus karena suatu hal
yang benar-benar harus diselesaikan akhir bulan ini untuk dijadikan laporan ke
DEMA jadi setiap harinya aku harus ke kampus untuk membahas hal itu dengan
teman-temanku. Tiba-tiba saat sedang membaca novel di kamarku, ponselku
berdering menandakan ada telepon masuk, setelah ku lihat ternyata nomor bapak
tua itu, aku telah menyimpannya saat pertemuan seminggu silam.
“halo assalamualaikum pak..”
ucapku mengawali percakapan di telepon itu.
“walaikumsalam nak, masih inget
sama bapak gak?”
“masih kok pak, ada apa ya pak?”
“ini nak, anak bapak yang tempo
hari bapak ceritakan ingin bicara sama kamu nih..”
Deg! Aku jarang sekali menerima
telepon dari orang yang belum dikenal sama sekali, apalagi laki-laki. Aku
benar-benar tidak mengeluarkan sepatah katapun saat lelaki diseberang telepon mulai
pembicaraannya dengan mengucapkan salam kepadaku. Tangkapan pertama yang
kudengar saat mendengar suaranya adalah, suaranya sangat bagus. Mungkin karena
dia suka mengaji, aku tahu itu dari bapak tua yang tempo hari menceritakan
anaknya itu bahwa ia sering kali mengaji dan melaksanakan puasa sunnah.
Subhanallah!
Pembicaraan kami ditelepon pun
berakhir dengan durasi 10 menit. Tidak lama setelah itu ada pesan multimedia
masuk ke ponselku. Saat ku buka ada pesan tulisan ini fotoku san. Lelaki bernama rahman itu mengirim foto lewat pesan
singkat. Aku bingung harus membalas dengan memberikan fotoku juga atau
kubiarkan saja? Akhirnya aku membiarkan foto itu berada di ponselku. Aku tak
membalas apa-apa.
Setelah hari itu, aku dan dia
jarang berkomunikas lagi, tapi ya biarlah. Aku tidak telalu memperdulikannya,
di foto itu, wajahnya dengan kulit berwarna sawo matang, hidung tidak begitu
mancung, alis mata yang menurutku tipis dengan sedikit janggut didagunya tidak
terlalu kubayangkan dibenakku.
***
5 tahun kemudian..
Hari ini aku telah bekerja di
sebuah perusahaan teknologi dibagian akuntan, tetapi aku berniat untuk
mengundurkan diri dan melanjutkan mengajar di sekolah menengah pertama. Karena
memang dari dulu aku memiliki cita-cita yaitu menjadi pengajar. Kalau perlu aku
ingin melanjutkan kuliah S2 ku di negeri orang, tapi nampaknya kuurungkan
niatku itu karena belum memiliki uang cukup untuk kuliah di luar negeri. Saat
tengah bekerja di sebuah ruangan yang hanya ada aku sendiri disini sedangkan
karyawan yang lain tengan beistirahat, aku hanya mengetik suatu cerita yang
menurutku bisa menghilangkan kebosananku, lalu tiba-tiba temanku riska
menyapaku.
“hei san, gak istirahat? Ke
kantin yuk?” ajaknya tapi aku siang ini nampak tak berselera dengan makanan di
kantin hari itu selain itu tadi pagi aku juga menyiapkan bekal untuk ke kantor.
“eh gak deh ris, kamu aja. Aku
bawa bekal. Hehe”
“oh yaudah, gue duluan yaa”
setelah riska pergi, akupun melanjutkan mengetik cerita yang ada di depan layar
komputer. Riska merupakan senoirku disini, dia telah bekerja sekitar 1 tahun
silam. Tak lama setelah itu, ponselku berdering menandakan ada pesan masuk.
Saat kubaca ternyata pesan dari rahman! Aneh sekali, setelah 5 tahun tak muncul
lalu tiba-tiba mengirim pesan kata-kata yang indah menurutku
Bunga mawar
nan cantik itu
memang tak
bisa disentuh oleh
sembarang
tangan karena
durinya
yang bisa melukai
siapapun
yang menyentuhnya
Begitu juga
dengan permata
yang ada
didalam lemari kaca
nan indah,
tak semua orang beruang
bisa
memilikinya karena harganya
yang begitu
sangat mahal
Tak lain
pula dengan ratu-ratu
terkemuka
di semua negara,
tak semua
lelaki bisa menggapainya
kecuali orang-orang yang
sangat dekat dengannya
Itulah kamu
bidadari surga impianku J
Aku tidak mengerti maksud dari
pesan yang rahman kirimkan siang hari itu. Lalu tak lama setelah itu ada pesan
lagi, yakni dari rahman pula yang mengajakku untuk berbicara dengan orang
tuanya. Akupun menolak, tetapi ia malah meminta alamat rumahku untuk dikunjungi
oleh ayah dan ibunya. Akupun memberinya, aku punya pikiran bahwa ia akan
meminangku, tapi aku benar-benar belum siap.
