Mengenai Saya

Foto saya
Ketika sebuah kalimat yang keluar dari mulut tak bisa didengarkan oleh orang lain. Maka Menulislah, disitu Anda akan dikenang sepanjang usia Anda, karena mungkin kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa mengubah seseorang, tetapi tulisan yang dibaca berulang bisa menjadi pengaruh untuk seseorang. Maka Menulislah!

Minggu, 26 Februari 2012

Jodoh ditangan Tuhan


Pagi ini langit tampak cerah diikuti dengan nyanyian burung dan gemercik sungai yang aku lewati di pagi hari ini. Hari ini aku berniat untuk pergi ke kampus karena ada suatu urusan yang harus kuselesaikan segera dengan teman-teman organisasiku. Aku pergi ke kampus menggunakan bus 502 yang mengarah Kampung Melayu dan dilanjutkan menaiki angkutan umum M16 ke arah pasar minggu. Sepanjang perjalanan menuju Kampung Melayu, aku hanya termenung melihat jalanan di pagi hari yang sudah sangat dipenuhi dengan hiruk pikuknya kota Jakarta. Saat tengan berada di Jatinegara semua pinggiran kota nampak sedang berdiskusi tentang tawar-menawar. Ya itu pemandangan yang sudah sangat biasa kutemui di jantung kota. Saat turun dari 502 dan mulai memasuki angkutan umum M16 , aku melihat seorang lelaki tua yang sudah berambut putih tengah memerhatikanku. Aku tak mengerti, tapi aku pura-pura tak mengetahui bahwa dia sedang memerhatikanku. Sambil membuka ponselku karena bergetar dan menandakan ada sms, tiba-tiba lelaki tua itu menegurku.
“de, kuliah dimana?” tanya bapak itu sangat ramah dengan menyunggingkan senyumnya dipipinya yang sudah menunjukan tanda menuanya itu.
“eh iya pak, kuliah di STEKPI pak.”  Jawabku seadanya dengan sedikit senyum diwajahku karena tak ingin terlalu banyak pertanyaan yang dilontarkan bapak tua itu.
“oh STEKPI dimana tuh?” tanya bapak itu lagi, padahal yang aku tahu setiap orang yang menaiki angkutan umum M16 pasti sudah mengetahui dimana STEKPI berada, tapi mungkin bapak itu benar-benar tidak tahu.
“itu pak di kalibata..” tak disangka tak diduga ternyata pembicaraan kami sudah memakan waktu lama dan hampir-hampir telah sampai di tempat tujuanku. Tapi bapak tua itu telah turun dari angkutan umum itu dan mengucapkan salam kepadaku. Aku bingung entah apa yang harus dirasakan saat ini. Semua kejadian yang kualami didalam angkutan umum tadi telah terekam didalam memoriku pada hari ini. Mulai dari perkenalan singkat hingga akhirnya bapak tua itu ingin mengenalkanku kepada anaknya yang telah berumur 23 tahun, berjarak 5 tahun denganku yang masih duduk dibangku kuliah semester 2 saat ini. Menurut pembicaran bapak tua itu yang bekerja tak jauh dari kampusku yaitu Direktorat Jendral Pajak, bahwa ia memiliki anak yang benar-benar aktif di keagamaan, dia sekarang bekerja di suatu bank konvesional, menurut cerita bapak itu pula mengatakan bahwa anaknya akan mengundurkan diri dari tempat bekerja tersebut karena bank konvensional menurut hukum islam adalah memakan uang riba, sehingga anak lelaki bapak tua itu merencanakan untuk mengundurkan diri dari bank tersebut.
Sesampainya di kampus, aku bertemu dengan temanku di perpustakaan karena akan mengembalikan buku yang telah dipinjam di perpustakaan.
“eh jay, sini deh gue mau cerita nih..” awal pembicaraanku dengan jayanti teman dekat di kampusku.
“eh san, kemana aja lu? Gua udah nunggu daritadi. Mau cerita apa?” tanya jayanti penasaran.
Akhirnya akupun menceritakan kejadian yang telah kualami di angkutan umum tadi ke jayanti, lalu ia hanya tertawa mendengar ceritaku itu.
“hahahahahaaa.. wah lu mau dita’arufin tuh san sama tuh anak. Cieeee” dia malah melediku, bukannya memberi saran atau masukan.
“eh iya jay, salahnya gue malah pake ngasi nomor handphone gue segala lagi. Haduh abisnya gak enak liat bapaknya yang udah nyodorin hapenya ke gue. Gimana dong jay?”
“yaudah let it flow aja siihh.. gue juga gak tau mesti ngasih saran apa hehe. Eh beli bubble yuk” akhirnya pembicaraan kamipun berakhir, setelah mengembalikan buku perpustakaan, aku dan jayantipun pergi untuk membeli segelas bubble.
1 minggu kemudian..
Hari ini adalah hari minggu dimana semua aktifitas sejenak dihentikan dan akupun hendak istirahat karena seminggu kemarin tidak ada istirahat dan selalu sibuk dikampus karena suatu hal yang benar-benar harus diselesaikan akhir bulan ini untuk dijadikan laporan ke DEMA jadi setiap harinya aku harus ke kampus untuk membahas hal itu dengan teman-temanku. Tiba-tiba saat sedang membaca novel di kamarku, ponselku berdering menandakan ada telepon masuk, setelah ku lihat ternyata nomor bapak tua itu, aku telah menyimpannya saat pertemuan seminggu silam.
“halo assalamualaikum pak..” ucapku mengawali percakapan di telepon itu.
“walaikumsalam nak, masih inget sama bapak gak?”
“masih kok pak, ada apa ya pak?”
“ini nak, anak bapak yang tempo hari bapak ceritakan ingin bicara sama kamu nih..”
Deg! Aku jarang sekali menerima telepon dari orang yang belum dikenal sama sekali, apalagi laki-laki. Aku benar-benar tidak mengeluarkan sepatah katapun saat lelaki diseberang telepon mulai pembicaraannya dengan mengucapkan salam kepadaku. Tangkapan pertama yang kudengar saat mendengar suaranya adalah, suaranya sangat bagus. Mungkin karena dia suka mengaji, aku tahu itu dari bapak tua yang tempo hari menceritakan anaknya itu bahwa ia sering kali mengaji dan melaksanakan puasa sunnah. Subhanallah!
Pembicaraan kami ditelepon pun berakhir dengan durasi 10 menit. Tidak lama setelah itu ada pesan multimedia masuk ke ponselku. Saat ku buka ada pesan tulisan ini fotoku san. Lelaki bernama rahman itu mengirim foto lewat pesan singkat. Aku bingung harus membalas dengan memberikan fotoku juga atau kubiarkan saja? Akhirnya aku membiarkan foto itu berada di ponselku. Aku tak membalas apa-apa.
Setelah hari itu, aku dan dia jarang berkomunikas lagi, tapi ya biarlah. Aku tidak telalu memperdulikannya, di foto itu, wajahnya dengan kulit berwarna sawo matang, hidung tidak begitu mancung, alis mata yang menurutku tipis dengan sedikit janggut didagunya tidak terlalu kubayangkan dibenakku.
***
5 tahun kemudian..
Hari ini aku telah bekerja di sebuah perusahaan teknologi dibagian akuntan, tetapi aku berniat untuk mengundurkan diri dan melanjutkan mengajar di sekolah menengah pertama. Karena memang dari dulu aku memiliki cita-cita yaitu menjadi pengajar. Kalau perlu aku ingin melanjutkan kuliah S2 ku di negeri orang, tapi nampaknya kuurungkan niatku itu karena belum memiliki uang cukup untuk kuliah di luar negeri. Saat tengah bekerja di sebuah ruangan yang hanya ada aku sendiri disini sedangkan karyawan yang lain tengan beistirahat, aku hanya mengetik suatu cerita yang menurutku bisa menghilangkan kebosananku, lalu tiba-tiba temanku riska menyapaku.
“hei san, gak istirahat? Ke kantin yuk?” ajaknya tapi aku siang ini nampak tak berselera dengan makanan di kantin hari itu selain itu tadi pagi aku juga menyiapkan bekal untuk ke kantor.
“eh gak deh ris, kamu aja. Aku bawa bekal. Hehe”
“oh yaudah, gue duluan yaa” setelah riska pergi, akupun melanjutkan mengetik cerita yang ada di depan layar komputer. Riska merupakan senoirku disini, dia telah bekerja sekitar 1 tahun silam. Tak lama setelah itu, ponselku berdering menandakan ada pesan masuk. Saat kubaca ternyata pesan dari rahman! Aneh sekali, setelah 5 tahun tak muncul lalu tiba-tiba mengirim pesan kata-kata yang indah menurutku
Bunga mawar nan cantik itu
memang tak bisa disentuh oleh
sembarang tangan karena
durinya yang bisa melukai
siapapun yang menyentuhnya
Begitu juga dengan permata
yang ada didalam lemari kaca
nan indah, tak semua orang beruang
bisa memilikinya karena harganya
yang begitu sangat mahal
Tak lain pula dengan ratu-ratu
terkemuka di semua negara,
tak semua lelaki bisa menggapainya
 kecuali orang-orang yang
 sangat dekat dengannya
Itulah kamu bidadari surga impianku J
Aku tidak mengerti maksud dari pesan yang rahman kirimkan siang hari itu. Lalu tak lama setelah itu ada pesan lagi, yakni dari rahman pula yang mengajakku untuk berbicara dengan orang tuanya. Akupun menolak, tetapi ia malah meminta alamat rumahku untuk dikunjungi oleh ayah dan ibunya. Akupun memberinya, aku punya pikiran bahwa ia akan meminangku, tapi aku benar-benar belum siap.