Beberapa hari setelah rahman
meminta alamat rumahku, dia dan kedua orang tuanya berkunjung ke rumahku.
“assalamualaikum bu.. benar ini
rumahnya santika?” tanya bapak tua itu ke ibuku, aku yang sedari tadi tengah
mengintip dari kamarku melihat ibuku sedang menerima tamu didepan, tapi sedikit
bertanya juga, apakah itu benar-benar rahman dan kedua orang tuanya? Bapak yang
5 tahun silam ku temui di angkutan umum itu sih iya, tapi rahmannya? Saat dia
mengirimkan fotonya lewat pesan beberapa tahun yang lalu tidak seperti itu
wajahnya, rahman yang sedang kulihat saat ini adalah lelaki tingginya melebihi
aku dan ibuku, berkulit putih, hidungnya mancung dengan mata yang sedikit belo
lalu alis mataya yang tebal dengan janggut didagunya yang tidak begitu banyak.
Subhanallah! Tampan sekali lelaki itu, tapi dia siapa ya? Aku langsung menutup
gorden tempat aku mengintip mereka yang tengah berada di ruang tamu. Apakah dia
kakaknya rahman? Entahlah!
“iya pak betul, ayo silahkan
masuk dulu” lalu ibuku mempersilahkan mereka duduk dan ibupun meninggalkan
mereka lalu menuju kamarku. Aku segera pergi ke kasur dan menutup wajah dengan
selimut. Aku seperti anak kecil yang tengah dikunjungi oleh guru SD karena
sudah tidak masuk dengan kurun waktu yang lama. Benar saja beberapa detik
kemudia, ibuku menyuruhku untuk keluar dari kamar dan menemui mereka. Aku
langsung mengenakan rokku dan jilbab yang bisa menutupi dada. Lalu beranjak
untuk menemui tamu di depan. Dengan menunduk akupun menghampiri mereka, dengan
detak jantung yang tak karuan bunyinya
“assalamualaikum..” aku mengawali
pembicaraan mereka, lalu rahman berdiri dan aku sedikit mendengar decakan
subhanallah dari mulut rahman. Aku tidak mengerti, apa ada yang salah dengan
pakaianku? Aku mengenakan rok panjang, kaus kaki dan jilbab yang wajar. Mungkin
habis melihat suatu ciptaan Allah yang mengagumkan, entahlah! Aku
celingak-celinguk mencari ibuku yang tak kunjung keluar karena sedang
membuatkan minum untuk mereka.
“rahman, ini yang namanya santika
yang bapak ingin jodohkan ke kamu” mendengar bisikan ayahnya lalu aku memiliki
pertanyaan yang sangat besar. Rahman?! Dia rahman?! Lalu foto yang waktu itu ia
kirimkan kepadaku itu siapa? Tak lama setelah itu ibuku keluar dari dapur dan
membawa minum serta cemilan untuk dinikmati.
“baiklah bu, langsung saja ya
kami memperkenalkan diri. Saya orang tua rahman, temannya santika bu berniat
untuk mengkhitbah anak ibu untuk dijadikan istri untuk anak saya. Bagaimana
bu?” ibuku langsung tercengang dan menegok ke arahnya dengan raut muka yang
penuh dengan tanya. Aku hanya diam seribu bahasa.
“maaf pak sebelumnya, saya kan
belum mengenal anak bapak serta bapak dan ibu dalam keluarga kami. Bisakah
bapak menceritakan semua ini terlebih dahulu? Kalau boleh jujur saya
benar-benar tidak tahu apa-apa” tanya ibuku dengan polosnya.
“begini bu, beberapa tahun silam
saya dan anak ibu bertemu disebuah angkutan umum, lalu saya berniat untuk
mengenalkan anak ibu dengan anak saya. Lalu..”
“oh iya saya ingat, waktu itu si
santika juga pernah bercerita tentang hal itu tapi kenapa sekarang tiba-tiba
banget ya pak? Lalu kenapa tidak diberi kabar terlebih dahulu?” tanya ibuku
yang mulai mengerti duduk permasalahan.
“iya, waktu itu saat pertemuan
kami, anak saya menyuruh saya untuk menunggu beberapa tahun untuk santika agar
bisa menyelesaikan kuliahnya, dan semasa menunggu si rahman sengaja tidak
menghubungi santika untuk beberapa kurun waktu yang sangat lama karena anak
saya tidak mau cintanya ternodai dengan hal-hal yang diharamkan dalam agama.”
“ooh iya saya mengerti..
keputusan ini sebenarnya tidak membutuhkan jawaban saya, mungkin dari pihak
yang bersangkutan. Jika anak saya bersedia, ya saya menyetujui pula. Tapi mohon
maaf pak, santika sudah tidak tinggal dengan ayahnya karena saya dan ayahnya
telah berpisah sejak santika masih kecil. Untuk informasi bapak, ibu dan nak
rahman saja.”
“oh iya bu gapapa kok. Gimana nak
santika?” aku diam termangu, lalu aku berlari ke kamar tanpa izin dengan orang
yang sedang melakukan pembicaraan itu.
“santikaaa.. nakk sini dulu.” Ku
dengar suara ibuku memanggilku, tapi aku tak memperdulikannya.
“maaf pak sebelumnya, mungkin
belum bisa dijawab kali ya karena mungkin juga ini semua terlalu cepat dan
mendadak sekali. Mungkin saya akan bicarakan dengan anak saya terlebih dahulu.
Gimana pak?” ibuku berusaha sesopan mungkin menghadapi tamu yang menurut ibuku
itu terhormat karena bawaan mereka benar-benar wibawa sekali.
“oh iya bu gapapa, sebelumnya
kami juga minta maaf karena mungkin terlalu cepat. Rahman akan menunggu kok
bu.” Bapak itu melemparkan senyumnya lalu pamit pulang.
“sayaangg, buka pintunya dong?”
took took took! Suara ketukan pintu kamarku mulai terdengar dan aku tahu pasti
ibu ingin menenangkanku dan membicarakan hal ini baik-baik. Lalu akupun
beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu kamar.
“kamu kenapa sih? Kok jadi kayak
anak kecil gitu?” tanya ibuku sambil membelai kepalaku yang berada
dipangkuannya.
“aku gak bisa bu, ini terlalu
cepat. Aku belum begitu mengenal mas rahman. Ibu tahu? Beberapa tahun silam dia
pernah mengirimkan foto ke aku dan saat aku melihatnya tadi mengapa sangat
berbeda dengan yang ada di foto waktu itu. Aku tidak mengerti mengapa rahman
membohongiku bu” isak tangisku mulai terdengar saat ini. “aku belum siap untuk
menikah saat ini. Mungkin nanti saja bu kalau aku sudah siap jiwa dan raga. Aku
masih ingin membahagiakan ibu. Toh jodoh gak akan kemana. Dia Yang Maha Tahu
sudah mengatur semua ini di lauhul mahfudz-Nya.” Aku mulai memutuskan hal ini
dan menolak khitbahnya rahman.
“kalau itu keputusan kamu ya gak
papa, ibu sih hanya berdoa supaya kamu bisa mendapatkan yang terbaik. Yaudah
nanti kalau keluarga mereka datang lagi kemari ibu yang akan menemui dan bicara
tentang hal itu ya? Udah kamu jangan sedih dong. Mana nih anak ibu yang
biasanya ceria?” goda ibuku, akupun tersenyum.
***
Sampai pada saat ini aku masih
aktif dalam mengikuti kegiatan organisasi keagamaan yang biasa disebut dengan
liqo. Aku memiliki seorang murobiyah bernama ibu latifah, dia kadang
menjodohkan santri-santinya dengan santri yang dibawahi oleh suaminya yaitu pak
ihcsan. Sekarang mungkin adalah saat yang tepat untuk berikhtiat meminta petunjuk
melalui murobiyah itu agar aku bisa menentukan jawaban yang akan aku berikan ke
rahman. Hari ini adalah hari dimana aku akan mengikuti liqo.
“assalamualaikum bu, aku boleh
cerita gak?” sapaku memulai pembicaraan di sore hari yang sangat cerah itu.
“waalaikumsalam nak, oh iya sok
atuh. Mau cerita opo toh neng?” jawab bu latifah sambil merangkul pundakku, dia
sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.
“gini bu, kan aku pernah punya
kenalan dari seorang bapak tua yang aku kenal di angkot 5 tahun silam, lalu dia
mengenalkan aku dengan anak laki-lakinya bu. Saat perkenalan di hari itu kami
telpon-telponan tapi gak lama sih bu, lalu setelah hari itu dia tiba-tiba
menghilang dari kehidupanku. Aku pikir dia telah mendapatkan pendamping baru
kan bu karena umur kita terpaut 5 tahun. Lalu beberapa hari yang lalu saat aku
sedang di kantor, tiba-tiba ada sms masuk dari laki-laki itu bu lalu dia
kemarin dengan orang tuanya mengunjungi rumahku dan berencana untuk
mengkhitbahku bu, aku belum menjawab khitbahnya dia. Karena aku sangat bingung
dengan apa yang harus aku lakukan. Apakah mungkin ini saatnya aku mencari jodoh
bu?” ceritaku panjang lebar mengharapkan jawaban atas keluhanku.