Beberapa hari setelah rahman meminta alamat rumahku, dia dan kedua orang tuanya berkunjung ke rumahku.
“assalamualaikum bu.. benar ini rumahnya santika?” tanya bapak tua itu ke ibuku, aku yang sedari tadi tengah mengintip dari kamarku melihat ibuku sedang menerima tamu didepan, tapi sedikit bertanya juga, apakah itu benar-benar rahman dan kedua orang tuanya? Bapak yang 5 tahun silam ku temui di angkutan umum itu sih iya, tapi rahmannya? Saat dia mengirimkan fotonya lewat pesan beberapa tahun yang lalu tidak seperti itu wajahnya, rahman yang sedang kulihat saat ini adalah lelaki tingginya melebihi aku dan ibuku, berkulit putih, hidungnya mancung dengan mata yang sedikit belo lalu alis mataya yang tebal dengan janggut didagunya yang tidak begitu banyak. Subhanallah! Tampan sekali lelaki itu, tapi dia siapa ya? Aku langsung menutup gorden tempat aku mengintip mereka yang tengah berada di ruang tamu. Apakah dia kakaknya rahman? Entahlah!
“iya pak betul, ayo silahkan masuk dulu” lalu ibuku mempersilahkan mereka duduk dan ibupun meninggalkan mereka lalu menuju kamarku. Aku segera pergi ke kasur dan menutup wajah dengan selimut. Aku seperti anak kecil yang tengah dikunjungi oleh guru SD karena sudah tidak masuk dengan kurun waktu yang lama. Benar saja beberapa detik kemudia, ibuku menyuruhku untuk keluar dari kamar dan menemui mereka. Aku langsung mengenakan rokku dan jilbab yang bisa menutupi dada. Lalu beranjak untuk menemui tamu di depan. Dengan menunduk akupun menghampiri mereka, dengan detak jantung yang tak karuan bunyinya
“assalamualaikum..” aku mengawali pembicaraan mereka, lalu rahman berdiri dan aku sedikit mendengar decakan subhanallah dari mulut rahman. Aku tidak mengerti, apa ada yang salah dengan pakaianku? Aku mengenakan rok panjang, kaus kaki dan jilbab yang wajar. Mungkin habis melihat suatu ciptaan Allah yang mengagumkan, entahlah! Aku celingak-celinguk mencari ibuku yang tak kunjung keluar karena sedang membuatkan minum untuk mereka.
“rahman, ini yang namanya santika yang bapak ingin jodohkan ke kamu” mendengar bisikan ayahnya lalu aku memiliki pertanyaan yang sangat besar. Rahman?! Dia rahman?! Lalu foto yang waktu itu ia kirimkan kepadaku itu siapa? Tak lama setelah itu ibuku keluar dari dapur dan membawa minum serta cemilan untuk dinikmati.
“baiklah bu, langsung saja ya kami memperkenalkan diri. Saya orang tua rahman, temannya santika bu berniat untuk mengkhitbah anak ibu untuk dijadikan istri untuk anak saya. Bagaimana bu?” ibuku langsung tercengang dan menegok ke arahnya dengan raut muka yang penuh dengan tanya. Aku hanya diam seribu bahasa.
“maaf pak sebelumnya, saya kan belum mengenal anak bapak serta bapak dan ibu dalam keluarga kami. Bisakah bapak menceritakan semua ini terlebih dahulu? Kalau boleh jujur saya benar-benar tidak tahu apa-apa” tanya ibuku dengan polosnya.
“begini bu, beberapa tahun silam saya dan anak ibu bertemu disebuah angkutan umum, lalu saya berniat untuk mengenalkan anak ibu dengan anak saya. Lalu..”
“oh iya saya ingat, waktu itu si santika juga pernah bercerita tentang hal itu tapi kenapa sekarang tiba-tiba banget ya pak? Lalu kenapa tidak diberi kabar terlebih dahulu?” tanya ibuku yang mulai mengerti duduk permasalahan.
“iya, waktu itu saat pertemuan kami, anak saya menyuruh saya untuk menunggu beberapa tahun untuk santika agar bisa menyelesaikan kuliahnya, dan semasa menunggu si rahman sengaja tidak menghubungi santika untuk beberapa kurun waktu yang sangat lama karena anak saya tidak mau cintanya ternodai dengan hal-hal yang diharamkan dalam agama.”
“ooh iya saya mengerti.. keputusan ini sebenarnya tidak membutuhkan jawaban saya, mungkin dari pihak yang bersangkutan. Jika anak saya bersedia, ya saya menyetujui pula. Tapi mohon maaf pak, santika sudah tidak tinggal dengan ayahnya karena saya dan ayahnya telah berpisah sejak santika masih kecil. Untuk informasi bapak, ibu dan nak rahman saja.”
“oh iya bu gapapa kok. Gimana nak santika?” aku diam termangu, lalu aku berlari ke kamar tanpa izin dengan orang yang sedang melakukan pembicaraan itu.
“santikaaa.. nakk sini dulu.” Ku dengar suara ibuku memanggilku, tapi aku tak memperdulikannya.
“maaf pak sebelumnya, mungkin belum bisa dijawab kali ya karena mungkin juga ini semua terlalu cepat dan mendadak sekali. Mungkin saya akan bicarakan dengan anak saya terlebih dahulu. Gimana pak?” ibuku berusaha sesopan mungkin menghadapi tamu yang menurut ibuku itu terhormat karena bawaan mereka benar-benar wibawa sekali.
“oh iya bu gapapa, sebelumnya kami juga minta maaf karena mungkin terlalu cepat. Rahman akan menunggu kok bu.” Bapak itu melemparkan senyumnya lalu pamit pulang.
“sayaangg, buka pintunya dong?” took took took! Suara ketukan pintu kamarku mulai terdengar dan aku tahu pasti ibu ingin menenangkanku dan membicarakan hal ini baik-baik. Lalu akupun beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu kamar.
“kamu kenapa sih? Kok jadi kayak anak kecil gitu?” tanya ibuku sambil membelai kepalaku yang berada dipangkuannya.
“aku gak bisa bu, ini terlalu cepat. Aku belum begitu mengenal mas rahman. Ibu tahu? Beberapa tahun silam dia pernah mengirimkan foto ke aku dan saat aku melihatnya tadi mengapa sangat berbeda dengan yang ada di foto waktu itu. Aku tidak mengerti mengapa rahman membohongiku bu” isak tangisku mulai terdengar saat ini. “aku belum siap untuk menikah saat ini. Mungkin nanti saja bu kalau aku sudah siap jiwa dan raga. Aku masih ingin membahagiakan ibu. Toh jodoh gak akan kemana. Dia Yang Maha Tahu sudah mengatur semua ini di lauhul mahfudz-Nya.” Aku mulai memutuskan hal ini dan menolak khitbahnya rahman.
“kalau itu keputusan kamu ya gak papa, ibu sih hanya berdoa supaya kamu bisa mendapatkan yang terbaik. Yaudah nanti kalau keluarga mereka datang lagi kemari ibu yang akan menemui dan bicara tentang hal itu ya? Udah kamu jangan sedih dong. Mana nih anak ibu yang biasanya ceria?” goda ibuku, akupun tersenyum.
***
Sampai pada saat ini aku masih aktif dalam mengikuti kegiatan organisasi keagamaan yang biasa disebut dengan liqo. Aku memiliki seorang murobiyah bernama ibu latifah, dia kadang menjodohkan santri-santinya dengan santri yang dibawahi oleh suaminya yaitu pak ihcsan. Sekarang mungkin adalah saat yang tepat untuk berikhtiat meminta petunjuk melalui murobiyah itu agar aku bisa menentukan jawaban yang akan aku berikan ke rahman. Hari ini adalah hari dimana aku akan mengikuti liqo.
“assalamualaikum bu, aku boleh cerita gak?” sapaku memulai pembicaraan di sore hari yang sangat cerah itu.
“waalaikumsalam nak, oh iya sok atuh. Mau cerita opo toh neng?” jawab bu latifah sambil merangkul pundakku, dia sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.
“gini bu, kan aku pernah punya kenalan dari seorang bapak tua yang aku kenal di angkot 5 tahun silam, lalu dia mengenalkan aku dengan anak laki-lakinya bu. Saat perkenalan di hari itu kami telpon-telponan tapi gak lama sih bu, lalu setelah hari itu dia tiba-tiba menghilang dari kehidupanku. Aku pikir dia telah mendapatkan pendamping baru kan bu karena umur kita terpaut 5 tahun. Lalu beberapa hari yang lalu saat aku sedang di kantor, tiba-tiba ada sms masuk dari laki-laki itu bu lalu dia kemarin dengan orang tuanya mengunjungi rumahku dan berencana untuk mengkhitbahku bu, aku belum menjawab khitbahnya dia. Karena aku sangat bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Apakah mungkin ini saatnya aku mencari jodoh bu?” ceritaku panjang lebar mengharapkan jawaban atas keluhanku.