“oh begitu ya nak, gimana kalau
kamu ibu kenalkan dengan santri yang dibimbing suami ibu? Kamu cukup menuliskan
data diri kamu dan kamu berikan ke ibu. Insya Allah ada jalan nak” mungkin
memang ini saatnya, baiklah akan aku coba untuk hal itu. Bismillah!
Saat selesai menuliskan semua
data diriku disebuah kertas selembar, akupun memberikan kertas itu ke bu
latifah dan mengharapkan agar ada suatu jawaban dari Yang Maha Kuasa dan Maha
Pemilik Hati.
***
Beberapa hari setelah itu, aku
telah memegang data diri seorang akhi dari santri suaminya bu latifah. Setelah
kubaca semua profil dari dia bismillah! Namanya Muhammad Abdurahman
Sudirohusodo. Mungkinkah ini jodohku? Rasanya hatiku memang sudah mantab dengan
pilihan ini. Semoga ini memang jawaban dari Allah untukku. Baiklah sekarang
saatnya aku memberitahu dengan orang tuaku bahwa inilah pilihanku, dan aku bersiap
untuk menjawab khitbahan dari rahman.
“assalamualaikum
bu, aku bawa kabar baik untuk menjawab khitbahan dari rahman bu. Sepertinya aku
akan memilih calon suami yang dipilihkan oleh murobiyah aku.” Jelasku panjang
lebar tanpa membiarkan ibu menjawab salamku terlebih dahulu.
“walaikumsalam,
duduk dulu sini nak. Ayo pelan-pelan ceritakan.” Setelah itu akupun
menceritakan semua hal yang telah aku alami di tempat aku mengaji. Ibuku tampak
setuju karena memang apa-apa yang diputuskan olehku dan akupun nyaman dengan
keputusan itu maka ibuku pun akan mendukung keputusanku itu.
***
Beberapa hari
setelah itu rahman dan keluarganya beserta murobiyahku dan suaminya mengunjungi
kediamanku. Hari ini hari libur dan aku sedang tidak berada di kantor.
“assalamualaikum
ibu ana..” sapa muribiyahku yang memang sudah sangat akrab dengan ibuku.
“waalaikumsalam
bu ayo silahkan masuk. Eh ada nak rahman juga.. ayo masuk-masuk.” Setelah ibuku
mempersilahkan masuk lalu mereka menyampaikan maksud kedatangan mereka
berkunjung ke rumahku.
“saya dan
keluarga saya kemari bermaksud untuk mengkhitbah dan menanyakan konfirmasi
ulang tentang khitbahanku tempo hari yang lalu bu.” Saya hanya diam belum
mengerti akan benang permasalahan.
“iya nak
santika dan ibu ana, ini anak yang bernama Muhammad Abdurahman Sudirohusodo. Dia adalah
santri dari suami ibu.” Ibu latifah memperkenalkan rahman denganku. Aku tidak
tahu harus berkata apa.
“oohh
jadi ini toh yang anak saya ceritakan tentang santri yang telah dijodohkan oleh
ibu latifah. Jadi nak?” Tanya ibuku bermaksud untuk menyuruhku untuk
mengeluarkan suara.
“jadi Muhammad
Abdurahman Sudirohusodo itu mas rahman?” tanyaku benar-benar belum mengerti.
“iya nak,
jadi kamu sudah mengenal nak rahman sebelumnya” Tanya bu latifah.
“iya
ukhti saya Muhammad
Abdurahman Sudirohusodo..” senyum yang indah dari wajah yang tampan merekah
bagaikan bunga yang tersiram oleh air nan segar.
“iya bu
saya sudah mengenal mas rahman sebelumnya..”
“wah jadi
gak perlu nunggu lama-lama nih bu, mari saja kita tentukan tanggal walimahnya.”
Jawab bapak rasyid yang selalu aku sebut bapak tua.
“Alhamdulillah”
semua menyeru..
Akhrinya aku
mengerti semua, bahwa Muhammad
Abdurahman Sudirohusodo itu memang mas rahman, dan mas rahman adalah santri
dari suami bu latifah. Ya Allah semoga memang dia benar-benar jodohku. Bismillah!
hadoohh kenapa mesti ada nama gue jadi ngeri nih cerita ama lu tar di posting lagi :D wkwkwk
BalasHapusyaelah jay kenapa emg? gak boleh?
BalasHapus