“oh begitu ya nak, gimana kalau kamu ibu kenalkan dengan santri yang dibimbing suami ibu? Kamu cukup menuliskan data diri kamu dan kamu berikan ke ibu. Insya Allah ada jalan nak” mungkin memang ini saatnya, baiklah akan aku coba untuk hal itu. Bismillah!
Saat selesai menuliskan semua data diriku disebuah kertas selembar, akupun memberikan kertas itu ke bu latifah dan mengharapkan agar ada suatu jawaban dari Yang Maha Kuasa dan Maha Pemilik Hati.
***
Beberapa hari setelah itu, aku telah memegang data diri seorang akhi dari santri suaminya bu latifah. Setelah kubaca semua profil dari dia bismillah! Namanya Muhammad Abdurahman Sudirohusodo. Mungkinkah ini jodohku? Rasanya hatiku memang sudah mantab dengan pilihan ini. Semoga ini memang jawaban dari Allah untukku. Baiklah sekarang saatnya aku memberitahu dengan orang tuaku bahwa inilah pilihanku, dan aku bersiap untuk menjawab khitbahan dari rahman.
“assalamualaikum bu, aku bawa kabar baik untuk menjawab khitbahan dari rahman bu. Sepertinya aku akan memilih calon suami yang dipilihkan oleh murobiyah aku.” Jelasku panjang lebar tanpa membiarkan ibu menjawab salamku terlebih dahulu.
“walaikumsalam, duduk dulu sini nak. Ayo pelan-pelan ceritakan.” Setelah itu akupun menceritakan semua hal yang telah aku alami di tempat aku mengaji. Ibuku tampak setuju karena memang apa-apa yang diputuskan olehku dan akupun nyaman dengan keputusan itu maka ibuku pun akan mendukung keputusanku itu.
***
Beberapa hari setelah itu rahman dan keluarganya beserta murobiyahku dan suaminya mengunjungi kediamanku. Hari ini hari libur dan aku sedang tidak berada di kantor.
“assalamualaikum ibu ana..” sapa muribiyahku yang memang sudah sangat akrab dengan ibuku.
“waalaikumsalam bu ayo silahkan masuk. Eh ada nak rahman juga.. ayo masuk-masuk.” Setelah ibuku mempersilahkan masuk lalu mereka menyampaikan maksud kedatangan mereka berkunjung ke rumahku.
“saya dan keluarga saya kemari bermaksud untuk mengkhitbah dan menanyakan konfirmasi ulang tentang khitbahanku tempo hari yang lalu bu.” Saya hanya diam belum mengerti akan benang permasalahan.
“iya nak santika dan ibu ana, ini anak yang bernama Muhammad Abdurahman Sudirohusodo. Dia adalah santri dari suami ibu.” Ibu latifah memperkenalkan rahman denganku. Aku tidak tahu harus berkata apa.
“oohh jadi ini toh yang anak saya ceritakan tentang santri yang telah dijodohkan oleh ibu latifah. Jadi nak?” Tanya ibuku bermaksud untuk menyuruhku untuk mengeluarkan suara.
“jadi Muhammad Abdurahman Sudirohusodo itu mas rahman?” tanyaku benar-benar belum mengerti.
“iya nak, jadi kamu sudah mengenal nak rahman sebelumnya” Tanya bu latifah.
“iya ukhti saya Muhammad Abdurahman Sudirohusodo..” senyum yang indah dari wajah yang tampan merekah bagaikan bunga yang tersiram oleh air nan segar.
“iya bu saya sudah mengenal mas rahman sebelumnya..”
“wah jadi gak perlu nunggu lama-lama nih bu, mari saja kita tentukan tanggal walimahnya.” Jawab bapak rasyid yang selalu aku sebut bapak tua.
“Alhamdulillah” semua menyeru..
Akhrinya aku mengerti semua, bahwa Muhammad Abdurahman Sudirohusodo itu memang mas rahman, dan mas rahman adalah santri dari suami bu latifah. Ya Allah semoga memang dia benar-benar jodohku. Bismillah!

2 komentar:

  1. hadoohh kenapa mesti ada nama gue jadi ngeri nih cerita ama lu tar di posting lagi :D wkwkwk

    BalasHapus